Konsili Trento

Konsili Trento
Waktu1545–1563
Diakui olehGereja Katolik Roma
Konsili sebelumnya
Konsili Lateran V
Konsili berikutnya
Konsili Vatikan I
PenyelenggaraPaus Paulus III
Pemimpin
Jumlah peserta
sekitar 255 orang saat sesi akhir
Pokok bahasan
Dokumen dan keputusan
Tujuh belas keputusan dogmatis yang meliputi aspek-aspek agama Katolik yang baru belakangan disengketakan
Daftar kronologis Konsili Ekumene
Pertemuan Konsili Trento di Gereja Santa Maria Maggiore, Trento.
(Pelukisnya tidak diketahui; dilukis pada akhir abad ke-17.)

Konsili Trento atau Konsili Trente adalah salah satu konsili oikumenis Gereja Katolik Roma ke-19. Dianggap sebagai salah satu konsili paling penting Gereja, konsili ini diadakan di Trento, Italia, selama tiga periode antara tanggal 13 Desember 1545 dan tanggal 4 Desember 1563, sebagai jawaban terhadap gerakan Reformasi Protestan (Kontra-Reformasi).[1] Konsili ini memperinci doktrin Katolik mengenai Penyelamatan Jiwa, Sakramen Suci, dan Kanon-kanon Kitab Suci, menjawab semua bantahan pihak Protestan. Konsili ini mempercayakan kepada Sri Paus penyempurnaan beberapa bagian dari hasil kerjanya. Hasilnya, pada tahun 1556 Paus Pius V menerbitkan Buku Katekisme Roma, menerbitkan Buku Doa-doa Harian Resmi Gereja (Liturgia Horarum) yang disempurnakan pada tahun 1568, dan menerbitkan Buku Misa (Missale Romanum) yang disempurnakan pada tahun 1570 (sehingga menyebabkan apa yang dikenal saat ini sebagai Misa Tridentine --- nama yang berasal dari nama kota Tridentum). Hasil lainnya juga adalah diterbitkannya edisi penyempurnaan Kitab Suci berbahasa Latin (Versio Vulgata) oleh Paus Klemens VIII pada tahun 1592.

Sejarah

Charles V, Kaisar Kekaisaran Romawi Suci menyokong diadakannya sebuah konsili, namun para Paus pada umumnya enggan melakukannya. Francis I dari Prancis juga menyebabkan berbagai kesulitan untuk mengadakan hal ini. Konsili ini pada mulanya ditangguhkan dan kadang-kadang ditunda oleh karena penentangan dari pihak para paus dan pemberontakan melawan sang kaisar. Paus Paulus III akhirnya memerintahkan diadakannya konsili pada tahun 1537 di Mantua, yang dihalang-halangi oleh Prancis, dan pada tahun 1538 di Vicenza, yang tidak mendapatkan dukungan dari sang kaisar. Pertemuan di Trent pada tahun 1542 akhirnya membuahkan hasil pada tahun 1545, dan konsili ini bertemu selama tiga periode: tahun 1545-1547, 1551-1552, dan 1562-1563, dengan penundaan pertama akibat sebuah epidemi penyakit di Trento dan yang kedua akibat pemberontakan melawan sang kaisar dan penentangan pribadi Paus Paulus IV.[2]

Konsili Trento Tahun 1545-1547

Konsili ini adalah reaksi awal gereja katolik (secara ekumenis) terhadap gerakan reformasi. Para Paus pada periode ini memperlihatkan sikap penolakan terhadap acakan Paus untuk melaksanakan konsili ini. Ada ketakutan bahwa para Paus akan disudutkan dalam konsili ini. Di bawah desakan Paulus III, konsili ini akhirnya dilaksanakan pada tanggal 13 Desember 1545. Konsili ini dihadiri oleh 25 orang Uskup, 5 pemimpin umum tarekat religius, dan tidak ada seorang pun dari kalangan Protestan.[2]

Konsili Trento Tahun 1551-1552

Salah satu peristiwa menarik dalam konsili ini adalah penolakan para konsiliaris terhadap intervensi Karel V. Campur tangan Karel V dinilai akan menghambat perbincangan dokrtrinal yang akan dirumuskan untuk melawan para pengikut Protestan.

Konsili Trento tahun 1562-1563

Konsili ketiga ini menjadi usaha terakhir untuk mengadakan rekonsiliasi antara katolik dan Protestan. Usaha ini sendiri gagal sehingga protestan dan katolik terus berkonflik. Konsili ini bahkan ada di bawah ancaman perang dari pihak protestan. Karel V yang sedianya menjamin keaman konsili ditangkap oleh pihak protestan. Situasi ini membuat para Paus yang sedang bersidang menghentikan konsili dan meninggalkan Trento.

Konsili Trento adalah perwujudan cita-cita gerakan Kontra-Reformasi yang paling mengagumkan. Setelah itu, gereja katolik membutuhkan waktu 300 tahun lagi mengadakan Konsili Ekumenis berikutnya.

Rumusan mengenai hubungan Alkitab dengan Tradisi

Semangat sola scriptura ("kitab suci saja") yang disuarakan oleh para reformis Protestan secara tidak langsung menggugat aspek "tradisi" yang sangat menonjol dalam Gereja Katolik. Menanggapi gugatan ini, Konsili Trento mengeluarkan rumusan yang secara tegas menekankan pentingnya tradisi dengan menyatakan bahwa:[1]

"Kebenaran dan kaidah ini terkandung di dalam kitab-kitab yang tertulis serta tradisi yang tidak tertulis...[Konsili] menerima dan menghargai semua Kitab Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru dengan kesetiaan dan kehormatan yang sama...bersama-sama dengan semua tradisi tersebut."

Pengaruh Konsili Trento terhadap Perkembangan Musik Gereja

Konsili Trento juga membahas masalah dalam musik gereja. Ada dua masalah mendasar yang dibahas. Yang pertama, sifat duniawi dianggap telah menodai musik gereja, termasuk misa-misa yang berdasarkan cantus firmus sekuler, misa parodi berdasarkan chanson, dan polifoni kompleks. Itu semua membuat pelafalan teks dalam musik gereja tidak terdengar jelas. Masalah yang kedua adalah ucapan kata-kata yang kurang jelas, pemakaian alat-alat keras dalam gereja, kesembronoan, dan sikap dari para penyanyi koor.[3]

Hasil terakhir Konsili Trento tentang musik gereja adalah ”segala hal yang bersifat tidak sempurna atau menimbulkan nafsu birahi[butuh klarifikasi] harus dicegah supaya Rumah Allah menjadi benar-benar disebut rumah doa”. Pemakaian polifoni dan teknik parodi dengan musik sekuler dalam misa secara khusus tidak dilarang. Hal ini disebabkan karena Palestrina[siapa?] (komponis paling agung diseluruh dunia) berhasil memperlihatkan musik polifonik dalam enam suara yang tidak mengganggu kehikmatan ibadah dan teksnya tetap terdengar jelas.[3]

Efek dari Konsili Trento dalam hal musik gerejawi adalah, menjadikan gaya musik Roma sebagai contoh gaya musik gerejawi “ sebagaimana mestinya” yang disimpulkan sebagai berikut:

  • Melodi yang melengkung secara halus.
  • Ritme yang teratur, dengan pola-pola yang tidak banyak berubah sepanjang lagu.
  • Kontrapung yang lebih sederhana dari norma-norma yang ada pada awal abad ke-16.
  • Gubahan homofonik sering dipakai.
  • Sifat dan suasana hikmat, yang terkandung dalam musiknya.

Referensi

  1. ^ a b David L. Baker. 1996. satu Alkitab Dua Perjanjian: Suatu Studi tentang Hubungan Teologis antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 40-41>
  2. ^ a b Eddy Kristiyanto. 2004. Reformasi dari Dalam: sejarah Gereja Zaman Modern. Yogyakarta: Kanisius. 104-114.>
  3. ^ a b McNeill, Rhoderick J. Sejarah Musik: Musik Awal Sejak Masa Yunani Kuno Sampai Akhir Masa Barok. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 1998.

Pranala luar

Kembali kehalaman sebelumnya