Masjid Jami Banjarmasin
Masjid Jami Banjarmasin[1] (aksara Jawi: مسجد جامع بنجرماسين) atau yang lebih dikenal dengan Masjid Jami Sungai Jingah (aksara Jawi: مسجد جامع ﺳﻮ ڠاﻱ جيڠاه) adalah sebuah masjid bersejarah yang berada di Jalan Masjid Jami, Kelurahan Antasan Kecil Timur, Kecamatan Banjarmasin Utara, Kota Banjarmasin, Provinsi Kalimantan Selatan, Indonesia.[2] Masjid ini berdekatan dengan Kompleks Makam Pangeran Antasari, dimana kompleks makam ini berada di daerah timur masjid, tepatnya di Jalan Malkon Temon.[3] Selain itu, masjid ini juga berdekatan dengan makam salah satu ulama karismatik, yaitu K.H. Ahmad Zuhdiannor atau sering disapa Guru Zuhdi yang semasa hidupnya mengisi kegiatan keagaamaan di masjid ini, dimana makamnya berada di daerah barat masjid atau dikenal dengan daerah "Jalan Belakang Masjid Jami". Hal ini membuat halaman masjid sering dipenuhi oleh peziarah yang sering memarkir di sana.[4] SejarahPembangunan awalMasjid yang ada sekarang ini sebenarnya dibangun pada tahun 1352 Hijriah/1934 Masehi. Namun menurut sejarah, masjid ini merupakan pemindahan dari masjid sebelumnya yang berada di tepi sungai Martapura dan dibangun pada hari Sabtu tanggal 17 Syawal 1195 atau kira-kira bertepatan dengan tahun 1777 - 1780 Masehi, yaitu pada masa pemerintahan Pangeran Tamjidillah. Hal ini dibuktikan dengan sebuah prasasti disamping mimbar masjid yang ditulis dalam huruf Arab Melayu.[5][6][7] Kini, lokasi mesjid tersebut menjadi sebuah musala yang bernama "Langgar Sinar Masjid." Pemindahan masjidKarena masjid tersebut berada di tepi sungai, maka daerah tersebut rawan terjadi longsor. Terlebih lagi, masjid yang ada saat itu tidak bisa menampung jamaah yang semakin banyak. Maka pada tahun 1932 Masehi, masjid ini dipindah ke lokasi yang sekarang, yaitu berjarak kurang lebih 200 meter dari Sungai Martapura.[5][6][8][9] Pemindahan ini dilakukan secara swadaya oleh masyarakat. Bahkan, pemerintah Belanda pada saat itu tertarik untuk mendonasikan pendapatan hasil pajaknya untuk mendirikan masjid tersebut. Hal ini dikarenakan hasil pemungutan pajak dari masyarakat Banjarmasin pada saat itu sangat melimpah ruah. Namun, inisiasi Belanda tersebut ditolak mentah mentah-mentah oleh masyarakat Banjarmasin, karena masyarakat setempat sangat tidak menyukai pemerintahan kolonial Belanda kala itu. Terlebih lagi, masyarakat Banjarmasin yang memeluk agama Islam sangat mengharamkan niat pemberian dari kolonial Belanda tersebut, apalagi sampai membangunnya. Oleh karena itu, masyarakat Banjar bergotong royong membangun Masjid Jami Banjarmasin dengan cara menyumbangkan sebagian harta (seperti perhiasan emas, hasil pertanian, dan tanah), waktu, dan tenaga, termasuk menggunakan tanah/ pasir yang diambil dari Pulau Kembang untuk menimbun dan meninggikan pondasi masjid. Bahkan, pembangunan masjid ini juga melibatkan Ir. Pangeran Muhammad Noor sebagai perancang konstruksi.Hingga pada tahun 1934 Masehi, masjid ini selesai dibangun sesuai dengan nama tahun yang terpampang di masjid.[1][5][6][8][9][10] RenovasiMasjid ini mengalami beberapa kali renovasi besar. Akibatnya menara pagoda, jidar matahari (bencet dalam bahasa Jawa) yang ada di halaman selatan masjid, tangga melingkar pada tiang utama yang ada ditengah-tengah ruang utama untuk naik ke tempat azan, dan pagar serambi dihancurkan. Selain itu dilakukan juga pelapisan lantai, dinding, dan tiang dengan keramik. Meskipun begitu, bentuk dasar dan arsitektur aslinya tidak berubah, sehingga nilai-nilai historisnya masih tetap terjaga.[6] Renovasi besar pertama dilakukan pada masa Gubernur Drs H. Gusti Hasan Aman (periode 1995 - 2000), dimana dinding masjid mulai dilapisi dengan lapisan kayui jati. Renovasi kedua dilakukan pada masa Gubernur Sjahriel Darham (periode 2000 - 2005), dimana lantai dan penopang dinding dicor dan dipasang keramik.[11] Pada masa Gubernur H. Rudy Ariffin, selain perbaikan inetrior masjid, menara masjid mulai dibangun. Selain itu, beberapa lembaga pendidikan yang dikelola oleh yayasan masjid, seperti TK Islam Bhakti 1, Taman Pendidikan Al-Qur'an, dan Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al-Jami pindah ke area belakang masjid. Selain itu pula, halaman masjid diperluas dengan membongkar gedung sekretariat masjid, sehingga halaman masjid dapat menampung hingga kira-kira 15 ribu jamaah saat pelaksanaan salat Id dan pengajian Guru Zuhdi kala itu.[11] ArsitekturMasjid yang mengambil gaya arsitektur Timur Tengah, Banjar dan kolonial (indies) ini memiliki tiang utama penyangga (tiang guru) sebanyak 17 buah, yang melambangkan 17 rakaat dalam shalat fardhu sehari semalam. Selain itu, masjid ini juga memiliki 41 buah pintu masuk supaya memudahkan jamaah memasuki ruang induk yang berkapasitas 5.000 orang. Masjid ini juga memiliki atap sirap bertumpang lima dengan kubah di puncaknya. Di antara atap-atap tumpang tersebut, terdapat dinding pembatas dengan jendela yang mengelilinginya. [6][11] Masjid ini memiliki mihrab yang terletak di bagian barat ruang utama masjid dan dilengkapi 4 buah pintu dan 10 buah jendela. Mihrab tersebut dilengkapi dengan mimbar kayu ulin berbentuk panggung dengan 7 anak tangga undakan berukuran 3,5 x 1,3 m yang dicat dengan warna dasar hitam, dimana mimbar ini merupakan mimbar bersejarah yang menjadi saksi pembangunan masjid ini. [6][11]
FasilitasDi masjid ini terdapat Taman Kanak-Kanak, kampus Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) "Al-Jami" (berdiri pada tahun 1989), Pondok Pesantren Hunafa (berdiri pada tahun 1985) dan sederet fasilitas lain seperti tempat wudhu, pemandian jenazah, dan lain-lain.[12] Bahkan, masjid ini memiliki tanah pemakaman di Gambut, Kabupaten Banjar, yang memiliki 375 lubang pemakaman. Masjid ini juga memiliki Taman Pendidikan Al-Qur'an (TPA) yang dikelola oleh Angkatan Muda Masjid Jami.[11] AktivitasMasjid ini pernah dibina oleh K.H. Muhammad Hanafie Gobit, dimana semasa hidupnya, dia mengisi pelaksanaan ibadah rutin dan pengajian setiap Jumat malam dan Senin malam. Tradisi ini terus-menerus dilanjutkan oleh beberapa ulama, termasuk K.H. Husin Naparin (Ketua MUI Kalsel yang merupakan menantu dari K.H. Muhammad Hanafie Gobit). Selain itu, Guru Zuhdi semasa hidupnya pernah mengisi pengajian setiap Sabtu malam,dimana pengajiannya dihadiri oleh ribuan orang, termasuk habaib dan ulama dari dalam dan luar negeri.[11] Selain itu, masjid ini juga mengadakan pengajian Selasa malam, pengajian Kamis siang, malam peribadatan setiap malam Jumat, pengajian subuh Jumat, dan pengajian khusus ibu-ibu pagi Jumat.[11] Referensi
|