Matu Mona
Matu Mona atau Hasbullah Parinduri (21 Juni 1910 – 8 Juni 1987) adalah sastrawan berkebangsaan Indonesia. Namanya dikenal melalui karya-karyanya dalam bentuk prosa. Dia sudah mengawali debut kepenulisannya sejak Indonesia belum merdeka.[1][2] Latar belakangMatu Mona lahir di Medan, Sumatera Utara, 21 Juni 1910. Berlatar belakang pendidikan St. Anthony’s Boys School Medan. Setelah lulus, tahun 1930, nama Matu Mona yang Ia pakai berasal dari Bahasa Mandailing dari kata Matumona yang dalam Bahasa Indonesia berarti Yang baru mulai, ia menjadi guru bantu di sekolah tersebut. Dikenal sebagai penulis yang produktif di zamannya. Karya tulisnya banyak bercerita tentang tokoh kepahlawanan, pemberontakan, dan perang. Karyanya, Rol Pacar Merah Indonesia (1934) adalah sebuah kisah yang menggabungkan antara fakta dan fiksi. Roman petualangan yang mengambil latar kejadian antara tahun 1930-1932 ini menampilkan beberapa fakta sejarah tentang gerakan komunis dan kiri radikal di Hindia Belanda dan fiksi spionase, politik, dan percintaan. Beragam profesi pernah ia geluti antara lain menjadi wartawan Pewarta Deli (1931-1938), pemimpin mingguan Penyebar (1941), Pembantu Panji Pustaka (1943), pendiri koran Perjuangan Rakyat di Garut (1946), pemimpin harian Tegas di Banda Aceh (1950-1953), pemimpin mingguan Penyebar di Medan (1954-1959), dan wakil pemimpin redaksi majalah Selecta di Jakarta (1960-1987). Matu Mona pernah aktif dalam dunia seni pertujukan dengan menjadi pimpinan sandiwara amatir Ratu Timur (1932-1938), rombongan sandiwara Cahaya Timur, dan Dewi Mada (1943-1944). Di samping itu, ia juga pernah bergabung dalam Badan Penerangan Divisi XII Surakarta (1946), dan turut bergerilya di Jawa Timur (1948). Tahun 1941-1944 ia di penjarakan di Sukamiskin, Bandung.[3][4] Karya
Referensi
|