Lutung budeng

Lutung Budeng
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan:
Filum:
Kelas:
Ordo:
Famili:
Genus:
Spesies:
T. auratus
Nama binomial
Trachypithecus auratus
(É. Geoffroy, 1812)
Sinonim
  • Simia Maura Schreber, 1774: 107-108 (nom. suppress.)
  • Cercopithecus auratus É. Geoffroy, 1812[1] (basionym)
  • Semnopithecus Pyrrhus Horsfield, 1823.
  • Presbytes cristataGray, 1843: 3.
  • Pithecus pyrrhus sondaicus Robinson & Kloss, 1919: 374.
  • Pithecus pyrrhus kohlbruggei Sody, 1931: 349.
  • Trachypithecus pyrrhus stresemanni Pocock, 1935: 931.
  • Semnopithecus auratus
  • Presbytis auratus

Lutung budeng atau lutung jawa (Trachypithecus auratus) adalah sejenis lutung yang rambutnya berwarna hitam legam. Monyet anggota suku Cercopithecidae ini menyebar terbatas (endemik) di Indonesia bagian barat.

Pengenalan

Individu dengan warna terang

Lutung berukuran sedang, dengan panjang kepala dan tubuh antara 46-75 cm. Lutung budeng memiliki rambut tubuh berwarna hitam. Dan seperti jenis lutung lainnya, lutung ini memiliki ekor yang panjang, antara 61–82 cm.[2]

Jantan dan betina dewasa umumnya berwarna hitam, dengan betina memiliki warna putih kekuningan di sekitar kelaminnya. Anak lutung memiliki rambut tubuh berwarna jingga keemasan. Subspesies nominal, T. a. auratus yang menyebar di Jawa bagian timur, kadang-kadang memiliki individu dewasa yang berwarna jingga seperti bayi lutung, namun sedikit lebih gelap dengan ujung rambut kuning.[3]

Kebiasaan

Lutung budeng adalah hewan diurnal, yakni aktif pada waktu siang hari di atas pepohonan. Makanan pokoknya terdiri dari tumbuh-tumbuhan. Memakan dedaunan, buah-buahan dan bunga. Spesies ini juga memakan larva serangga.

Lutung budeng hidup berkelompok, yang dalam satu kelompoknya terdiri dari sekitar tujuh ekor lutung, termasuk satu atau dua ekor lutung jantan dewasa. Lutung betina biasanya hanya mempunyai satu anak setiap kali melahirkan dan saling bantu membesarkan anak-anak lutung. Namun lutung betina juga bersifat sangat agresif terhadap lutung betina dari kelompok lain.

Hewan ini diketahui menghuni pelbagai tipe hutan, mulai dari hutan mangrove, hutan pantai, hutan rawa air-tawar, hutan hujan dataran rendah, hutan gugur daun tropika, serta hutan pegunungan hingga ketinggian sekitar 3.000-3.500 m dpl.[4] Juga ditemukan di hutan-hutan tanaman jati, rasamala, dan akasia.[4] Di wilayah Pegunungan Dieng, lutung budeng didapati baik di hutan primer maupun sekunder, di bagian tepi maupun di pedalaman hutan[5]

Agihan, anak jenis dan konservasi

Lutung budeng tersebar di hutan-hutan Pulau Jawa, Bali dan Lombok. Sejauh ini diakui dua subspesies dari lutung budeng, yang dibedakan dari daerah sebarannya:

  • Lutung budeng timur, Trachypithecus auratus auratus. Menyebar di Jawa Barat bagian timur hingga ke Jawa Timur, Pulau Sempu dan Nusa Barung, Bali, serta Lombok.
  • Lutung budeng barat, Trachypithecus auratus mauritius. Menyebar di wilayah Banten dan setengah Jawa Barat bagian barat: Ujung Kulon, Jasinga, Bogor, Cisalak, Jakarta, Palabuhanratu, ke timur di pesisir selatan hingga Cikaso, atau Ciwangi di pedalaman.[6]

Oleh Roos dkk. (2008), ras barat dianggap sebagai spesies yang tersendiri, Trachypithecus mauritius.[7]

Spesies ini terancam kelestariannya oleh kehilangan serta degradasi habitatnya, yang terdesak oleh perluasan lahan-lahan pertanian dan permukiman manusia; fragmentasi habitat; serta perburuan untuk dimakan atau diperdagangkan sebagai hewan timangan. Oleh sebab itu, IUCN memasukkannya ke dalam Daftar Merah IUCN dalam status Rentan (VU, Vulnerable).[8]

Lutung budeng dilindungi oleh undang-undang Republik Indonesia sejak 1999. Perdagangannya diawasi oleh CITES dan termasuk ke dalam Apendiks 2. Lutung ini juga tercatat keberadaannya di dalam kawasan-kawasan konservasi seperti: Taman Nasional Ujung Kulon, Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Cagar Alam Pananjung Pangandaran, Taman Nasional Meru Betiri, Taman Nasional Baluran, serta Taman Nasional Bali Barat.

Referensi

  1. ^ Geoffroy, É. 1812. "Tableau des Quadrumanes, ou des Animaux composant le premier Ordre de la Classe des Mammifères". Annales du Muséum d'Histoire Naturelle. Tome XIX: 93. Paris :G. Dufour et cie.
  2. ^ Corbet, G.B. & J.E. Hill. 1992. The Mammals of Indomalayan Region: a systematic review: 174. Oxford: Nat. Hist. Mus. Publ. & Oxford Univ. Press.
  3. ^ Payne, J., C.M. Francis, K. Phillipps, S.N. Kartikasari. 2000. Panduan Lapangan Mamalia di Kalimantan, Sabah, Sarawak & Brunei Darussalam: 359. Bogor: WCS-IP, The Sabah Society & WWF Malaysia.
  4. ^ a b Nijman, V. 2000. "Geographic distribution of ebony leaf monkey Trachypithecus auratus (E. Geoffroy Saint-Hilaire, 1812) (Mammalia: primates: Cercopithecidae)." Contributions to Zoology 69(3).
  5. ^ Nijman, V. & S. van Balen. 1998. "A faunal survey of the Dieng Mountains, central Java, Indonesia: distribution and conservation of endemic primate taxa." Oryx 32(2): 145–56.
  6. ^ Brandon-Jones, D. 1995. "A revision of the Asian pied leaf monkeys (Mammalia: Cercopithecidae: superspecies Semnopithecus auratus), with a description of a new subspecies." Raffles Bulletin of Zoology 43: 3-43.
  7. ^ Roos, C.; et al. (2008). "Mitochondrial phylogeny, taxonomy and biogeography of the silvered langur species group (Trachypithecus cristatus)". Molecular Phylogenetics and Evolution. 47 (2): 629–636. doi:10.1016/j.ympev.2008.03.006. PMID 18406631. 
  8. ^ Nijman, V. & J. Supriatna. 2008. Trachypithecus auratus. The IUCN Red List of Threatened Species. Version 2014.3. <www.iucnredlist.org>. Downloaded on 31 March 2015.

Galeri

Individu berwarna terang di beberapa kebun binatang:

Pranala luar

Kembali kehalaman sebelumnya