Lateri, Teluk Ambon Baguala, Ambon
Lateri atau Inabala Amalatu merupakan sebuah kelurahan yang terletak di Teluk dalam Amboina. Berbatasan di bagian utara dengan negeri Passo; selatan dengan negeri Halong; timur dengan negeri Hutumuri; dan barat dengan perairan teluk Ambon. Secara administratif, Lateri terletak di Kecamatan Teluk Ambon Baguala, Kota Ambon, Maluku, Indonesia.[1] Lateri dahulu merupakan sebuah wilayah petuanan (teun) negeri Halong yang dikenal sebagai dusun Lateri, yang telah dihuni oleh para datuk-datuk yang datang dari Nusa Ina dan Kepulauan Lease pada sekitar abad ke-16. Selanjutnya pada sekitar abad ke-19 atas diberlakukannya Peraturan Dati oleh pemerintah Hindia Belanda, orang kaya Tupenelay diangkat menjadi raja negeri Halong (Regen van Halong), dan sebagian besar tanah di dusun tersebut diberikan kepada penduduk Lateri sehingga kemudian dibentuklah sebuah wilayah aglomerasi kependudukan yang independen dari negeri Halong.[2] SejarahLateri secara etimologi berarti 'tana rata' dalam bahasa Hitu, yang diperkirakan telah didiami sejak abad ke-16 oleh para leluhur yang bermigrasi dari Nusa Ina dan kepulauan lainnya di Lease. Wilayah yang didiami oleh orang-orang burger ini merupakan wilayah kekuasaan negeri Halong yang didominasi oleh vegetasi pohon sagu atau pepohonan rumbia (Metroxylon) yang cukup lebat. Dengan posisi geografi yang cukup aman serta bentangan tanah yang cukup landai, masyarakat yang datang tersebut mendirikan pemukiman sepanjang jalan yang berada dipesisir teluk Ambon. Hal ini dikonfirmasi oleh tulisan sejarah yang dimuat dalam buku Latupati pulau Ambon bahwa datuk-datuk Lateri datang dari pulau ibu (Nusa ina) dengan pakatora (rakit) dengan layar daun kelapa, singgah di "Lataeri" (sekarang Lateri) yang dalam bahasa Hitu yang berarti Tanah Datar pada tahun 1514.[2] Era KolonialPada era Portugis masuk ke Maluku pada abad ke-15, Portugis singgah di pulau ambon melalui negeri Hitu, kemudian ke Hunuth-durian patah, selnajutnya berlayar menyeberang teluk hingga tiba di tanjung Lateri batu-batu. Selanjutnya mulai dari abad ke-15 sampai abad ke-16, para leluhur yang tinggal di Lateri masih belum betul-betul diatur di bawah administrasi pemerintah negeri Halong. Dengan kata lain, tidak ada pamarentah atau kepala kampung yang diangkat untuk mengatur kebutuhan penduduk Lateri saat itu. Kemudian pada abad ke-17, ketika penduduk Halong telah menerima ajaran Kristen yang dibawa oleh para misionaris Belanda pada tahun 1629, penduduk dusun Lateri dan dusun Latta yang berada di bawah petuanan negeri Halong tersebut mulai diatur oleh pamarentah Alfonso Tupenelay yang saat itu bergelar orang kaya. Selanjutnya pada tahun 1814 setelah dikeluarkannya Peraturan Dati Hindia Belanda, hena/aman (kampung) diatur dan dikendalikan oleh pemerintah secara struktural. Hal ini tidak lain adalah upaya Belanda dalam melakukan monopoli perdagangan rampah-rempah di Ambon. Dengan demikian, setiap negeri adat diberi gelar raja (regen) dan dusun-dusun di bawah petuanannya dikepalai oleh kepala kampung (wijkmester). Sehingga wilayah Lateri mulai dimekarkan dari pantai pasir putih sampai ke Mata-Passo dengan status kepemilikan sebagai Tanah Eigendom. Tanah eigendom/eigendom verponding sendiri merupakan hak kepemilikan yang mutlak atas sebidang tanah yang diberikan oleh pemerintah Belanda melalui hukum dati.[3] Sesudah penduduk Lateri memiliki tanah-tanah tersebut, maka Raja Halong memberikan tugas kepada seorang yang dipercaya dari rakyat Lateri untuk menjadi kepala kampung atau wijkmester, maka penulis telah ingat wijkmester yang pertama adalah Bapak Anakotta. Beliaulah yang membangun gedung Gereja Lahai Roi tua dan sebuah sekolah (Overheidsschool) yang mulai dibangun pada tahun 1850 dan yang diresmikan pada tahun 1875 di Lateri Batu-Batu. Nama beliau tertulis pada batu prasasti bangunan tersebut beserta dengan nama pendeta Fredi Kant, Tuan Joseph Kamp.[2] WijkmesterDengan terpisahnya wilayah ini dari negeri Halong, dusun lateri kemudian dipimpin oleh Kepala Kampung (Wijkmester) yang dipilih melalui kesepakatan musyawarah masyarakat Lateri sejak akhir abad ke-19 dan berjalan hingga sekitar tahun 1970an, Kepala Kampung resmi diganti dengan Lurah seiring diubahnya status administrasi Lateri menjadi kelurahan. Referensi
Pranala luar |