LesbumiLesbumi (Lembaga Seniman Budayawan Muslimin Indonesia)[1] adalah organisasi kebudayaan Nahdlatul Ulama. Lesbumi menghimpun berbagai macam artis: pelukis, bintang film, pemain pentas, dan sastrawan. Lembaga ini juga beranggotakan ulama yang memiliki latar belakang seni cukup baik.
SejarahSejak menarik diri dari partai Masyumi tahun 1952, partai NU terus berupaya memordenisasi dirinya. Di awal penarikan diri, NU telah memiliki bagian-bagian dan badan otonom yang mencerminkan perhatianya pada masalah-masalah tertentu : pendidikan, dakwah, sosial, ekonomi, pertanian, perempuan, pemuda dan buruh. Dalam perkembangan selanjutnya, bagian-bagian dan badan-badan otonom yang ada ditubuh partai NU semakin bertambah seiring meluasnya perhatian pada masalah-masalah lain. Salah satunya adalah Lesbumi (Lembaga Seniman Budayawan Muslimin Indonesia), yang dibentuk pada tahun 1962.[2] Faktor ekstenal yang melingkupi proses kelahiran Lesbumi adalah Pertama, dikeluarkanya manifesto politik pada tahun 1959 oleh presiden Soekarno. Kedua, pengarus-utamaan Nasakom dalam tata kehidupan sosio- budaya dan politik Indonesia pada awal tahun 1960-an, dan Ketiga perkembangan Lekra 1950, organisasi kebudayaan yang sejak akhir tahun 1950-an dan seterusnya semakin menampakkan kedekatan hubungan dengan PKI baik secara kelembagaan maupun idiologis.[3] Pada sisi ini, kelahiran Lesbumi memperlihatkan ‘momen politik’ karena faktor-faktor ekstern yang melingkupi proses kelahiranya.[4] Sementara faktor internal lahirnya Lesbumi dikalangan NU berkaitan dengan momen budaya, yang bertujuan sebuah lembaga kebudayaan yang dapat melestarikan dan memoles seni budaya yang dihidupi warga NU. Ada dua hal penting berupa faktor intern. Pertama, kebutuhan akan pedampingan terhadap kelompok-kelompok seni budaya dilingkungan NU. Kedua, kebutuhan akan modernisasi seni budaya. Implikasi Adanya Kekuatan LekraUsmar Ismail dan Asrul Sani pernah menjabat sebagai ketuanya. Keberadaan Lesbumi merupakan implikasi adanya kekuatan Lekra, organisasi kebudayaan Partai Komunis Indonesia (PKI), yang pada zamannya cukup berpengaruh di bidang kebudayaan. Sebagaimana dalam bidang-bidang lain kegiatan yang dilakukan oleh PKI, di bidang kebudayaan Lekra melakukan salah satu metode komunisme yang sudah terkenal, yaitu meneror orang-orang dan golongan yang dipandangnya tidak sepaham dan tidak dapat diajak bekerja sama. Dalam dunia sastra pun satu per satu sastrawan yang mempunyai paham berbeda dengan Lekra "diserang" dan "dikritik habis", antara lain, Sutan Takdir Alisjahbana dan Hamka (Masyumi) adalah orang-orang yang menjadi sasaran Lekra. Buku-buku mereka dituntut supaya dilarang digunakan, baik di sekolah-sekolah maupun di masyarakat. Hal yang serupa juga dilakukan Lekra terhadap para pengarang penanda tangan Manifes Kebudayaan.[5] Pengarang, seniman, dan budayawan diteror supaya dapat bergabung dengan Lekra. Kalau tidak mau bergabung, mereka akan ditumpas habis. Di satu sisi teror intensif yang dilakukan Lekra itu menyebabkan banyak budayawan, seniman, dan pengarang menggabungkan diri dengan Lekra dengan alasan demi keselamatan. Namun, di sisi lain tidak sedikit seniman, budayawan, dan pengarang yang bertahan memegang prinsip menolak komunisme. Mereka yang tidak sepaham dengan Lekra berusaha menggabungkan diri pada organisasi-organisasi kebudayaan yang bernaung pada partai nasionalis dan agama yang ada pada saat itu. Untuk mengikuti jejak PKI dengan Lekranya, partai-partai yang ada membentuk organisasi kebudayaan. Ketika desakan Lekra begitu kuat, NU pun melalui Asrul Sani dan Usmar Ismail mendirikan oganisasi kebudayaan dengan nama Lesbumi (Lembaga Seniman dan Budayawan Muslim Indonesia) yang dibentuk tahun 1954.[5] Sebagai organisasi kebudayaan yang berinduk pada partai (agama), kedudukan Lesbumi sejajar dengan Lekra, tetapi dalam hal penerbitan Lesbumi sangat terbatas dan tidak mampu menyaingi Lekra yang memiliki jaringan luas. Terbitan Lesbumi terbatas pada ruang kebudayaan yang menumpang pada surat kabar partai NU dengan nama Duta Masyarakat. Duduk sebagai dewan redaksi pada "Muara" itu, antara lain, adalah H.M. Jusa Biran dan Asrul Sani. Ruang kebudayaan "Muara" tidak berumur panjang. Demikian pula sesudah masa terjadinya Gestapu, Lesbumi sempat menerbitkan majalah kebudayaan bulanan Gelanggang dengan pimpinan Asrul Sani, tetapi hanya terbit tiga nomor. Sementara itu, karya dalam bentuk buku tidak satu pun diterbitkan oleh Lesbumi.[5] Tiga Tokoh Pendiri LesbumiAda tiga tokoh pendiri Lesbumi yaitu 1. H. Djamaluddin MalikH. Djamaluddin Malik lahir di kota Padang dari keturunan Sultan Paharuyung (ayahnya) pada tanggal 13 Pebruari 1917. Ia adalah ayah dari Camelia Malik yakni artis Indonesia yang piawai dalam dunia musik dan film pada tahun 1980an. Sejak kecil sampai dengan wafatnya, ia menetap di Jakarta. Persinggungannya dengan partai NU terlihat dari awal kedekatanya dengan Kiai Wahid Hasyim, Kiai Wahab Hasbullah, Saifudin Zuhri, dan Idham Chalid. Kiai Wahid Hasyim mengatakan bahwa Djamaludin adalah “seorang yang ada pengaruhnya dalam penggerak dan anggota teras NU. Kehadiran Djamaludin dilingkungan NU sangat dirasakan oleh keluarga Nahdliyin, sebagai partai muda NU membutuhkan tenaga-tengah muda dan terampil. Pada saat ia bersama-sama dengan Usmar Ismail dan Asru Sani memprakarsai dibentuknya lembaga kebudayaan yang diberi nama Lesbumi. Djamaludin pun menjadi ketua umum Lesbumi pada periode di mana tahap-tahap perintisan sedang dimulai, dengan demikina ia menjadi perantara seniman-budayawan bebas dengan kalangan Nahdliyin.[6] Djamaludin juga menduduki ketua III di PBNU pada muktamar ke-21 di Medan 1956, dan terpilih lagi pada Muktamar ke 24 di Bandung pada tahun, 1967.[7] Kiai Wahid Hasyim memberikan kesan bahwa Djamaudin adalah "seorang yang periang dan selalu tersenyum". Kesan yang sama juga diutarakan Saefudin Zuhri. 2. Usmar IsmailUsmar Ismail lahir di Bukittinggi pada 20 Maret 1921 dari pasangan Datuk Tumenggung Ismail, guru Sekolah Kedokteran di Padang, dan Siti Fatimah. Karena dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang taat beribadah, Usmar sudah pandai mengaji pada usia tujuh tahun. Tokoh angkatan 45 Asrul Sani memberikan penilaian kepada Umar bahwa dia adalah seorang “nasionalis religius”. Pandangan yang sama juga diungkapkan Michael Kaden dengan mengatakan bahwa karya- karya Usmar tidak lepas dari tiga pesan penting : nasionalisme, humanisme, dan keyakinan kepada tuhan.[8] Sehubungan dengan pandangan Usmar yang jiwa “nasionalis-religius” ditunjukan pada saat peristiwa AMPAI pada agustus 1946. Lesbumi menunjukan sikap berbeda dari Lekra yang- tanpa bermusyawarah lebih dahulu memilih aksi boikot terhadap AMPAI.[9] Kehadiran Lesbumi, dengan demikian melanjutkan usaha Usmar untuk membatasi kuota-kuota film dari Amerika. Sikap Usmar memilih “nasionalis-religius” dalam mempresentasikan sikap moderat Lesbumi, tidak ke kanan, tidak ke kiri. Pada tanggal 17 Agustus 1962 Usmar menerima Anugerah Seni dari Pemerintah Indonesia “Widjaja Kusuma”. Dan bergabung dengan Lesbumi Nahdlatul Ulama.[10] Dalam kepengurusan Lesbumi ini Usmar menduduki pucuk pimpinan yang menjabat Wakil Ketua I. Dan mengantarkan nama besarnya telah berkibar di jagad perfilman nasional. Pertemuannya dengan Lesbumi mengantarkan Usmar pada pengangkatanya sebagai anggota DPR-GR/MPRS pada tahun 1966-1969 melauli partai NU.[11] 3. Asrul SaniAsrul Sani lahir di Rao, Sumatera Barat, 10 Juni 1926 adalah seorang sastrawan dan sutradara film ternama asal Indonesia. Asrul Sani merupakan anak bungsu dari tiga orang bersaudara. Ayahnya, Sultan Marah Sani Syair Alamsyah Yang Dipertuan Padang Nunang Rao Mapat Tunggul Mapat Cacang, merupakan kepala adat Minangkabau di daerahnya. Ibunya Nuraini binti Itam Nasution, adalah seorang keturunan Mandailing. Abangnya Chairil Basri menjadi Perwira tinggi TNI, dan kakak perempuan Nurhasanah.[12] Meski sejak awal Djamaludin Malik memimpin dan menjabat Ketua Umum Lesbumi, tidak diragukan lagi bahwa pemberi bentuk dan konseptor Lesbumi adalah Asrul Sani (1927-2004) berusia paling muda diantara kedua rekanya, disamping Usmar Ismail (1921-1971), Djamaludin Malik (1917-1970). Dalam kepengurusan pucuk pimpinan Lesbumi, Asrul menjabat Wakil Ketua II. Keaktifanya di Lesbumi mengantarken Asrul menjadi anggota DPR-GR/MPRS tahun 1966 sebagai wakil seniman Lesbumi. Asrul adalah konseptor utama Lesbumi. Ia sering memberi masukan-masukan dan semangat-semangat mengenai kebudayaan dalam Islam.[13] Pengurus Pertama LesbumiSUSUNAN PENGURUS P.P LESBUMI [14]
ANGGOTA-ANGGOTA :
PEMBANTU-PEMBANTU :
PENASEHAT AKTIF :
CHUSUS PENTJAK SILAT :
PELINDUNG : Saptawikrama LesbumiDalam menghadapi tantangan global, Lesbumi memiliki 7 Strategi Kebudayaan yang disebut Saptawikrama Lesbumi NU:[15]
Catatan Kaki
|