Luigi Beltrame Quattrocchi dan Maria Corsini
Luigi Beltrame Quattrocchi (12 Januari 1880 – 9 November 1951) adalah seorang pegawai negeri sipil di bidang hukum, jabatan terakhirnya adalah "Wakil Jaksa Agung Kehormatan". Pada 1905, saat umurnya 25 tahun, ia menikahi Maria Corsini (24 Juni 1884 – 26 Agustus 1965); dan dianugerahkan 4 anak melalui perkawinan mereka. Maria membaktikan dirinya sebagai seorang ibu rumah tangga dan aktif dalam berbagai karya sosial.[2]
Demikian kata Paus Yohanes Paulus II dalam khotbahnya saat upacara beatifikasi mereka pada Hari Minggu Misi Sedunia tanggal 21 Oktober 2001. Beatifikasi pasangan Luigi dan Maria Quattrocchi adalah pertama kalinya di dalam sejarah Gereja Katolik bahwa sepasang suami isteri secara resmi dibeatifikasi bersamaan.[3] Dalam misa beatifikasi tersebut, yang juga sekaligus peringatan 20 tahun Anjuran Apostolik Familiaris Consortio (suatu dokumen gereja mengenai peranan keluarga Kristiani dalam dunia modern), Bapa Suci menyatakan pengakuannya atas kekudusan pasangan Luigi Beltrame dan Maria Corsini:
Sekilas profilLuigi BeltrameLuigi Beltrame lahir pada tanggal 12 Januari 1880 di Catania - Italia (saat tersebut adalah bagian dari Kerajaan Italia) dari pasutri (pasangan suami - istri) Charles dan Francesca Beltrame, dan besar di Urbino. Karena menjadi anak angkat dari pamannya yang tidak memiliki anak, Luigi Quattrocchi, maka Luigi Beltrame mendapatkan nama tambahan Quattrocchi di belakang namanya. Luigi tetap menjalin hubungan baik dengan orang tua dan saudara-saudara kandungnya meskipun ia tinggal bersama dengan pamannya sekeluarga.[2][4] Setelah menamatkan pendidikan dasar, Luigi Beltrame melanjutkan kuliah di Fakultas Hukum Universitas La Sapienza di Roma. Ia memperoleh gelar Sarjana Hukum tahun 1902, memungkinkannya untuk masuk ke bagian legal di Inland Revenue Department (lembaga pemerintah yang berhubungan dengan pajak). Kariernya sungguh cemerlang; ia kemudian memegang berbagai posisi sebagai dewan di sejumlah bank pemerintah dan lembaga rekonstruksi nasional. Jabatan terakhirnya, saat pensiun pada tahun 1946, adalah "Wakil Jaksa Agung Kehormatan".[2][4] Maria CorsiniSementara itu istrinya, Maria, lahir pada tanggal 24 Juni 1884 di Florence dari keluarga bangsawan Angiolo Corsini dan Giulia Salvi. Orangtua Maria menanamkan pendidikan moral yang kuat, terutama melalui contoh; sehingga sang anak sejak kecil sudah menunjukkan perilaku yang murni, bijaksana, taat, dan saleh. Mereka sekeluarga tinggal berpindah-pindah kota, sampai akhirnya menetap di Roma tahun 1893.[2][4] Ia berhasil dengan baik dalam studinya dan mendapatkan lisensi dari "Institut Wanita untuk Pemimpin Bisnis dan Akuntansi" (Istituto Femminile di Commercio per Direttrici e Contabili). Kelak Maria menunjukkan kalau bakatnya yang sebenarnya adalah menulis; ia menjadi penulis di berbagai majalah Katolik, menerbitkan cukup banyak buku mengenai pembentukan karakter dan kerasulan keluarga.[5] Maria Corsini juga menyukai musik; kemudian ia menjadi katekis bagi para wanita di parokinya, dan aktif di berbagai kegiatan sosial. Ia juga menjadi relawan perawat untuk Palang Merah saat perang di Ethiopia dan Perang Dunia II.[2] PersatuanLuigi mulai mengenal Maria tahun 1901, sejak ia masih kuliah di Universitas La Sapienza. Setelah berpacaran sekitar 3 tahun, mereka resmi bertunangan pada 30 Maret 1905. Luigi dan Maria kemudian menikah pada tanggal 25 November 1905 di Kapel St. Katarina di Basilika Santa Maria Maggiore - Roma. Dalam waktu 4 tahun setelah perkawinan mereka, Tuhan menganugerahkan mereka 3 orang anak. Yang sulung adalah Filippo (lahir tahun 1906). Kemudian lahir putri mereka, Stefania (kelahiran 1908). Dan pada tahun berikutnya, putra kedua, Cesare (lahir 1909).[4] Cesare Beltrame Quattrocchi mengenang semangat orang tuanya dalam pertumbuhan rohani. "Ada semacam perlombaan antara Ayah dan Ibu untuk bertumbuh dalam spiritualitas. Ibu mulai di 'posisi terdepan' karena ia sudah terlebih dahulu memiliki pengalaman iman yang hidup, sementara Ayah jelas hanya 'seorang yang baik, adil dan jujur' tapi tidak begitu mempraktikkan imannya."[6] Seiring dengan berjalannya kehidupan perkawinan mereka, Luigi semakin dekat dengan Tuhan. Cesare menjelaskan bahwa Maria dan Luigi mulai menghadiri misa harian bersama-sama pada pagi hari. Dan Luigi baru mengucapkan "Selamat Pagi" kepada Maria setelah mereka meninggalkan gereja, seolah menyatakan bahwa baru saat itu hari benar-benar dimulai.[6] Biasa namun Luar BiasaKehidupan keluarga Luigi dan Maria tidaklah pernah membosankan. Mereka selalu punya waktu bersama untuk berolah-raga, liburan ke pegunungan dan pantai. Rumah mereka selalu terbuka bagi teman-teman dan siapa pun yang mengetuk pintu untuk meminta makanan. Bahkan ketika Nazi menduduki Italia, saat Perang Dunia II, rumah mereka di Via Depretis - Roma menjadi tempat penampungan orang-orang Yahudi dan pengungsi lainnya.[2][6] Mereka, khususnya Luigi—dimana ia menjadi salah seorang Komisariat Pusat, bersama anak-anak juga aktif di Gerakan Kepanduan Italia (saat ini namanya AGESCI). Kepanduan baru masuk ke Kerajaan Italia (saat itu belum berupa negara republik seperti sekarang) pada tahun 1916, ketika sedang berlangsung Perang Dunia I, dan mereka termasuk para perintis gerakan tersebut.[7] Menolak aborsiPada akhir tahun 1913 saat mengandung anaknya yang terakhir, Enrichetta, Maria mengalami masalah dalam kehamilannya. Para dokter kandungan terbaik menasihati Maria agar dia segera menggugurkan anaknya demi menyelamatkan, setidaknya, ibunya. Menurut diagnosis dokter, kemungkinan hidup anak di dalam rahimnya hanya 5%. Luigi dan Maria menolak nasihat tersebut dan mereka mempercayakan segala sesuatunya kepada Penyelenggaraan Tuhan.[2] Kehamilan Maria yang terakhir itu adalah suatu penderitaan dan kesengsaraan. Terlebih lagi Luigi, begitu ketakutan akan kehilangan istrinya. Stefania, anak kedua mereka, mengatakan bahwa ia melihat ayahnya menangis saat berbicara dengan pastor. Namun Tuhan menanggapi kesetiaan mereka pada hukum-Nya dengan memberikan jawaban melebihi apa yang diharapkan manusia. Enrichetta lahir pada 5 April 1914; dan keduanya, anak dan ibunya, selamat.[6][7] Pengalaman iman tersebut jelas menunjukkan bagaimana hubungan antara sang suami dan sang istri tumbuh dalam keutamaan Kristiani. Yang mana tentu terbantu karena mereka rutin mengikuti misa harian dan menerima Komuni Kudus. Sebelum perkawinannya, Luigi - meskipun saleh, jujur dan tidak egois - tidak memiliki iman yang kuat. Tampak bahwa ia bertumbuh dalam iman dan kedekatan dengan Tuhan melalui hidup perkawinan mereka.[2] Teladan dari atasDengan kehadiran dua anak laki-laki dan dua anak perempuan di rumah, tidak pernah ada waktu yang membosankan dalam rumah keluarga Quattrochi, -- yang menurut teman-teman mereka, bahagia dan sangat bising di waktu makan.[6] Setiap sore mereka sekeluarga berdoa rosario bersama; tidak lupa juga mereka menjadwalkan waktu untuk mengikuti retret akhir pekan yang diorganisir oleh biara di Basilika Santo Paulus di Luar Tembok.[2] Cesare ingat bahwa ketika ia berusia 10 tahun, ibunya memberinya salinan buku "Mengikuti Jejak Kristus"; suatu kumpulan tulisan yang terkenal dari Thomas a Kempis, seorang rahib abad ke-15. Ia masih memiliki salinan tersebut, dan begitu menghargai pesan yang ditulis sang ibu di dalamnya:
Luigi dan Maria kadang 'bertikai' di hadapan anak-anak mereka. Putri bungsu mereka, Enrichetta, mengenang,
'Metode' mereka tampaknya berhasil. Tiga dari empat anak mereka menyadari dan menjawab panggilan hidup religius dalam diri mereka masing-masing. Putra sulung mereka, Filippo, menjadi Pastor Tarcisio—seorang imam diosesan. Putra kedua, Cesare, bergabung dengan Ordo Trappist[8] pada tahun 1924—menjadi Pastor Paolino. Pada tahun 1927, Stefania masuk biara Benediktin di Milan; dia dikenal sebagai Suster Maria Cecilia. Enrichetta, yang mereka doakan begitu intens selama masa sulit kehamilan sulit Maria, tidak memilih kehidupan religius sebagai seorang biarawati. Sebaliknya, ia mendedikasikan dirinya untuk merawat orang tuanya di usia tua mereka.[6] Saksi bagi GerejaPastor Paolino mengenang spiritualitas orang tuanya yang 'tumpah' ke anak-anak mereka, "Selalu ada suasana adikodrati, damai, dan bahagia di rumah kami, tapi bukanlah kesalehan yang 'berlebihan'. Tidak peduli apa masalah yang dihadapi, mereka selalu menyelesaikannya dengan mengatakan bahwa hal tersebut harus diajukan ke 'surga'."[6] Seiring dengan tumbuhnya anak-anak mereka, Beato dan Beata Quattrocchi mencurahkan lebih banyak waktu untuk berdoa dan berkontemplasi dalam rumah mereka, menjadi contoh kesalehan bagi semua orang yang mengenal mereka. Dalam bukunya yang berjudul "Radiografi Perkawinan" (Radiografia di un matrimonio) yang diterbitkan pada tahun 1952, Maria menulis:
Akhir hidupLuigi meninggal pada 9 November 1951 karena serangan jantung pada umurnya yang ke 71 di rumah mereka di Via Depretis - Roma.[4][6] Dan Maria menjalani kehidupan sebagai seorang janda selama 14 tahun sepeninggal suaminya. Sungguh suatu penantian yang panjang dimana Maria begitu terluka jiwanya, namun tidaklah hancur, sepeninggal sang suami. Tetapi Maria tidak tinggal diam menanti saja; ia melaluinya dengan banyak berdoa dan memacu dengan kecepatan penuh kegiatan yang telah dimulai sebelumnya saat masih bersama dengan Luigi. Buku terbaik yang ditulis sepanjang hidupnya, "Radiografi Perkawinan", dihasilkan pada masa penantian ini—tahun 1952 dan dicetak kembali tahun 1953.[7] Akhirnya sang istri meninggal dengan tenang selepas pendarasan Doa Angelus siang hari, pada 25 Agustus 1965 saat berumur 81 tahun, dalam pangkuan Enrichetta saat sedang berlibur di daerah pegunungan di Bibbiena - Provinsi Arezzo, di rumah yang dibangun Luigi untuknya—rumah tersebut dinamakan "La Madonnina" (Sang Perawan Maria).[4][7] Keluarga QuattrocchiPasutri Luigi dan Maria mempunyai 4 anak:
Proses kanonisasi
Referensi dan Pranala luarWikimedia Commons memiliki media mengenai Luigi and Maria Beltrame-Quatrocchi.
Catatan
|