Letusan Kelud 2014
Letusan Kelud 2014 adalah rangkaian peristiwa gunung berapi yang terjadi di Gunung Kelud, Jawa Timur, Indonesia. Aktivitas seismik dimulai pada awal Februari 2014, tepatnya pada tanggal 2 Februari 2014, saat statusnya dinaikkan menjadi Waspada[2] yang akhirnya menyebabkan letusan gunung berapi besar pada hari Kamis tanggal 13 Februari 2014 yang melontarkan material vulkanik hingga menutupi hampir seluruh Pulau Jawa. Latar belakangLetusan Kelud 2014 dianggap lebih dahsyat daripada tahun 1990.[3] meskipun hanya berlangsung tidak lebih daripada dua hari dan memakan 4 korban jiwa akibat peristiwa ikutan, bukan akibat langsung letusan.[4] Peningkatan aktivitas sudah dideteksi di akhir tahun 2013.[5] Namun, situasi kembali tenang. Baru kemudian diumumkan peningkatan status dari Normal menjadi Waspada sejak tanggal 2 Februari 2014.[6] Pada 10 Februari 2014, Gunung Kelud dinaikkan statusnya menjadi Siaga dan kemudian pada tanggal 13 Februari pukul 21.15 diumumkan status bahaya tertinggi, Awas (Level IV),[7] sehingga radius 10 km dari puncak harus dikosongkan dari manusia. Hanya dalam waktu kurang dari dua jam, pada pukul 22.50 telah terjadi letusan pertama tipe ledakan (eksplosif). Erupsi tipe eksplosif seperti pada tahun 1990 ini (pada tahun 2007 tipenya efusif, yaitu berupa aliran magma) menyebabkan hujan kerikil yang cukup lebat dirasakan warga di wilayah Kecamatan Ngancar, Kediri, Jawa Timur, lokasi tempat gunung berapi yang terkenal aktif ini berada, bahkan hingga kota Pare, Kediri.[8] Wilayah Kecamatan Wates dijadikan tempat tujuan pengungsian warga yang tinggal dalam radius sampai 10 kilometer dari kubah lava, sesuai rekomendasi dari Pusat Vulkanologi, Mitigasi, dan Bencana Geologi (PVMBG).[9] Suara ledakan dilaporkan terdengar hingga kota Surabaya, Solo dan Yogyakarta ( berjarak 200 km dari pusat letusan),[10] bahkan Purbalingga (lebih kurang 300 km), Jawa Tengah.[11] Dampak berupa abu vulkanik pada tanggal 14 Februari 2014 dini hari dilaporkan warga telah mencapai Kabupaten Ponorogo. Di Yogyakarta, teramati hampir seluruh wilayah tertutup abu vulkanik yang cukup pekat, melebihi abu vulkanik dari Merapi pada tahun 2010. Ketebalan abu vulkanik di kawasan Yogyakarta dan Sleman bahkan diperkirakan lebih dari 2 centimeter.[12] Abu vulkanik juga sampai di wilayah Kabupaten Kebumen esok paginya dengan ketebalan hingga 3 cm. Hujan abu di Kabupaten Kebumen kemudian diikuti dibarengi dengan hujan air sehingga menjadi hujan lumpur.[13] Dampak abu vulkanik juga mengarah ke arah Barat Jawa, dan dilaporkan sudah mencapai Kabupaten Ciamis, Bandung dan beberapa daerah lain di Jawa Barat.[14][15] Di daerah Madiun dan Magetan jarak pandang untuk pengendara kendaraan bermotor atau mobil hanya sekitar 3-5 meter karena turunnya abu vulkanik dari letusan Gunung Kelud tersebut sehingga banyak kendaraan bermotor yang berjalan sangat pelan. Hujan abu dari letusan melumpuhkan Jawa.[16] Tujuh bandara di Yogyakarta, Surakarta, Surabaya, Malang, Semarang, Cilacap dan Bandung, ditutup.[17] kerugian keuangan dari penutupan bandara yang dinilai mencapai miliaran rupiah, termasuk sekitar 2 miliar rupiah di Bandara Internasional Juanda di Surabaya.[18] Kerusakan yang signifikan disebabkan untuk berbagai manufaktur dan industri pertanian. Akibat hujan abu, perusahaan seperti Unilever Indonesia mengalami kesulitan mendistribusikan produk mereka di seluruh daerah yang terdampak. Kebun apel di Batu, Jawa Timur, membukukan kerugian hingga Rp 17,8 miliar, sedangkan industri susu di provinsi ini membukukan kerugian tinggi.[19] Kondisi gunung setelah letusan satu malam tersebut berangsur tenang dan pada tanggal 20 Februari 2014 status aktivitas diturunkan dari Awas menjadi Siaga (level III) oleh PVMBG.[20] Selanjutnya pada tanggal 28 Februari 2014 status kembali turun menjadi Waspada (Level II).[21] Akibat letusan ini, kubah yang menyumbat jalur keluarnya lava hancur dan Kelud memiliki kawah kering.[22][23] Dimungkinkan terbentuk danau kawah kembali setelah beberapa tahun. Pada awal Maret sebagian besar dari 12.304 bangunan hancur atau rusak selama letusan telah diperbaiki, dengan perkiraan biaya sebesar Rp 55 miliar.[24] Lihat pulaReferensi
|