Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara

Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) adalah daftar seluruh harta kekayaan Penyelenggara Negara yang dituangkan di dalam formulir LHKPN yang ditetapkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). LHKPN tidak hanya mencakup harta seorang penyelenggara negara, tetapi juga keluarga inti seperti pasangan dan anak yang masih menjadi tanggungan.[1]

Sejarah

Sejarah singkat tentang lahirnya LHKPN berawal pada masa pemerintahan BJ Habibie. Dalam rangka mengatasi masalah korupsi, presiden mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 81 tahun 1999. Dalam keputusan itu dibahas tentang pembentukan Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN). KPKPN merupakan lembaga independen yang berfungsi mencegah praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme dalam penyelenggaraan negara.[2]

Namun sejak Presiden Megawati Soekarno Putri mendirikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 pada 2002, KPKPN kemudian dibubarkan. Sejak itu KPKPN menjadi bagian dari bidang pencegahan KPK dan lahirlah LHKPN.[3][4]

Dasar Hukum

LHKPN memiliki dasar hukum sehingga penyelenggara negara wajib melaporkan LHKPN mereka. Pertama adalah Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang bersih dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme. Dasar hukum lainnya adalah Undang-undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nomor: KEP.07/KPK/02/2005 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pemeriksaan dan Pengumuman Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara.[1][4]

Atas dasar hukum-dasar hukum tersebut, setiap Penyelenggara Negara wajib untuk bersedia diperiksa kekayaannya, baik sebelum menjabat, selama menjabat atau bahkan setelah menjabat. Penyelenggara negara juga wajib melaporkan harta kekayaannya pada saat pertama kali menjabat, mutasi, promosi, pensiun dan juga wajib dalam menginformasikan harta kekayaan.[4]

Wajib Lapor LHKPN

Pada pelaporan LHKPN, terdapat individu-individu yang dikenakan wajib lapor LHKPN. Siapa saja yang masuk dalam wajib lapor LHKPN ini ditentukan berdasarkan Undang-undang serta Inpres dan surat edaran Menteri Pertahanan.

Berdasarkan pasal 2 UU No. 28 tahun 1999, penyelenggara negara yang wajib lapor LHKPN adalah Pejabat Negara pada Lembaga Tertinggi Negara, Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara, Menteri, Gubernur dan Hakim. Selain itu pejabat negara yang sesuai dengan ketentuan peraturan dan perundangan yang berlaku dan pejabat yang memiliki fungsi strategis seperti direksi, komisaris, pejabat struktural pada Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah, Pimpinan Bank Indonesia, Pimpinan Perguruan Tinggi, Pejabat Eselon I, jaksa, penyidik, panitera pengadilan bahkan hingga bendaharawan proyek juga dikategorikan sebagai pihak yang wajib lapor LHKPN.

Sementara itu menurut pasal Inpres No. 5 tahun 2004 dan Surat Edaran Menpan Nomor: SE/03/M.PAN/01/2005 tentang LHKPN, individu yang wajib lapor LHKPN adalah Pejabat Eselon II dan pejabat lain yang disamakan di lingkungan instansi pemerintah atau lembaga negara, kepala kantor di lingkungan Departemen Keuangan, Pemeriksa Bea dan Cukai, Pemeriksa Pajak, Auditor, Pejabat yang mengeluarkan perijinan, pejabat atau kepala unit pelayanan masyarakat dan pejabat pembuat regulasi.[1][4]

Aplikasi LHKPN

Guna menyukseskan pelaporan LHKPN, Komisi Pemberantasan Korupsi melalui Anti-corruption Clearing House meluncurkan aplikasi LHKPN. Aplikasi LHKPN adalah aplikasi yang memuat berbagai kumpulan dokumen tentang pelaporan harta kekayaan penyelenggara negara yang telah diverifikasi oleh KPK dalam bentuk Tambahan Berita Negara (TBN). Aplikasi ini dapat diakses secara daring (dalam jaringan) oleh siapa saja dengan tujuan agar terciptanya transparansi publik. Melalui aplikasi ini, masyarakat juga dapat mengetahui perkembangan kekayaan para penyelenggara negara. Tujuan lainnya adalah sebagai kontrol dan salah satu mekanisme untuk menilai kejujuran dan integritas penyelenggara negara. Alhasil, jika ada di antara masyarakat yang mendapatkan ketidakcocokan antara data pelaporan yang termuat di aplikasi dengan apa yang terjadi di lapangan, mereka dapat melaporkannya melalui Pengaduan Masyarakat KPK atau kontak layanan LHKPN.[5]

Referensi

  1. ^ a b c Tim SPORA (2015). Pengantar Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Jakarta: Direktorat Dikyanmas Kedeputian Bidang Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi. 
  2. ^ "UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA". sipuu.setkab.go.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-10-27. Diakses tanggal 2017-10-27. 
  3. ^ "Mengingat Kembali Kelahiran KPK". Sindonews.com. Diakses tanggal 2017-10-27. 
  4. ^ a b c d "Mengenai LHKPN - Komisi Pemberantasan Korupsi". www.kpk.go.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-10-14. Diakses tanggal 2017-10-17. 
  5. ^ "Aplikasi LHKPN". acch.kpk.go.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-11-04. Diakses tanggal 2017-10-17. 
Kembali kehalaman sebelumnya