Korea di bawah kekuasaan Yuan
Korea di bawah kekuasaan Yuan mengacu kepada kekuasaan Kekaisaran Mongol, khususnya Dinasti Yuan yang dikuasai Mongol, terhadap Semenanjung Korea dari sekitar tahun 1270 hingga 1356.[1] Setelah invasi Mongol ke Korea dan tunduknya Dinasti Goryeo Korea pada abad ke-13, Goryeo menjadi sebuah negara vasal semi otonom dan sekutu wajib Dinasti Yuan selama sekitar 80 tahun. Keturunan penguasa Goryeo diizinkan untuk memerintah Korea sebagai vasal Yuan, yang membentuk Provinsi Zhengdong (secara harfiah "Penaklukan Timur") di Korea. Anggota keluarga kerajaan Goryeo dibawa ke Beijing, dan biasanya menikah dengan pasangan dari wangsa kekaisaran Yuan. Akibatnya, para pangeran yang menjadi raja Goryeo selama periode ini secara efektif adalah menantu laki-laki kekaisaran (khuregen). Penguasaan Yuan berakhir pada tahun 1350-an ketika Dinasti Yuan sendiri mulai runtuh dan Raja Gongmin dari Goryeo mulai mendesak mundur garnisun Mongol. SejarahKekaisaran Mongol melancarkan beberapa invasi terhadap Korea di bawah Goryeo dari tahun 1231 hingga 1259. Ada enam kampanye militer utama yakni tahun 1231, 1232, 1235, 1238, 1247, 1253; antara tahun 1253 dan 1258, pasukan Mongol di bawah jenderal Möngke Khan, Jalairtai Qorchi melancarkan empat invasi yang menghancurkan dalam kampanye militer sukses terakhir terhadap Korea, dengan korban jiwa sipil yang sangat besar di seluruh Semenanjung Korea. Pasukan Mongol mencaplok wilayah utara Semenanjung Korea setelah invasi tersebut dan memasukkannya dalam kekaisaran mereka dengan nama Prefektur Ssangseong (雙城摠管府) dan Prefektur Dongnyeong (東寧府).[2] Pada Maret 1258, diktator Choe Ui dari rezim militer Goryeo dibunuh oleh Kim Jun, mengakhiri kediktatoran militer Choe di Korea; setelah ini, para cendekiawan yang bersikeras untuk melakukan perdamaian dengan Mongolia memperoleh kekuasaan. Pihak ini mengirim utusan ke Mongol, dan sebuah perjanjian damai dijalin antara Kekaisaran Mongol dan Goryeo, yang bagiannya menetapkan bahwa Korea menerima status negara vasal di bawah Kekaisaran Mongol. Beberapa pejabat militer yang menolak untuk menyerah melancarkan Pemberontakan Sambyeolcho dan melakukan perlawanan di pulau-pulau di lepas pantai selatan Semenanjung Korea.[3] Begitu perjanjian itu ditandatangani dan negara vasal didirikan, perkawinan silang antara orang Korea dan Mongol dianjurkan oleh Kekaisaran Mongol.[4] Setelah kematian Wonjong pada tahun 1274, penerusnya Chungnyeol dari Goryeo menerima putri Kubilai, Qutlugh-Kelmish sebagai istri, dan masa pemerintahannya memulai Mongolisasi besar-besaran terhadap istana Korea yang berlanjut hingga pertengahan abad ke-14. Di atas kertas, protokol resmi untuk Korea adalah sebuah kerajaan bawahan, dan para penguasa Korea bertahan lama di istana Yuan Mongol, baik sebelum dan sesudah penobatan mereka.[5] Lihat juga
Referensi
|