MawlaMawlā atau maulā (bahasa Arab: مَوْلَى), jamak mawālī (مَوَالِي), adalah sebuah polisemi dalam bahasa Arab yang dapat berarti bermacam-macam tergantung konteks dan periode yang dibicarakan.[1] Dalam Al-Qur'an dan hadis kata ini memiliki dua makna: "Tuan" atau "pelindung, orang kepercayaan, penolong."[1] kata tersebut antara lain dugunakan dalam surah al-Anfaal [8] : 40 dan Muhammad [47]: 11.[2] Mawali di Arab Pra-IslamDalam periode sebelum Islam, kata ini digunakan untuk hubungan antarkabilah.[3] Pada masa awal Islam kata mawla dan mawali digunakan untuk menyebut golongan Muslim non-Arab, ataupun Arab Muslim yang baru masuk Islam. Kata ini digunakan untuk menyebut orang Yunani, Persia, Mesir, Afrika dan Yahudi.[2] Pada mulanya, istilah mawali digunakan sebagai kata yang menjembatani antara kaum Muslim Arab dengan para orang belaannya yang berasal dari suku luar Arab misalnya Yunani, Persia, Mesir, Afrika, dan Yahudi. Para mawali ini menjadi bagian dari kelompok tersebut secara sukarela maupun berawal dari tawanan perang yang dibebaskan. Beberapa sahabat dan pengikut setia Muhammad terdiri atas mawal. Misalnya Bilal dari Etiopia, dan Shuhaib dari Bizantium, dan Salman dari Persia.[2] Sekitar 715 M, para Mawali mulai memberikan peran dalam politik dan membentuk pasukan yang terpisah dari pasukan Arab. Mereka pun memiliki peran penting dalam penaklukan wilayah Asia Tengah dan Andalusia. Kaum Mawali pun melahirkan ilmuwan-ilmuwan terkemuka seperti awal terkemuka, seperti Abu Hanifah (767 M), al-Hasan al-Bashri (728 M), Sibawaih (791 M) dan, Ibnu Ishaq (791 M).[2] Pada Dinasti Abbasiyah, terutama menjelang masa kepemimpinan al-Mu’tashim, istilah mawali yang ditujukan bagi orang muslim non-Arab mulai menghilang. Hal ini terjadi karena mulai terkikisnya elitisme Arab dengan menghilangnya beberapa suku di wilayah urban.[2] Referensi
|