Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), awalnya sebagai Komite Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), didirikan pada 1 Februari 2003. KSPI merupakan salah satu konfederasi buruh terbesar di Indonesia, bersama dengan Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) dan Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI).[1] KSPI juga merupakan anggota dari ITUC.[2] SejarahSetelah terjadi Reformasi, 11 dari 13 Sektor SPSI sepakat untuk berpisah dari SPSI yang ada dan mendirikan SPSI-Reformasi. Kemudian, SPSI-Reformasi berubah menjadi Komite Serikat Pekerja Indonesia (KSPI). Namun, 5 dari 11 organisasi yang sebelumnya sepakat untuk berpisah kemudian memutuskan untuk mundur dari diskusi pembentukan tersebut. Organisasi-organisasi tersebut adalah LEM, Pertanian Perkebunan (SP-PP), RTMM, KPI, dan SPTI. Di sisi lain, 5 organisasi serikat buruh lainnya memutuskan untuk bergabung: Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia), Federasi Industri Semen Seluruh Indonesia (ISSI), yang merupakan pecahan KEP, Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), dan GASBIINDO.[3] Jadi, secara total, terdapat 11 organisasi serikat buruh yang mencoba untuk berkumpul kembali. Komite ini dipimpin oleh Saiful DP dengan Saivul Tavip (ASPEK) sebagai sekretarisnya.[3] Pada 1 Februari 2003 yang diadakan di Wisma Kinasih, Bogor, Rustam Aksam (SPN) terpilih secara demokratis sebagai presiden pertama KSPI, dengan Rindo Rindo (PGRI) sebagai Sekjend.[3] Pada Kongres pertama ini, isu utama yang diutamakan adalah keanggotaan dalam ICFTU (sekarang ITUC). Melalui bantuan Sekjend ICFTU APRO Noriyuki Suzuki, KSPI berhasil diterima sebagai afiliasi ICFTU APRO. Namun, GASBIINDO memprotes keputusan ini karena mereka telah dikeluarkan dari daftar afiliasi ICFTU dan digantikan oleh KSPI. Akhirnya, GASBIINDO memutuskan untuk mundur dari KSPI.[3] Sebelum Kongres kedua, Rustam Aksam meninggal dunia dan digantikan oleh Bambang Wirahyoso (SPN) sebagai presiden KSPI antar-waktu.[3] Pada Kongres KSPI-2 yang diadakan di Malang pada tanggal 31 Januari sampai 2 Februari 2007, terdapat dua calon yang bersaing untuk posisi presiden KSPI - Thamrin Mosii (FSPMI) dan Bambang Wirahyoso (SPN) - dengan yang pertama mempunyai 6 pendukung (KEP, FSPMI, PPMI, FARKES, PARIWISATA, dan PGRI) dan yang kedua 4 (SPN, KAHUTINDO, ASPEK Indonesia, dan ISSI). Setelah Thamrin Mosii terpilih sebagai Presiden-3, empat afiliasi tersebut memutuskan untuk berpisah dari KSPI.[3] Setelah menerima laporan bahwa Kongres KSPI-2 tidak demokratis, Sekjend Noriyuki Suzuki datang ke Indonesia dan berhasil meredakan ketegangan antara organisasi yang tetap dan yang keluar. ASPEK Indonesia pertama kali sepakat untuk kembali, diikuti oleh ISSI dan SPN, sementara KAHUTINDO tetap keluar hingga saat ini.[3] Pada saat itu, Rindo Rindo meninggal dunia, dan karena pengantinya harus dari PGRI, Rusli Yunus dari PGRI terpilih sebagai Sekjend antar-waktu. Selanjutnya, Thamrin Mosii juga meninggal dunia, dan karena pengantinya harus dari FSPMI, Said Iqbal terpilih sebagai presiden KSPI antar-waktu.[3] Pada Kongres KSPI-3, yang diadakan di Hotel Grand Jaya Raya, Cisarua Bogor pada tanggal 29 Januari sampai 1 Februari 2012, Said Iqbal terpilih kembali sebagai Presiden KSPI. Pada konvensi ini, Sekjen Rusli Yunus diganti oleh Ramidi Rusdi karena telah meninggal dunia.[3] Pada tanggal 4 Mei 2018, setahun setelah Kongres KSPI-4, PGRI menyatakan mundur dari keanggotaan afiliasi KSPI setelah KSPI mendeklarasikan dukungannya kepada Prabowo Subianto, salah satu calon presiden di pemilihan umum 2019.[4] Referensi
|