Kronologi Baru menurut David Rohl (bahasa Inggris: New Chronology (Rohl)) adalah suatu alternatif kronologi sejarah kawasan Timur Dekat yang dikembangkan oleh pakar Mesir kuno (Egyptolog) David Rohl dan kawan-kawan[1][2] dimulai dari penerbitan A Test of Time: The Bible - from Myth to History ("Ujian Waktu: Alkitab - dari Mitos menjadi Sejarah") pada tahun 1995. Kronologi ini mengusulkan revisi besar bagi kronologi yang sudah ada, terutama mengubah penetapan tahun-tahun pemerintahan raja-raja dari Dinasti ke-19 Mesir sampai Dinasti ke-25 Mesir, dan memajukan 300 tahun. Rohl menyimpulkan bahwa Kronologi Baru ini memudahkan identifikasi sejumlah karakter dalam Alkitab Ibrani dan Perjanjian Lama di AlkitabKristen dengan penemuan arkeologi. Kronologi ini masih dipertentangkan.[3]
Bantahan atas landasan
Dalam karya-karyanya, A Test of Time (1995), Legend (1998), The Lost Testament (2002), dan The Lords of Avaris (2007) David Rohl mengajukan perubahan-perubahan interpretasi tahun-tahun sejarah Mesir kuno.
Rohl mendasarinya berdasarkan kritikan atas 3 dari 4 argumen yang menurutnya merupakan landasan asli dari kronologi konvensional Mesir kuno:
Identifikasi "Sisak [atau Shishak], Raja Mesir" (Kitab 1 Raja-raja (terutama 1 Raja–raja 14:25 dan seterusnya); Kitab 2 Tawarikh (terutama 2 Tawarikh 12:2–9) dengan Shoshenq I, yang mula-mula diusulkan oleh Jean-François Champollion, adalah hasil dari kesimpulan yang salah. Rohl berpendapat bahwa Sisak seharusnya diidentifikasi sebagai Ramesses II (yang kemungkinan dieja Riamashisha), jadi memajukan masa pemerintahan Ramesses sekitar 300 tahun (dari abad ke-12 SM ke abad ke-9 SM).
Catatan Papirus Ebers mengenai terbitnya bintang Sirius (dikenal sebagai siklus Sothik) pada tahun ke-9 pemerintahan Amenhotep I, biasanya digunakan dalam kronologi konvensional untuk menetapkan tahun 1542 SM atau 1517 SM, telah disalah artikan, dan seharusnya dipahami sebagai bukti perubahan penanggalan Mesir. Pandangan negatif ini ditunjukkan dalam pernyataan oleh Profesor Jürgen von Beckerath yang berpendapat bahwa "Kalender di bagian belakang Papirus Kedokteran Ebers sekarang sangat dipertentangkan sehingga kita harus bertanya apakah ini merupakan dasar kuat untuk kronologi sejarah Mesir, yang kemudian penting untuk menentukan urutan peristiwa sejarah, termasuk bagi negara-negara di sekitarnya".[4] Profesor Wolfgang Helck menyimpulkan "Dengan demikian kami berpikir lebih aman untuk memulai dari tahun-tahun pemerintahan daripada penafsiran tanggal-tanggal bulan muda atau terbitnya bintang Sirius yang meragukan".[5]
Papyrus Leiden I.350, yang menuliskan pada tahun ke-52 pemerintahan Ramesses II terjadinya penampakan bulan, dan ditafsirkan pada tahun-tahun 1278, 1253, 1228 atau 1203 SM dalam kronologi konvensional. Setelah meragukan nilai Papirus Ebers, Rohl berargumen bahwa karena siklus bulan itu berulang setiap 25 tahun, maka tahun-tahun itu pun dapat diterapkan 300 tahun kemudian seperti yang digunakan dalam Kronologi Baru.
Menurut Rohl, landasan ke-4 yang tidak terbantahkan adalah direbutnya kota Thebes oleh raja AsyurAsyurbanipal pada tahun 664 SM, yang merupakan tanggal penentu paling tua dalam sejarah Mesir.
Bukti-bukti pendukung
Rohl mendasari perubahan kronologinya dari penafsiran penemuan-penemuan serta catatan-catatan riwayat keturunan Mesir, misalnya:
Tidak ada catatan penguburan lembu Apis pada catatan sejarah di Lesser Vaults, Saqqara,untuk Dinasti ke-21 Mesir dan awal Dinasti ke-22 Mesir. Hal ini menunjukkan kedua dinasti tersebut sebenarnya bersamaan waktunya, yang didukung dari urutan penguburan kembali mumi dari firaun-firaun Kerajaan Baru pada Royal Cache (TT 320). Rohl mendapatkan konfirmasi skenario dinasti paralel ini dari tempat pemakaman raja di Tanis dimana tampak bahwa makam Osorkon II dari Dinasti ke-22 Mesir dibangun sebelum Psusennes I dari Dinasti ke-21 Mesir. Dalam pandangan Rohl hal ini hanya dapat dijelaskan jika kedua dinasti itu bersamaan waktunya.
Rohl berpendapat bahwa inskripsi yang memuat tiga daftar silsilah bukan-raja, jika satu generasi dianggap selama 20-23 tahun, akan menunjukkan bahwa Ramesses II mengalami kejayaan pada abad ke-10 SM sebagaimana yang diusulkan oleh Rohl. Dalam kronologi konvensional, ketiga silsilah itu akan kehilangan 7 generasi. Rohl juga mengutarakan bahwa tidak ada silsilah yang mendukung penanggalan konvensional bahwa Ramesses II hidup pada abad ke-13 SM.
Salah satu metode Rohl adalah menggunakan archaeo-astronomy ("astronomi-purba"), yang dipakainya untuk menetapkan tanggal gerhana matahari pada waktu hampir terbenam dalam zaman pemerintahan Amenhotep IV dan terlihat dari kota Ugarit. Berdasarkan perhitungan komputer astronomi, Rohl menyatakan bahwa satu-satunya waktu yang memungkinkan terjadinya gerhana ini dalam seluruh milenium ke-2 SM adalah tanggal 9 Mei 1012 SM. Ini kira-kira 350 tahun kemudian daripada penanggalan konvensional Amenhotep IV (Akhenaton) (1353-1334 SM).
Penanggalan Rohl untuk Amenemhat III dari Dinasti ke-12 Mesir pada abad ke-17 SM mendapat dukungan dari astronom David Lappin yang menemukan kecocokan urutan 37 dari 39 panjang bulan lunar sesuai catatan kontrak-kontrak Dinasti ke-12. Kronologi konvensional hanya menemukan kecocokan paling banyak 21. Menurut Lappin, pola ini memberikan dukungan "yang mengejutkan" bagi kronologi Rohl.[6]
Sisak
Kebanyakan Egyptolog menerima Sisak sebagai nama lain dari Shoshenq I.[7][8][9] Rohl menyangkal bahwa aktivitas militer Shoshenq cocok dengan kisah Alkitab Sisak berdasarkan perbedaan penyerangan kedua raja tersebut dan Yerusalem tidak muncul dalam inskripsi Shoshenq tentang kota-kota yang ditaklukkan.[10] Rohl juga menunjukkan bahwa Ramesses pernah menyerang Israel dan ia menggunakan kependekan nama resminya dalam penggunaan di Palestina.[11] Nama itu adalah "Sysw", di mana aksara Ibrani awal tidak membedakan S dan SH, sehingga nama Alkitabnya mungkin asalnya "Sysq". Rohl juga berpendapat bahwa akhiran qoph merupakan kesalahan baca dari aksara kuno waw yang pada abad ke-10 SM mirip dengan aksara abad ke-7 SM untuk qoph. Sehingga Sysq pada abad ke-7 merupakan pembacaan yang salah dari Sysw pada abad ke-10.[12]
Teori bahwa Ramesses II (hypocoristicon 'Sysa'), bukannya Shoshenq I, adalah raja Sisak belum diterima secara umum.[13] Sebaliknya, ada sejumlah pakar (Bimson, Hornung, Furlong, dan lain-lain) yang mempertanyakan ketergantungan kronologi Mesir hanya pada satu identifikasi yaitu Shoshenq dengan Sisak. Rohl berpendapat berdasarkan metodologi, bahwa kronologi internal Mesir dari Periode Tengah Ketiga seharusnya tidak tergantung dari penanggalan Alkitab untuk menetapkan dasar penanggalan Dinasti ke-22.
Perlu dicatat pula bahwa satu pakar, Kevin Wilson, hanya setuju sebagian dengan David Rohl. Wilson menerima bahwa ada ketidakcocokan antara ukiran kemenangan Shoshenq I dan gambaran Alkitab tentang raja Sisak. Namun, ia tidak menganggap cukup penting untuk meragukan identifikasi Shoshenq I dengan raja Sisak dalam Alkitab. Wilson menulis tentang inskripsi Shoshenq, "Berlawanan dengan studi sebelumnya, yang menafsirkan ukiran ini sebagai perayaan penyerangannya di Palestina, ukiran kemenangan ini maupun bagian-bagiannya tidak dapat digunakan sebagai sumber data sejarah untuk penyerangan itu. … ukiran kemenangan ini sayangnya tidak mempunyai peranan dalam rekonstruksi penyerangan Shoshenq."[14]
Namun, pandangan Wilson tidak didukung oleh Kenneth Kitchen yang menyatakan: "Bahwa daftar topografi agung Shoshenq I di Karnak adalah dokumen yang mempunyai nilai sejarah sangat tinggi dan kisah penyerangannya melawan Yehuda dan Israel sekarang sudah ditetapkan melampaui perdebatan, sebagai hasil pekerjaan-pekerjaan yang diberikan oleh sejumlah pakar bagi daftar itu. Namun, komposisi dan interpretasi dari daftar itu masih membutuhkan pemeriksaan dan penjelasan lebih lanjut".[15] Para pakar utama yang mempelajari ukiran itu menunjukkan bahwa daftar itu memang unik dan bukanlah salinan penyerangan sebelumnya oleh firaun yang lebih terkenal.[16][17][18][19] Keasliannya ini membuatnya lebih merupakan pencatatan sebenarnya kota-kota dan lokasi-lokasi yang ditaklukkan di bawah kekuasaan Mesir hasil aktivitas militer Shoshenq I.
Dr. Pierce Furlong membantah penolakan Kitchen mengenai kurangnya kesesuaian sejarah antara penyerangan Shoshenq dan Sisak yang dikemukakan oleh baik Rohl dan Dr John Bimson:
Kitchen menolak diskrepansi (perbedaan) yang nyata antara daftar penyerangan Shoshenq I dan aktivitas Sisak sebagaimana tertulis di Alkitab sebagai ‘frivolous and exaggerated’ (tidak masuk akal dan dibesar-besarkan). … ia berpendapat bahwa karena daftar topografi Shoshenq tidak lengkap, Yerusalem (dan mungkin setiap kota-kota berbenteng penting di Yudea) hilang dalam bagian yang rusak. Namun, perhatian yang diberikan oleh banyak pakar pada fakta bahwa tak satupun kota di dataran tinggi Yudea yang muncul dalam daftar Karnak mengindikasikan bahwa hal ini tidak lah frivolous atau exaggerated.[20]
Implikasi Kronologi Baru
Implikasi revisi kronologi ini adalah kompleks dan meluas, karena mempengaruhi studi Perjanjian Lama, arkeologi Mesopotamia, Yunani, Anatolia dan sejarah klasik.
Implikasi untuk Mesir dan tetangganya
Perubahan tahun pemerintahan Ramesses II sampai tiga abad kemudian mengubah tahun Perang Kadesh dan sejarah Kerajaan Het (atau Hitit), yang juga menyebabkan perubahan kronologi Kerajaan Asyur sebelum tahun 911 SM. Karena penelitian kronologi Hitit tergantung kepada kronologi Mesir,[21] berkurangnya tahun dalam sejarah Mesir menyebabkan penetapan tahun yang lebih maju dari akhir Kerajaan Hitit Baru dan ini mengurangi bahkan menghilangkan "tahun-tahun gelap" Anatolia (yaitu tahun-tahun tanpa catatan sejarah sama sekali).[22]
Selama periode Amarna, terdapat persamaan kronologi Mesir dan Asyur melalui surat-menyurat antara firaun Akhenaten dan raja Ashuruballit. Dalam kronologi konvensional, Ashuruballit ini dianggap adalah Ashuruballit I dari awal periode Asyur Tengah, sedangkan Kronologi Baru mengusulkan adanya raja Ashuruballit "II" yang sebelumnya tidak dikenal. Bernard Newgrosh mendukung hipotesis ini karena Ashuruballit yang menulis surat-surat Amarna memberikan nama ayah yang berbeda dengan Ashuruballit I dalam daftar raja-raja Asyur, serta latar belakang sejarah dari catatan tahunan (annal) periode Asyur Tengah berbeda dengan informasi yang didapat dari surat-surat Amarna.[23] Mengingat sinkronisme Ashuruballit I dengan Akhenaten menjadi titik penting untuk penentuan tahun sejarah Mesir dan Mesopotamia, hal ini menjadi area kunci yang penting untuk diskusi.[24]
Implikasi untuk Perjanjian Lama
Kronologi Baru menolak identifikasi Shoshenq I dengan Sisak di Alkitab,[25] dan mengajukan Ramesses II (juga dikenal dengan nama panggilan "Sysa") sebagai tokoh yang dikisahkan sebagai Sisak.
Rohl juga mengidentifikasi Labaya, pemimpin daerah di Kanaan yang aktivitasnya ditulis dalam surat-surat Amarna, dengan raja Saul, serta raja Daud dengan Dadua ("Tadua"), dalam surat-surat yang sama (EA256). Saul dan Labaya bernasib sama - "keduanya mati dalam perang - melawan koalisi kota-kota dari daerah pantai (yaitu Filistin) - di dekat gunung Gilboa, keduanya akibat pengkhianatan."[6] Kedua orang itu juga meninggalkan putra yang namanya dapat diartikan sebagai "pengikut Baal." (lihat Isyboset bin Saul).
Kronologi Baru menempatkan raja Salomo di akhir Zaman Perunggu Akhir yang makmur, bukan di Zaman Besi Awal yang miskin sebagaimana di kronologi konvensional. Rohl dan rekan-rekannya yakin ini lebih cocok dengan gambaran kekayaan Salomo di Alkitab.[6]
Lagi pula, Rohl memindahkan masa tinggal orang Israel di Mesir, keluarnya dan perebutan tanah Kanaan dari akhir Zaman Perunggu Akhir ke bagian akhir Zaman Perunggu Tengah (dari Dinasti ke-19 Mesir ke Dinasti ke-13 Mesir dan periode Hyksos period). Hal ini memecahkan banyak persoalan yang berhubungan dengan kisah Alkitab. Penemuan arkeologi dari Tell ed-Daba (Avaris kuno), di bagian timur delta sungai Nil, menunjukkan populasi besar orang-orang berbahasa Semitik pada masa Dinasti ke-13. Orang-orang ini secara budaya mirip dengan populasi Kanaan pada zaman Perunggu Tengah (Middle-Bronze-Age atau MB IIA). Rohl mengidentifikasi orang-orang Semitik ini sebagai orang-orang Israel yang tinggal di Mesir dan kemudian pindah ke Kanaan.
Di akhir Zaman Perunggu Tengah (Middle Bronze Age atau MB IIB) arkeologi menemukan bekas-bekas kehancuran kota-kota yang oleh John Bimson dan Rohl diyakini berhubungan dengan kota-kota yang dihancurkan oleh suku-suku Israel di Kanaan menurut catatan Kitab Yosua.[26] Yang lebih penting, kota berbenteng kuat Yerikho dihancurkan dan ditinggalkan pada masa ini. Sebaliknya, kota Yerikho tidak ada pada akhir Zaman Perunggu Akhir, yang membuat William Dever menyimpulkan bahwa, “Yosua menghancurkan kota yang sama sekali tidak berdiri di sana”.[27] Rohl menunjukkan bahwa ketidak cocokan bukti arkeologi Zaman Perunggu Akhir dengan kisah Alkitab menyebabkan pandangan skeptik terhadap kebenaran Alkitab sebelum periode Kerajaan yang Terpecah. Ia memberi contoh Profesor arkeologi Israel, Ze'ev Herzog, yang menyebabkan kegemparan di Israel dan luar negeri ketika menyatakan mewakili perasaan rekan-rekan sejawatnya bahwa “tidak pernah terjadi Exodus (keluarnya bangsa Israel) dari Mesir, tidak ada penyerangan oleh Yosua dan bahwa orang Israel tumbuh perlahan-lahan dari orang-orang asli Kanaan,"[28] mengambil kesimpulan bahwa Perbudakan di Mesir, Pengembaraan ke Kanaan dan Perebutan tanah Kanaan adalah “sebuah sejarah yang tidak pernah terjadi.”[28] Dengan Kronologi Baru yang memindahkan perkiraan tahun terjadinya Exodus dan Conquest (penyerangan tanah Kanaan) ke Zaman Perunggu Tengah, menghilangkan alasan utama munculnya pandangan skeptik terhadap Alkitab.
Identifikasi dalam Kronologi Baru
Tokoh
Rohl membuat identifikasi:
Nebkaure Khety IV (Firaun ke-16 dari Dinasti ke-10) dengan firaun pada zaman Abraham.
Akhis atau Achish, raja Gat di 1 Samuel 21, 1 Samuel 27, 1 Samuel 28, 1 Samuel 29 dalam Alkitab Ibrani, dengan Šuwardata, raja Gat dalam surat Amarna. Akhis diyakini adalah kependekan dari nama Hurria Akishimige, "diberikan oleh Dewa Matahari." Shuwardata adalah nama bahasa Indo-Eropa yang berarti "diberikan oleh Dewa Matahari".
Mutbaal, penulis surat, dengan Isybaal (atau Isyboset). Kedua nama ini artinya tepat sama: "Pengikut Baal". Setelah kematian ayahnya (Labaya/Saul), Mutbaal/Isybaal memindahkan ibu kota kerajaannya ke bagian timur sungai Yordan.
"Putra-putra Labaya," dalam surat Amarna (EA 250), dengan Mutbaal/Isybaal dan Dadua/Daud, yang adalah menantu Labaya/Saul.
Benemina, juga disebutkan dalam EA256, dengan Baanah, kepala suku Israel dalam 2 Samuel 4, yang kemudian mengkhianati dan membunuh Isyboset.
Yishuya, juga disebutkan dalam EA256, dengan Isai (Ishai dalam bahasa Ibrani, ayah Daud).
Ayab, nama seorang bawahan dalam EA 256, dengan Yoab (Ibrani: "Yo'ab").
Lupakku ("orang Pakku"), panglima tentara Aram dalam surat Amarna, dengan Shobakh ("Dia dari Pakku"), panglima tentara Aram di Alkitab.
Horemheb adalah firaun yang menghancurkan Gezer dan kemudian memberikannya kepada Salomo, bersama dengan seorang putrinya untuk menjadi istri Salomo. Waktu Horemhab merebut Gezer ia belum menjadi raja, tetapi berkuasa di bawah Tutankhamun. Kemudian, karena Tutankhamun mati muda dan tidak mempunyai putri yang cukup tua untuk dinikahkan, Horembeb menjadi firaun.
Lokasi kota kuno Sodom adalah "sekitar 100 meter di bawah permukaan Laut Mati," beberapa kilometer di tenggara En-Gedi.[31]
Orang-orang Amalek yang dikalahkan oleh raja Saul bukanlah yang tinggal di dataran Negev dan/atau Sinai, melainkan cabang utara suku ini, "di wilayah suku Efraim, di dataran tinggi Amalek" - atau, terjemahan alternatifnya "di tanah Efraim, di pegunungan orang Amalek" (Hakim–hakim 12:15). Ini didukung dengan laporan bahwa, segera setelah menghancurkan orang Amalek, "Saul pergi ke gunung Karmel dan mendirikan monumen" (1 Samuel 15:12). Begitu Saul dipisahkan dari tanah Negev dan Sinai, "Kerajaan Saul yang digambarkan di Alkitab tepat sama wilayahnya dengan yang dikuasai oleh Labaya menurut surat-surat el-Amarna."[32]
Revisi Kronologi Firaun oleh Rohl
Penanggalan yang diusulkan oleh Rohl untuk para raja Mesir, semua tahun adalah Sebelum Masehi (SM) (NC=New Chronology/"Kronologi Baru", OC=Orthodox/conventional Chronology; "Kronologi Konvensional"):
Van der Veen, Peter (2004). Biblische Archäologie Am Scheideweg?: Für und Wider einer Neudatierung archäologischer Epochen im alttestamentlichen Palästina. Holzgerlingen, Germany: Haenssler-Verlag GmbH. ISBN978-3-7751-3851-2.Parameter |coauthor= yang tidak diketahui mengabaikan (|author= yang disarankan) (bantuan)
Rohl, David (2007). The Lords of Avaris: Uncovering the Legendary Origins of Western Civilisation. London: Century. ISBN0-7126-7762-3.
Newgrosh, Bernard (2007). Chronology at the Crossroads: The Late Bronze Age in Western Asia. Leicester: Troubador Publishing. ISBN978-1-906221-62-1.
^Rohl, David (2009). From Eden to Exile. USA. hlm. 2.
^Bennett, Chris (1996). "Temporal Fugues". Journal of Ancient and Medieval Studies. XIII. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-07-16. Diakses tanggal 2012-12-03.
^Becherath, J. von, in Helk, W. (ed.) Abstracts for the 'High, Middle or Low? International Colloquium on Chronology held at Schloss Haindorf (1990), p. 5
^Helck, W. in Helk, W. (ed.) Abstracts for the 'High, Middle or Low? International Colloquium on Chronology held at Schloss Haindorf (1990), p. 21
^Aharoni, Y. (1966). The Land of the Bible. hlm. 283–90.
^P. J. Furlong: Aspects of Ancient Near Eastern Chronology (c. 1600–700 BC), Gorgias Dissertations 46 (Gorgias Press, 2010), ISBN 978-1-60724-127-0, p. 16.