Lewoloba, Ile Mandiri, Flores Timur
SejarahSejarah Desa Lewoloba dapat ditelusuri dengan mengetahui keturunan Bapa Lia Nurat dan Ema Hadung Boleng. Keduanya adalah sepasang suami isteri yang melahirkan keturunan-keturunan yang menghuni wilayah adat Baipito. Mereka memiliki 7 orang anak, yakni 5 anak laki-laki dan 2 anak perempuan yaitu:
Belawa Burak merupakan cikal bakal turunan orang-orang Lewoloba. Dari turunan Bapa Belawa Burak dan Ema Nini Daja, sampai dengan Bapa Kebu Doa dan Ema Buku Niron (turunan ke-7) menurunkan 3 orang anak, yakni:
Dari ke-3 anak laki-laki ini, lahirlah 3 suku asli yang berada di Kampung Lemuda. Turunan dari ke-3 Bapak ini kemudian dipimpin oleh Suban Regi Ama dibantu oleh Ua Bala Ama dan Biti Loso Ama membangun dan membentuk Kampung Suban Tupi Wato Dowo Deka Homo dan menjadi Kepala Kampung, Kepala Adat dan Tuan Tanah. Di Kampung Suban Tupi Wato Dowo Deka Homo ini, bergabunglah dua suku dengan ketiga suku yang telah ada. Kedua suku yang bergabung tersebut adalah Suku Doren dan Suku Nuhan. Dari Kampung Suban Tupi Wato Dowo Deka Homo, mereka berpindah ke Desa Lewoloba lama. Desa Lewoloba lama biasa disebut dengan Lewo Wulu Heri Tanah Bala Gopak. Penggunaan nama “Lewoloba” dimulai ketika para tokoh adat berkumpul untuk melaksanaan seremoni adat penentuan nama kampung. Pelaksanaan seremoni adat ini harus disertai dengan penyuguhan sirih pinang. Setelah para pemuka Adat ini memakan sirih pinang, badan mereka menjadi lemas (ngilu), khususnya pada persendian tangan dan kaki mereka. Saat itu juga para pemuka adat sepakat memberikan nama LOBA (dalam bahasa daerah berarti “lemas/ ngilu”) dan LEWO (dalam bahasa daerah berarti “kampung”). Setelah Lewoloba disepakati sebagai nama desa, para pemuka adat kemudian menyampaikannya kepada Pemerintah Belanda sebagai pemerintah yang sah pada saat itu. Pemerintah Belanda pun akhirnya menyetujui pemberian nama tersebut. Dengan adanya persetujuan dari pemerintah Belanda, maka sejak saat itu Lewoloba dijadikan sebagai nama resmi dan terus digunakan hingga saat ini. Alkisah Belawa Burak pernah menjadi panglima dalam sebuah perang di Adonara dan meninggal dalam peperangan tersebut. Dia terbunuh ketika dirinya ditikam dengan sebilah bambu yang tajam. Dengan cara yang magis, jasad Belawa Burak kemudian "menyatu" dengan alam. Darahnya menjadi sumber mata air. Tubuhnya menjadi batu dan pasir. Bambu yang dipakai untuk menikamnya kemudian bertumbuh lebat di daerah tersebut. Pada tahun 2010, dibawah kepemimpinan Kepala Desa Yohanes Lewa Doren, jasad Belawa Burak yang telah berbentuk material alam ini dibawah ke Lewoloba dan disemayamkan dalam sebuah korke (Rumah Adat Lamaholot) melalui suatu acara adat yang meriah. Pada tahun 1979, sebuah bencana besar melanda Larantuka. Lewoloba pun terkena dampak dari banjir ini. Banjir ini menelan sangat banyak korban jiwa dan harta benda. Penduduk Desa Lewoloba akhirnya mencari pemukiman yang baru. Sebagian besarnya berpindah ke bekas kebunnya, dan membangun sebuah pemukiman baru yang saat ini bernama Desa Lewoloba. Sejumlah penduduk Lewoloba berpindah ke Desa Bokang, yang sekarang ini berada di wilayah Kecamatan Lato. Sejumlah kecil penduduk Lewoloba kemudian berpindah ke Balela, Lohayong, Weri, dan beberapa daerah lain di Larantuka. Berikut ini adalah nama-nama Kepala Desa Lewoloba yang pernah memerintah:
Pemerintahan Desa LewolobaStruktur Organisasi Pemerintah Desa Lewoloba
Struktur Organisasi Badan Permusyawaratan Desa (BPD)Struktur Organisasi Lembaga KemasyarakatanPembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK)Rukun Tetangga (RT)Lembaga RT sesuai dasar hukum pembentukan yang ada di Desa Lewoloba berjumlah 8 RT yang tersebar di 4 wilayah Dusun. Berikut ini adalah nama-nama Ketua RT. Keadaan DemografisBerdasarkan pendataan penduduk yang dilakukan pada tahun 2013 jumlah penduduk Desa Lewoloba adalah 1430 jiwa. Berikut ini adalah gambaran tentang penduduk Desa Lewoloba yang diklasifikasi dalam beberapa jenis pengelompokan. Penduduk Berdasarkan Kepala Keluarga (KK)Penduduk Berdasarkan UsiaPenduduk Berdasarkan Jenis KelaminBerdasarkan jenis kelamin, penduduk Desa Lewoloba terdiri atas:
Penduduk Berdasarkan Tingkat PendidikanKeterangan Tambahan: 5 (lima) orang penduduk Desa Lewoloba terindikasi buta huruf. Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian PokokPenduduk Berdasarkan AgamaPenduduk Berdasarkan Cacat Mental dan Cacat FisikPenduduk Berdasarkan Ketersediaan Tenaga KerjaSumber: RPJM Desa Lewoloba 2015-2019 Keadaan GeografisLuas WilayahMenurut Penggunaannya, Luas wilayah Desa Lewoloba secara administratif adalah 680,4 Ha yang terdiri atas:
Batas WilayahDesa Lewoloba berbatasaan dengan:
Orbitasi, Waktu Tempuh, dan Letak DesaUntuk mencapai Desa Lewoloba, perjalanan dapat ditempuh melalui jalur darat (kendaraan roda dua dan kendaraan roda empat) dan jalur laut (perahu layar). Letak Desa Berdasarkan Ketinggian Tempat, Curah Hujan, dan SuhuTopografi atau Bentangan LahanJenis dan Kesuburan Tanah
Sarana dan PrasaranaSarana dan Prasarana TransportasiPrasarana Transportasi Darat di Desa LewolobaSarana Transportasi Darat di Desa Lewoloba
Sarana dan Prasarana Komunikasi
Sarana dan Prasarana Air Bersih dan Sanitasi
Sarana dan Prasarana Pemerintah Desa
Sarana dan Prasarana Badan Permusyawaratan Desa LewolobaBadan Permusyawaratan Desa Lewoloba tidak memiliki Prasarana gedung kantor. Gedung BPD yang digunakan sekarang adalah gedung satu atap dengan gedung kantor desa. Sarana ATK BPD sbb:
Sarana dan Prasarana PeribadatanTerdapat sebuah gereja di Desa Lewoloba bernama Gereja Hati Amat Kudus Tuhan Yesus. Gereja ini bernaung di bawah Paroki St. Yoseph Riangkemie. Sarana dan Prasarana Kesehatan1) Satu unit Puskesmas pembantu dengan pelayanan obat setiap hari. 2) Satu unit Posyandu dengan pelayanan sebulan sekali. Sumber: RPJM Desa Lewoloba 2015-2019 BudayaLewoloba merupakan satu bagian dari rumpun masyarakat adat Lamaholot. Kegiatan adatnya berpusat di sebuah korke, yang berada di tengah kampung. Ada beberapa suku besar yang menetap di Lewoloba, yaitu Lewo Doren, Lewo Nuhan, Mela Hurint, Ama Koten, dan Ama Kelen. Masing-masing suku memiliki perannya sendiri dalam setiap acara adat yang diadakan. Setiap dua tahun sekali diadakan sebuah acara adat perbaikan rumah adat, yaitu Helok Korke. Ritual ini selalu diiringi dengan persembahan hewan kurban sambil diiringi dengan tari-tarian adat seperti Hedung, Sarak Manuk, Soka Roja dan Lian Namang. PendidikanBeberapa lembaga pendidikan dari berbagai tingkat pendidikan diselenggarakan di Lewoloba, antara lain PAUD Lia Nurat, TKK Hadung Boleng, SDK Lewoloba, SMP Negeri 2 Larantuka, dan SMK Lamaholot. Keberadaan sejumlah sekolah di Lewoloba telah menjadikannya sebagai pusat pendidikan dan barometer pendidikan di Kecamatan Ile Mandiri. Sejumlah lembaga pendidikan yang terselenggara di Lewoloba telah menarik minat siswa dari berbagai daerah di Kabupaten Flores Timur. Pendidikan Formal
Pendidikan Non Formal
Keadaan EkonomiSebagian besar penduduk Lewoloba adalah penduduk asli setempat. Perkembangan di sektor pendidikan turut mengubah struktur demografi Lewoloba. Arus pendatang cukup terlihat jelas, di antaranya berasal dari sejumlah tempat di Flotim daratan, Adonara, Lembata, dan Manggarai. Sebagian besar penduduk Lewoloba bermata pencaharian sebagai petani. Jumlah Pegawai Negeri Sipil pun cukup signifikan di desa ini. Sama seperti sebagian besar penduduk Flores Timur, sektor wirausaha tampak tidak berkembang. Hanya ada beberapa sektor swasta yang hidup, yaitu bengkel kayu dan bengkel kendaraan bermotor. Potensi Pertanian/ Perkebunan/ Kehutanan(1) Potensi Pertanian a. Pemilikan lahan pertanian tanaman pangan:
b. Jenis tanaman pangan yang diusahakan oleh masyarakat:
c. Jenis komoditas buah-buahan yang diusahakan oleh masyarakat:
d. Pemasaran hasil tanaman pangan: Sebagian besar hasil tanaman pangan dipergunakan untuk konsumsi sehari-hari dan sebagian kecilnya dijual langsung ke konsumen atau ke pasar tradisional. (2) Potensi Perkebunan a. Kepemilikan lahan perkebunan:
b. Jenis tanaman perkebunan yang diusahakan oleh masyarakat:
c. Pemasaran hasil Tanaman Perkebunan: Hasil tanaman perkebunan biasanya dijual masyarakat di pasar tradisional. Khusus untuk jambu mente, biasanya masyarakat menjualnya kepada tengkulak. (3) Potensi Kehutanan Kepemilikan tanaman kehutanan masyarakat Desa Lewoloba sebagian besar kurang lebih 75% dikuasai oleh pemilik tanah ulayat (Hutan Adat) sedangkan 25% dimiliki oleh penggarap. Ada juga jenis tanaman kehutanan yang dimiliki oleh masyarakat secara perorangan dan secara kelompok (adat), sebagai berikut:
Potensi Peternakan Dan Perikanan(1) Potensi Peternakan a. Hasil Peternakan: Masyarakat Desa Lewoloba pada umumnya memiliki populasi ternak karena didukung dengan ketersediaan tanaman pakan ternak yang ada seperti pisang, lamatoro, gamal, turi, mengkudu hutan, dan lain-lain. Jenis populasi ternak yang dipelihara oleh masyarakat:
b. Pemasaran Hasil Ternak Hasil ternak 40% dijual langsung ke konsumen, 10% untuk konsumsi keluarga, 50% untuk keperluan upacara adat. (2) Potensi Perikanan Masyarakat Desa Lewoloba menyadari bahwa, hidup ini hanya bertani saja sudah cukup, akan tetapi melaut juga merupakan mata pencaharian tambahan untuk menambah pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. Kurang lebih 15% masyarakat Desa Lewoloba yang bermata pencaharian sebagai nelayan dengan menggunakan alat tangkap yang sangat sederhana yaitu, sampan dayung atau jukung. a. Jenis alat produksi budidaya ikan laut yang dimiliki oleh masyarakat:
b. Jenis ikan dan produksi:
c. Pemasaran hasil perikanan Hasil ikan 80% dijual langsung ke konsumen, 20% untuk konsumsi sendiri. Potensi Sumber Daya AirUntuk memenuhi kebutuhan air bersih, masyarakat Desa Lewoloba memanfaatkan air yang bersumber dari mata air pegunungan (Waibelen) yang dikelola desa, dan air yang dikelola PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) dengan pemanfaatan untuk minum dan MCK (Mandi, Cuci, Kakus). PariwisataTeluk Oka yang memiliki garis pantai yang panjang, indah, dan sejuk cukup menarik minat wisatawan lokal untuk berkunjung ke sana. Air terjun Waibelen, yang juga menjadi sumber air bagi penduduk Lewoloba, sangat menarik untuk dikunjungi. Meningkatnya perhatian masyarakat terhadap budaya mulai tumbuh ketika jasad (Kulit Kamak) Belawa Burak didatangkan dari Waiburak, Adonara Barat pada tahun 2008. Bertepatan dengan itu, dibangunlah sebuah Korke / rumah adat Lewoloba sebagai tempat menyemayamkan jasad Belawa Burak. Konstruksi dan arsitekturnya yang rumit dan unik telah menjadikan Lewoloba sebagai alternatif menghabiskan liburan di Kota Larantuka. Pranala luar
|