Legiun MangkunegaranLegiun Mangkunegaran adalah korps angkatan bersenjata Kadipaten Mangkunegaran yang dibentuk dan dibangun pada zaman Mangkunegara II bertakhta. Dibangun dengan pendanaan yang diperoleh dari Kerajaan Belanda dan muncul sebagai korps militer yang menampung bekas Pasukan Pasukan perang Pangeran Sambernyawa. PendirianLegiun Mangkunegaran merupakan kesatuan militer khusus yang dimiliki oleh Mangkunegaran. Pembentukan satuan militer ini dipengaruhi oleh keadaan pada masa itu, di mana Perang Napoleon tengah meletus di Eropa antara Perancis dan negara bawahannya melawan Inggris, Rusia, Prusia, Austria, dan Kekaisaran Romawi Suci. Perang berskala besar ini tidak hanya meletus di Eropa saja tetapi juga melebar hingga ke kawasan Afrika Utara dan Kepulauan Hindia, salah satunya adalah Hindia Belanda.[1] Hindia Belanda pada awalnya merupakan wilayah kekuasaan milik VOC yang kemudian diserahkan kepada pemerintahan Belanda sebagai pembayaran hutang milik VOC. Ketika Belanda jatuh ke tangan Perancis, Hindia Belanda secara tidak langsung juga berada di bawah pemerintahan Perancis. Melihat Hindia Belanda yang mulai diperintah oleh loyalis Perancis maka pemerintahan Inggris di kawasan India mulai merencanakan usaha untuk menginvasi Hindia Belanda terutama Jawa agar kekuatan pendukung Perancis di sana bisa dilumpuhkan sehingga mampu mengamankan posisi Inggris di kawasan Malaya dan India.[1] Mengetahui rencana ini, Napoleon Bonaparte mulai memberikan perintah untuk mempertahankan Hindia Belanda, khususnya Jawa, dari seragan Inggris dengan mengirim Herman Willem Daendels. Herman Willem Daendels melakukan berbagai macam upaya dalam mempertahankan Jawa, seperti mendirikan instalasi perang (benteng, barak, gudang amunisi, dan lain sebagainya) serta membangun sebuah jalan penghubung antar kota di pesisir utara Jawa. Selain mendirikan berbagai instalasi dan sarana pertahanan, Daendels juga melakukan upaya pengumpulan pasukan bantuan dari kerajaan-kerajaan kecil di Jawa, salah satunya adalah Mangkunegaran. Kepada Praja Mangkunegaran, Daendels kemudian menetapkan pembentukan sebuah satuan militer setingkat legiun, yang kemudian dikenal sebagai Legiun Mangkunegaran, pada tanggal 29 Juli 1808 dan menetapkan Mangkunegara II sebagai pimpinan dari satuan militer tersebut. Meskipun Legiun Mangkunegaran terdiri dari prajurit pribumi, tetapi mereka diatur dan dipersenjatai sesuai dengan prajurit dari Eropa sehingga membuat Legiun Mangkunegaran menjadi kesatuan militer paling modern pertama di kawasan Asia pada awal abad ke-19, jauh sebelum modernisasi militer Siam dan Jepang yang terjadi puluhan tahun ke depan.[1] Struktur OrganisasiPada awalnya memiliki 2 perwira senior dengan pangkat mayor, 4 perwira letnan ajudan, 9 perwira kapitein, 8 perwira letnan tua, 8 perwira letnan muda, 32 sersan bintara, 62 tamtama kopral, 900 flankier, 200 dragonder (dragoon), dan 50 steffel (total 185 perwira dan 1150 prajurit). Seragam yang dipergunakan adalah; topi syako dan jas hitam pendek untuk bintara dan prajurit. Topi syako untuk perwira, kemudian jas hitam, dan celana putih (KOMPAS, 4 Oktober 2010). Dari riwayat perjalanan legiun, Pasukan militer dari Mangkunegaran semula berjumlah sebelas pasukan;
Setelah perjanjian Salatiga 17 Maret 1757, pasukan yang berjumlah sebelas ini kemudian ditambah lagi tiga puluh enam pasukan yang terdiri dari;
KekuatanLegiun Mangkunegaran merupakan suatu kesatuan militer terbaik/termodern di Nusantara pada zamannya, artinya dalam kurun waktu yang sezaman kekuatan militer kerajaan kerajaan Nusantara ini tidak ada yang mampu menandingi kemoderenannya dalam satuan militer. Pembangunan kekuatan militer kerajaan secara periodik mencapai pasang surut sesuai dengan zamannya;
Untuk membentuk dan membangun militer yang modern dan tangguh pada zamannya dijalankan bentuk-bentuk pencapaian sebagai berikut:
Operasi MiliterKiprah Legiun Mangkunegaran dimulai sejak invasi Inggris ke Jawa. Legiun Mangkunegaran ikut dalam sebuah operasi militer untuk mempertahankan Semarang dan Klaten dari serangan Inggris.[1] Setelah kekuasaan Belanda berakhir, pada masa pendudukan Inggris di bawah kepemimpinan Raffles, Legiun Mangkunegaran dipercaya untuk menjaga ketertiban di Jawa yang pada masa itu berada pada kondisi yang tidak stabil. Legiun Mangkunegaran terlibat dalam penyerbuan Keraton Yogyakarta pada 19-20 Juni 1812. Atas jasanya dalam membantu Inggris, Mangkunegaran mendapatkan hadia berupa tanah seluas 1.000 cacah dari Raffles.[1] Kekuasaan Inggris tak berlangsung lama dan kembali diserahkan kepada Belanda melalui Konvensi London 1816. Legiun Mangkunegaran dijadikan sebagai bagian dari KNIL yang dibentuk oleh Gubernur Jenderal Van den Bosch. Selama berada di bawah pemerintahan kolonial Hindia Belanda, Legiun Mangkunegaran juga dilibatkan dalam berbagai macam operasi militer, seperti penumpasan bajak laut di Bangka (1819– 1820), Perang Jawa (1825–1830), dan Perang Aceh II (1873). Selama dalam naungan pemerintah kolonial Hindia Belanda, Legiun Mangkunegaran memiliki dua peranan, yaitu sebagai unit cadangan bagi KNIL dan sebagai alat propaganda bahwa Mangkunegaran memiliki angkatan bersenjata yang kuat dan akan bertindak cepat untuk menghentikan berbagai upaya perlawanan terhadap Mangkunegaran.[1] PembubaranMangkunegaran yang tanpa pasukan lagi kemudian diakui oleh Jepang sebagai Mangkunegaran Koochi dengan Adipati yang sedang bertahta sebagai Mangkunegara Koo. Sampai pada zaman kemerdekaan dan paska kemerdekaan Republik Indonesia, Mangkunegaran yang semula merupakan kekuatan militer andalan, para anggotanya kemudian bergabung ke dalam laskar laskar yang kemudian membentuk institusi cikal bakalnya Tentara Nasional Indonesia. ReferensiBacaan lanjutan
|