Marga (Jambi)Marga di Jambi (1906–1979) adalah sebuah tingkatan pemerintahan yang pernah diterapkan di Hindia Belanda dan Indonesia. Kedudukan marga di Jambi setara dengan desa di Indonesia. Istilah 'marga' mulai digunakan di Daerah Jambi sejak tahun 1906 dalam masa Pemerintah Hindia Belanda. Setelah kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, marga masih diterapkan di Jambi. Pengaturan penentuan dan penetapan marga di Jambi diserahkan kepada Gubernur Jambi dan bupati-bupati di Provinsi Jambi yang wilayahnya menerapkan marga. Pemerintahan dalam suatu marga dipimpin oleh pesirah. Pada tahun 1979, penerapan marga di Jambi dihapuskan melalui perundang-undangan dan diseragamkan namanya menjadi desa. Penggunaan istilahIstilah 'marga' mulai digunakan bersama dengan istilah 'mendapo' sejak Belanda menguasai wilayah Jambi pada tahun 1906. Pengaturan penggunaan istilah 'marga' ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Hindia Belanda.[1] Pada tahun 1910, pembagian wilayah Residen Jambi berdasarkan marga dan batin telah digambarkan dalam peta berjudul Peta Sketsa Marga Keresidenan Jambi. Peta ini menampilkan marga-marga di wilayah Kabupaten Merangin, Kabupaten Tebo, Kabupaten Muaro Jambi, Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur.[2] Setelah kemerdekaan Indonesia, istilah 'marga' tetap digunakan di Jambi.[1] Marga memiliki kedudukan setingkat desa di Indonesia.[3] Pemerintah Indonesia menggunakan istilah ini dengan penyesuaian berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.[1] PemerintahanPenentuan suatu marga di Jambi didasarkan kepada pertumbuhan persekutuan hukum teritorial.[4] Pada masa Pemerintah Indonesia, wewenang penerapan marga untuk masyarakat hukum lokal menjadi tanggung jawab kepala pemerintahan setempat yakni Gubernur Jambi dan bupati-bupati di Jambi.[1] Penggunaan marga berlaku di kabupaten-kabupaten yang terdapat di Provinsi Jambi, kecuali di Kabupaten Kerinci. Status marga setingkat dengan desa, mendapo yang hanya digunakan di Kabupaten Kerinci dan kampung yang hanya digunakan di Kotamadya Jambi.[5] Kepemimpinan pada suatu marga di Jambi dilakukan oleh seorang pesirah. Setiap marga juga memiliki pusat pemerintahan.[2] Pada tahun 1976, jumlah marga dan wilayah administratif yang melingkupinya sebagai berikut:[1]
PenghapusanIstilah marga di Jambi dihapuskan dalam sistem pemerintahan Indonesia setelah diterbitkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa.[4] ReferensiCatatan kaki
Daftar pustaka
|