Luhu, Huamual, Seram Bagian Barat
Luhu adalah negeri yang berstatus resminya sebagai desa di Kecamatan Huamual, Kabupaten Seram Bagian Barat, Maluku, Indonesia. Di negeri Luhu terdiri dari banyak dusun, yang paling besar dan paling banyak penduduknya se-kecamatan Huamual adalah dusun Limboro yang dihubungkan oleh jalan raya Harmin Mursalim.[1] Kemudian dusun lainnya, yakni dusun Talaga yang dihubungkan oleh jalan raya Abu Ahmad Muhammad Al-Khidhir.[2] MasyarakatBerikut ini beberapa fam-fam (matarumah) yang secara turun-temurun mendiami negeri Luhu. Fam-fam tersebut terbagi menjadi tujuh soa yang diakui sebagai fam asli negeri Luhu.[3]
DemografiPenduduk Luhu merupakan masyarakat Maluku asli Pulau Seram yang secara umum digolongkan sebagai orang Ambon. Semua masyarakat asli Luhu beragama Islam. Islam masuk ke Luhu dan Huamual secara umum melalui hubungan antara Kerajaan Huamual dengan Kesultanan Ternate. Luhu sebagai salah satu negeri tertua di Huamual kemudian menjadi pusat persebaran Islam di Pulau Seram bagian barat serta pesisir utara Pulau Ambon. Masjid utama di Luhu adalah Masjid Jami Luhu yang dahulu bernama Krain Jannah yang didirikan oleh Raja Gimelaha, dengan kepala tukangnya Patihusen Sillou.[4] Selain penduduk asli, di wilayah petuanan Luhu juga menetap masyarakat etnis Buton yang secara turun-temurun telah tinggal di pesisir barat Pulau Seram. Sama halnya dengan penduduk asli Luhu, semua orang Buton beragama Islam. Hubungan sosialGandongLuhu memiliki hubungan gandong dengan negeri Lumoli.[5] PelaNegeri ini mengangkat hubungan pela dengan negeri Abubu, Porto, Itawaka, dan Sila. Hubungan dengan negeri-negeri tetanggaLuhu merupakan negeri yang paling utama di Semenanjung Huamual dan pada zaman dahulu menguasai daerah-daerah yang luas hingga ke Tanjung Sial, yang saat ini merupakan petuanan dari beberapa negeri di Leihitu, seperti Asilulu, Wakasihu, Larike, dan Ureng. Masyarakat negeri Luhu menolak wacana perubahan status Lokki dari desa menjadi negeri, dikarenakan lokasi berdirinya Lokki diklaim sebagai tanah ulayat dari negeri Luhu dan dalam sejarah tidak pernah ada negeri bernama Lokki.[6] Negeri ini juga memiliki hubungan yang panas dengan Iha serta Kulur, walaupun ketiga negeri ini sama-sama beragama Islam. Iha dan Kulur hanya berbeda administrasi saja, tetapi secara adat tampak menyatu dan biasa dikenal sebagai Amaiha-Ulupia, yang didirikan pada abad ke-17 di tanah petuanan negeri Luhu oleh para pengungsi dari Kerajaan Iha di Pulau Saparua yang melarikan diri dari upaya pengkristenan dan penghukuman oleh VOC pasca-kekalahan Kerajaan Iha. Hingga saat ini, masih ada sengketa-sengketa di antara Luhu dengan dua negeri tetangga yang dianggap merampas tanah adat Luhu. Bentrok fisik sudah beberapa kali terjadi, yang terbaru terjadi pada Agustus 2014 yang menewaskan lima warga Luhu dan empat warga Iha.[7] Raja Luhu saat itu, Anita Payapo melaporkan bahwa ada 33 korban luka-luka dari pihak Luhu, 11 di antaranya dirujuk ke RSUD Haulussy di Ambon.[8] Referensi
Bacaan lanjutan
|