Lies Noor
Kehidupan awalLies dilahirkan di Batavia pada tanggal 12 Juli 1933. Dalam sebuah wawancara dengan majalah Varia, dia menyatakan bahwa dia berasal dari sebuah keluarga yang tidak senang kalau dia main film. Ketika masih duduk di bangku sekolah di Jakarta, pada tahun 1952 Lies diminta Basuki Effendy untuk bermain dalam filmnya Pulang. Karena dia beranggapan bahwa dia dapat pensiun setelah bermain dalam satu film, kemudian memperjuangkan kepentingan rakyat seperti idolanya Maria Ulfah Santoso, Lies menerima tawaran tersebut.[2] Pulang disambut dengan baik oleh masyarakat,[2] dan salah satu resensi dalam koran De Nieuwsgier menyatakan bahwa Lies sangat bergiat dan fotojenis.[3] Dengan cepat, Lies menjadi terkenal sebagai pemain film, dan dia kemudian banyak ditawarkan peran dalam film lain.[2] Dia mengambil peran dalam Rentjong dan Surat pada tahun 1953, serta Kopral Djono pada tahun 1954.[4] Dalam tulisan yang dimuat di majalah Film Varia pada bulan Agustus 1954, Haznam Rahman menyatakan bahwa Lies merupakan harapan baru untuk perfilman Indonesia. Dia menyatakan bahwa Lies sudah diterima oleh masyarakat, meskipun filmnya belum banyak, dan berharap kalau Lies akan terus berkarya. Dia juga mengusulkan agar Lies berpindah dari studio Gabungan Artis Film ke studio yang lebih besar seperti Persari atau Perfini.[5] Lies paling produktif pada tahun 1955, ketika dia berperan dalam lima film: Gagal, Peristiwa Didanau Toba, Sampai Berdjumpa Kembali, Ibu dan Putri, dan Oh, Ibuku.[6] Pada pertengahan tahun 1950-an, Lies memperoleh honorarium sebanyak Rp 10.000 untuk film yang diproduksi di Jakarta atau Rp 12.500 untuk film yang diproduksi di luar Ibu Kota.[a] Ketika Lies didekati Honey Motion Pictures untuk filmnya Awan dan Tjemara (1955), dia menolak peran tersebut, sebab honornya—Rp 7,500—dianggap terlalu rendah. Peran itu akhirnya dimainkan oleh pemain baru, Triana.[7] Pada tahun 1956, Lies berangkat ke Hong Kong bersama dengan delegasi Indonesia ke Festival Film Asia Pasifik yang ketiga.[8] Pada tahun yang sama dia bermain dalam tiga film: Melati Sendja, Peristiwa 10 Nopember, dan Rajuan Alam.[9] Film yang terakhir ini memunculkan Lies dan Bambang Hermanto sebagai sepasang suami-istri yang berusaha melawan malaria. Film Rajuan Alam ditayangkan di Tokyo pada tahun 1957 di Festival Film Asia Pasifik yang keempat. Lies dan Bambang menghadiri acara tersebut.[10][11] Lies menikah dengan Firmansjah (yang juga dikenal dengan nama Dick Ninkeula), seorang pegawai Produksi Film Negara yang diperkenalkan Lies sewaktu syuting film Pulang, di pertengahan tahun 1950-an, tidak lama setelah Lies tamat SMA.[12] Setelah pernikahan mereka dikaruniai anak, seorang laki-laki yang dinamai Rio, Rio, Lies mengambil cuti. Pada tahun 1959, dalam sebuah wawancara dengan majalah Varia, dia menjelaskan bahwa dia berencana untuk menjaga Rio hingga anaknya itu sudah cukup besar untuk ditinggal.[12] Lies kembali ke dunia perfilman pada tahun 1960, ketika ia bermain dalam film Pedjuang, yang disutradarai oleh Usmar Ismail. Film ini mengikuti prajurit-prajurit Indonesia pada masa Perang Kemerdekaan.[13] Pada tahun 1961, Lies main dalam filmnya yang penghabisan, Pesan Ibu. Dalam film ini, dia berperan sebagai perempuan muda yang membantu ibunya menafkahi keluarga setelah ayahnya meninggal.[14] Lies meninggal akibat encephalitis di Rumah Sakit Cikini di Jakarta pada tanggal 14 Maret 1961, setelah dirawat selama dua hari.[15] Dia dimakamkan di Taman Pemakaman Umum Karet Bivak pada hari berikutnya.[2] Eulogi mengenai Lies disampaikan oleh beberapa tokoh perfilman, termasuk Djamaluddin Malik, Turino Djunaedy, dan Basuki Effendy. Pemakaman Lies juga dihadiri Chitra Dewi, Sofia Waldy, Bing Slamet, dan Astaman.[2] FilmografiDalam kariernya yang berdurasi sembilan tahun, Lies berperan dalam tiga belas film.[16]
Catatan kaki
Rujukan
Daftar pustaka
Pranala luar
|