Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa 2015
Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa 2015, disebut juga dengan COP 21 atau CMP 21, telah diadakan di Paris sejak 30 November sampai 12 Desember 2015.[1] Konferensi ini merupakan konferensi tahunan ke 21 anggota UNFCCC sejak UNFCCC berdiri pada tahun 1992, dan konferensi ke 11 sejak Konferensi Protokol Kyoto 1997.[2] Konferensi ini menghasilkan Persetujuan Paris yang diadopsi secara aklamasi oleh negara anggota.[3] Persetujuan ini akan mengikat secara hukum jika setidaknya 55 negara yang mewakili 55 persen emisi gas rumah kaca global tahunan meratifikasi Persetujuan Paris atau mendaftarkan diri di New York dari 22 April 2016 hingga 21 April 2017.[4][5][6] Diharapkan persetujuan ini dapat berlaku efektif 2020.[7] Harapan utama dari COP21 adalah membatasi pemanasan global hingga maksimum 2 derajat Celcius hingga tahun 2100[4][8] meskipun dalam piagam persetujuan Paris tertulis target utamanya adalah maksimum 1.5 derajat Celcius.[3] Berdasarkan analisis pakar, target 1.5 derajat Celcius dapat dicapai jika antara tahun 2030 hingga 2050 tidak ada emisi gas rumah kaca.[3] Sebelum konferensi dimulai, 146 negara anggota mempresentasikan draf negara masing-masing mengenai kontribusi mereka terhadap iklim. Dari berbagai presentasi, sempat diperkirakan bahwa pembatasan pemanasan global hanya bisa mencapai maksimum 2.7 derajat Celcius pada tahun 2100.[9] Salah satu indikator pesimisme terbesar adalah komitmen Uni Eropa yang hanya menargetkan penurunan emisi hingga 40 persen pada tahun 2030 terhadap emisi 1990.[10] Latar belakangMenurut komite penyelenggaranya, tujuan dari konferensi tahun 2015 ini adalah untuk mencapai suatu kesepakatan tentang iklim, yang mengikat dan universal dari semua negara di dunia, yang seandainya tercapai maka menjadi kesepakatan yang pertama kalinya selama lebih dari 20 tahun diadakannya berbagai perundingan PBB.[11] Paus Fransiskus mengeluarkan sebuah ensiklik yang disebut Laudato si', yang mana antara lain ditujukan untuk mempengaruhi konferensi ini. Ensiklik tersebut menyerukan perlunya tindakan nyata atas fenomena perubahan iklim. International Trade Union Confederation telah menyerukan sasarannya menjadi "nol karbon, nol kemiskinan", dan Sharan Burrow sebagai sekretaris jenderal konfederasi tersebut menyerukan bahwa "tidak ada pekerjaan di sebuah planet yang mati". Peran Tiongkok dan Amerika SerikatKelompok pemikir seperti World Pensions Council (WPC) berpendapat bahwa kunci keberhasilannya terletak pada bagaimana meyakinkan para pembuat kebijakan di Tiongkok dan Amerika Serikat: "selama para pembuat kebijakan di Washington dan Beijing [tidak] menempatkan semua keuntungan politik mereka di belakang penerapan target-target pembatasan emisi karbon yang ambisius, berbagai upaya terpuji dari pemerintahan G-20 yang lainnya [...akan] tetap berada dalam ranah angan-angan yang saleh".[12] Lokasi dan partisipasiLokasi pertemuan UNFCCC digilir seputar wilayah-wilayah di seluruh negara Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Konferensi tahun 2015 diselenggarakan di Le Bourget dari tanggal 30 November[13] sampai 11 Desember 2015. Prancis dijadikan sebagai negara teladan bagi para delegasi yang menhadiri COP21 karena merupakan salah satu dari sedikit negara maju di dunia yang melakukan dekarbonisasi emisi pembangkit listrik dan energi dari bahan bakar fosil, namun tetap dapat menerapkan standar kehidupan yang tinggi.[14] Pada tahun 2012, Prancis menghasilkan lebih dari 90% listriknya dari sumber non-karbon, antara lain nuklir, hidroelektrik, dan angin. Konferensi ini berlangsung dua minggu setelah serangkaian serangan teroris di pusat kota Paris. Karenanya keamanan diperketat menjelang acara tersebut; 30.000 petugas polisi dan 285 pos pemeriksaan keamanan disebar di seluruh Prancis sampai berakhirnya konferensi ini.[15] Hasil KonferensiPada tanggal 12 Desember 2015, 196 negara peserta menyepakati naskah akhir[16] dari sebuah pakta global untuk mengurangi emisi sebagai bagian dari metode pengurangan gas rumah kaca. Dalam 12 halaman Persetujuan Paris,[4] para negara anggota sepakat untuk mengurangi produksi karbon mereka "secepat mungkin" dan melakukan yang terbaik untuk mempertahankan pemanasan global "agar berada jauh di bawah 2 derajat C".[17] Laurent Fabius, Menteri Luar Negeri Prancis, mengatakan bahwa rencana yang "ambisius dan seimbang" ini merupakan suatu "titik balik bersejarah" dengan tujuan mengurangi pemanasan global.[18] Namun beberapa kalangan mengkritik kenyataan bahwa bagian-bagian yang penting merupakan "janji-janji" atau berbagai tujuan, dan bukanlah komitmen tegas oleh negara-negara tersebut.[19] Komitmen tanpa ikatan, kurangnya mekanisme pemberlakuanPersetujuan tersebut diberlakukan dan karenanya mengikat secara hukum pada negara-negara anggotanya setelah 55 pihak yang menghasilkan lebih dari 55% gas rumah kaca di seluruh dunia masuk menjadi pihak dalam Persetujuan tersebut. Ada keraguan apakah beberapa negara, seperti Amerika Serikat dengan kongresnya yang didominasi Partai Republik, akan menyepakati untuk melakukannya.[3] Setiap negara yang meratifikasi kesepakatan tersebut akan diminta untuk menetapkan target pengurangan emisi, tetapi berapa besarnya terserah masing-masing negara.[20][21] Akan ada mekanisme untuk memaksa[22] negara-negara untuk menetapkan target pada suatu tanggal tertentu dan tidak ada sanksi jika target yang ditetapkan tidak terpenuhi.[21][23] Yang ada hanyalah suatu sistem "sebut dan permalukan"[24] atau sebagaimana dikatakan oleh Janos Pasztor, asisten sekretaris jenderal PBB bidang perubahan iklim, kepada CBS News (AS) yaitu suatu rencana "sebut dan dorong".[25] PembiayaanKonferensi ini dianggarkan dengan biaya € 170 juta (setara dengan US$ 186,87 juta pada waktu itu). Pemerintah Prancis mengatakan bahwa 20% dari biaya tersebut akan ditanggung oleh perusahaan-perusahaan seperti Électricité de France, Engie (sebelumnya dikenal sebagai GDF Suez), Air France, Renault–Nissan, dan BNP Paribas.[26] DemonstrasiDi seluruh dunia, 600.000 orang mengambil bagian dalam berbagai demonstrasi untuk mendukung dilahirkannya suatu perjanjian yang kuat. Paris mengeluarkan larangan diadakannya pertemuan publik menyusul terjadinya serangan teroris sebelumnya, tetapi mengizinkan ribuan orang untuk berdemonstrasi pada tanggal 12 Desember 2015 untuk menentang apa yang mereka rasakan sebagai suatu perjanjian yang terlalu lemah. Ada juga beberapa demonstrasi ilegal di Paris, misalnya suatu bentrokan kekerasan antara polisi dengan pengunjuk rasa anti-kapitalis pada 29 November 2015.[27][28] Lihat pulaReferensi
Pranala luarWikisumber memiliki naskah asli yang berkaitan dengan artikel ini:
Wikimedia Commons memiliki media mengenai 2015 United Nations Climate Change Conference.
|