Krabuku ingkat
Cephalopachus bancanus, krabuku ingkat, mentilin, atau pelilean[2] merupakan salah satu spesies krabuku. Primata endemik Sumatra dan Kalimantan, Indonesia ini berdasarkan keputusan menteri dalam negeri (Kepmendagri) nomor 522.53-958/2010 ditetapkan sebagai fauna identitas provinsi Bangka Belitung.[3] Cephalopachus bancanus dalam bahasa Inggris sering disebut sebagai Horsfield’s Tarsier atau Western Tarsier. PertelaanCephalopachus bancanus mempunyai ciri-ciri dan perilaku seperti jenis-jenis tarsius lainnya. Panjang tubuhnya sekitar 12–15 cm dengan berat tubuh sekitar 128 gram (jantan) dan 117 gram (betina). Bulu tubuh mentilin berwarna cokelat kemerahan hingga abu-abu kecokelatan.[4] Yang unik dari hewan ini adalah memiliki mata bulat yang berdiameter 16 milimeter.[5] Fakta unik yang dimiliki mentilin adalah mata bulatnya tersebut tidak dapat melirik, untuk melihat ke kanan atau ke kiri mentilin bisa memutar kepalanya hingga 180 derajat. Kaki belakangnya dapat dikatakan lebih panjang, panjang kaki mentilin dua kali dari panjang tubuhnya, untuk melakukan perpindahan dari pohon ke pohon. Selain berkaki panjang, mentilin juga memiliki ekor yang panjang 18–22 cm, bahkan lebih panjang dari tubuhnya.[4] Rumus gigi tarsius adalah 2:1:3:3 pada rahang atas dan 1:1:3:3 pada rahang bawah.[6] Spesies ini memiliki dua cakar perawatan (untuk mengambil parasit di bulu dan kulit mati) di setiap kaki. Jari-jarinya sangat panjang dan memiliki bantalan di ujungnya. Jari-jari kaki memiliki kuku yang rata kecuali jari kaki kedua dan ketiga di kaki belakang, yang memiliki kuku seperti cakar.[7] PersebaranCephalopachus bancanus dapat ditemukan di bagian Selatan Sumatra, Borneo, dan pulau-pulau terdekat.[7] Subspesies Borneo, C. b. borneanus, dikenal dari banyak situs dataran rendah di Sabah, Brunei, Sarawak, dan Kalimantan Barat serta di atas ketinggian 900 m (3.000 ft) di Pegunungan Kelabit di Utara Sarawak. Catatan lain menunjukkan keberadaannya di Kutai dan Peleben di Kalimantan Timur serta Tanjung Maruwe di Kalimantan Tengah.[7] Spesies ini dapat hidup baik di hutan hutan primer maupun hutan sekunder, dan juga ditemukan di hutan-hutan di sepanjang pantai atau di tepi perkebunan.[8] SubspesiesTerdapat empat subspesies Cephalopachus bancanus, yaitu:[9]
Perilaku dan EkologiMentilin adalah spesies nokturnal. Saat siang hari, ia tidur sendirian di antara rangkaian liana atau tanaman merambat pada ketinggian 35 hingga 5 meter (115 hingga 16 ft).[10] Spesies ini lebih suka tidur, istirahat, atau tetap diam di posisi tidur dengan sudut 5 derajat dari batang pohon yang vertikal, dengan diameter 1 hingga 4 cm (0,39 hingga 1,57 in),[8] dan tidur sendirian.[11] Sebelum matahari terbenam, mentilin akan bangun dan menunggu selama 10 hingga 20 menit sebelum bergerak di lapisan bawah pohon dan menghabiskan 1,5 hingga 2 jam malam untuk mencari makanan.[12] Mentilin dapat ditemukan dari permukaan tanah hingga ketinggian 7 m (23 ft) atau lebih di lapisan bawah pohon.[7] Spesies ini bersifat karnivora. Makanan utamanya adalah serangga seperti kumbang, belalang, belalang kerik (katydid), kecoa, kupu-kupu, ngengat, belalang sembah, semut, phasmatid, dan tonggeret (cicada),[12] tetapi juga akan memangsa vertebrata kecil seperti kelelawar (Chiroptera) termasuk Kubar (anggota genus Taphozous), kelelawar buah hidung pendek kecil (Cynopterus brachyotis), dan kelelawar buah bersayap bercorak (Balionycteris maculata),[12] serta ular, di mana ular berbisa ditemukan sebagai mangsa. Sebagai contoh, ular berbisa Maticora intestinalis ditemukan sebagai buruan spesies ini.[12] Spesies ini juga ditemukan memangsa burung, termasuk: pijantung (spiderhunter), warbler, cekakak (kingfisher), dan paok (pitta).[12] Mencari mangsa dilakukan terutama dengan mendengar dan menangkap mangsa dengan tangan ketika mencari makan.[12] Mangsa dibunuh dengan gigitan di bagian belakang leher[12] dan mata tertutup saat menyerang.[13] Spesies ini akan mengonsumsi mangsa dimulai dari kepala dan merambat ke bawah tubuh.[12] Mentilin mendapatkan air baik dengan minum dari kolam atau sungai, maupun menjilat tetesan dari daun bambu atau dari batang pohon ketika air mengalir turun kulit kayu.[14] Krabuku Ingkat, seperti semua tarsier, adalah hewan penggantung vertikal yang terkenal dengan kemampuan melompatnya yang luar biasa. Individu ini biasanya menopang dirinya dengan kaki, dan ekor memberikan cukup gaya untuk menahan individu tanpa harus menggunakan tangan secara aktif karena adanya bantalan pada kaki. Kecuali saat istirahat, tangan biasanya ditempatkan tidak lebih tinggi dari hidung. Tangan hanya ditempatkan lebih tinggi untuk mempertahankan posisi individu tersebut. Mode pergerakan lain yang digunakan oleh spesies ini termasuk memanjat, berjalan secara kuadripedal, melompat, dan menggantungkan diri. Krabuku Ingkat bersifat monogami, dengan frekuensi kopulasi selama estrus sebanyak satu kali per malam. Persetubuhan dilakukan dengan panggilan seru yang dilakukan oleh pejantan, dengan mengeluarkan 2–3 cicit sambil membuka dan menutup mulut. Panggilan ini terjadi dalam waktu 5 menit setelah melihat betina. Setelah pejantan memberikan panggilan kawin, jika betina merespons, dia akan melakukan tampilan genital kepadanya.[15] Jika betina tidak sedang estrus, dia akan mengeluarkan panggilan agonistik, yang sering diikuti oleh gigitan dan mendorong pejantan menjauh. Panggilan dari kedua jenis kelamin berlangsung rata-rata selama 1 detik, dan interval antara panggilan rata-rata 3 detik. Bayi lahir dengan mata terbuka dan bulu yang lengkap, serta dapat merawat diri sendiri.[16] Induk akan membawa bayinya di mulutnya, dan saat mencari makan, induk akan meletakkan bayi di cabang.[17] Suara bayi sebagian besar berupa klik: "k", "tk", "ki", atau "kooih" yang cepat[18] dan dapat terdengar saat bayi ditinggalkan atau merasa dingin.[18] Induk tetap berkomunikasi dengan bayinya menggunakan panggilan berfrekuensi tinggi. Ditemukan bahwa bayi pertama kali menggunakan ekor sebagai penopang saat istirahat pada usia 7–10 hari.[16] Para remaja meninggalkan wilayah mereka saat mencapai pubertas dan mencari wilayahnya sendiri.[16] Perawatan sosial pada spesies ini hanya terjadi antara induk dan bayinya,[19] dengan membersihkan kulit mati dan parasit dengan menggaruk menggunakan cakar jari kaki dan menjilat bulu mereka, menghindari area wajah. Wajah dibersihkan dengan menggosok pada ranting untuk memperkuat ikatan sosial.[19] Krabuku Ingkat menandai wilayahnya dengan bau dari urin dan sekresi kelenjar pada substrat sambil menggaruk permukaan dengan cakar jari kaki belakang. Terancam PunahKarena adanya deforestasi di kepulauan Bangka yang dapat dikatakan sejak tahun 1700, dimulai dengan pembukaan lahan untuk tambang timah, kemudian tahun 1995 ada pembukaan lahan untuk sawit dan kebun lada,[3] maka kini mentilin diklasifikasikan sebagai hewan terancam punah berdasarkan Permen LHK nomor P.106/2018,[5] dan juga pada Peraturan Pemerintah nomor 7 tahun 1999.[4] Menurut lembaga konservasi dunia [IUCN] juga memasukkan spesies Tarsius bancanus dalam status rentan/Vulnerable/VU. Menurut lembaga perdagangan international CITES mentilin termasuk dalam Apendiks II yang berarti terancam punah.[4] Referensi
|