Leuwiseeng, Panyingkiran, Majalengka
Desa Leuwiseeng adalah desa yang terletak di kecamatan Panyingkiran, Majalengka, Jawa Barat, Indonesia dan telah ada sejak sebelum lahirnya Bangsa Indonesia, dan nama awal dari desa Leuwiseeng adalah Kampung Sumur Sijalatuna. Nama Leuwiseeng diambil dari sebuah Leuwi (pusaran air) diantara kali Cilutung dengan kali Cigowek, Aliran air dari kali Cigowek ini bermuara ke kali Cilutung. Dikarenakan ada satu belokan, maka terjadi suatu pusaran air yang lama kelamaan pusaran ini berbentuk Leuwi yang bentuknya seperti Seeng (dandang untuk memasak Nasi). Dimana bentuknya dari atas agak lebar, dibagian tengah mengecil kemudian membesar di bagian bawah persis seperti Seeng. Nama awal dari Desa Leuwiseeng adalah Kampung Sijalatuna. Leuwi ini ditemukan oleh salah seorang penduduk kampung yang bernama Mbah Buyut Ngabei. Dengan ditemukannya Leuwi yang membentuk Seeng tersebut maka kampung yang dipimpin oleh salah seorang kuwu yang bernama Bapak Wangsa. Setelah diketemukan Leuwi tersebut oleh salah satu orang penduduk kampung yang bernama Embah Ngabei. Berdasarkan temuan itu, Embah Ngabei mengganti nama Kampung Sumur si Jalatuna menjadi Kampung Leuwiseeng Landeuh. Pada awalnya, Kampung Leuwiseeng Landeuh ini menjadi tempat singgah orang-orang yang hendak berdagang menuju ke daerah Dermayu yang sekarang dikenal dengan nama Indramayu. Pada tahun 1901, Pemerintah Belanda membuat bendungan (pintu air) untuk membendung sungai Cilutung di wilayah blok Kamun Kadipaten. Hal ini mengakibatkan Kampung Leuwiseeng Landeuh sering tertimpa banjir dikarenakan lokasinya yang berdekatan dengan kali Cilutung. Akibat adanya Bendungan ini, maka aktivitas warga terhambat karena kali Cilutung tidak bisa lagi dilalui oleh Perahu yang menjadi roda transportasi populer saat itu. Pada saat itu, ada dua terminal tempat persinggahan dagang yaitu di Muara Cilutung dan Muara Cigowek. Akibat dibangunnya Bendungan oleh Pemerintah Belanda ini juga berimbas pada semakin ditinggalkannya daerah Leuwiseeng Landeuh oleh para warga dikarenakan seringnya terjadi banjir. Embah Ngabei bersama Kuwu Wangsa sebagai sesepuh desa memutuskan untuk memindahkan Kampung Leuwiseeng Landeuh ke Leuwiseeng Tonggoh. Kampung Leuwiseeng Tonggoh pada perjalanannya berubah menjadi Leuwiseeng. Akibat pertumbuhan penduduk dan seiring perkembangan zaman Leuwiseeng mengalami pemekaran wilayah menjadi 4 kampung (cantilan). Berikut nama-nama Kampung/Cantilan yang ada di Desa Leuwiseeng: BUNIASIH Kampung Buniasih berasal dari kata buni dan sih. Pada waktu jaman dahulu pada waktu perang ilmu, ada seseorang yang berasal dari daerah buah dua Sumedang. Beliau mengikuti perang ilmu tersebut dan akhirnya mengalami kekalahan sampai beliau meninggal dunia. Tapi dengan pertolongan Allah SWT. maka ada seorang penduduk Desa Leuwiseeng yang merasa asih atau sayang terhadap mayat orang tersebut dan dirawat sebagaimana mestinya, orang yang meninggal dan mayat tersebut dimakamkan dekat gua yang agak tersembunyi. Jadi daerah sekitar gua tersebut dinamakan Buniasih. KEDUNGBUNI Kampung Kedungbuni ini berasal dai kata Kedung dan Buni yang artinya kedung adalah tanah, daerah yang menjolok kebawah dan buni adalah tersembunyi jadi kampung Kedung Buni adalah kampung yang letaknya dibawah dari Leuwiseeng dan kampung Buniasih. Sehingga kalau dilihat dari kejauhan seakan-akan tak terdapat sebuah kampung. DUKUHPARI Kampung Dukuhpari berasal dari kata Dukuh dan Pari. Yang berasal dari bahasa jawa. Dukuh adalah Tempat, Pari adalah Padi. Sedangkan dalam bahasa sunda dinamakan pare. Jadi Dukuhpari itu adalah dulunya tempat penyimpanan padi atau daerah lumbung padi. Berikut daftar Kuwu/Kepala Desa Leuwiseeng dari waktu ke waktu yang tercatat sejak berdirinya Leuwiseeng:
|