Komsus 69 dan Unit Tindak Khas
VAT 69/UTK atau Komando 69 (Indonesia: Komando Khusus 69, Komsus 69) dan Unit Tindak Khas merupakan dua satuan khusus Polis Diraja Malaysia bermarkas di Brigade Utara (Britara) Ulu Kinta, Perak dan Mabes PDRM Bukit Aman, Kuala Lumpur, diletakkan dibawah tanggung jawab Divisi Keselamatan dan Ketertiban Dalam Negeri Sejarah Organisasi
Komando Khusus 69 atau Komsus 69 dan diberi jolokan sebagai Task Force, Charlie Force dan Special Project Team telah dilatih khusus oleh satuan khusus Special Air Service Inggris pada tahun 1969 untuk memadamkan aksi-aksi separatis komunis oleh Partai Komunis Malaya. Dalam bahasa Inggris, pasukan khusus ini digelar sebagai VAT 69, singkatnya kepada Very Able Troopers 69 yang berarti Pasukan Bermobilitas Tinggi 69. Angka 69 ini diambil karena dibentuk pada tahun 1969, dirancang sebagai unit tempur khusus untuk menanggulangi sebarang bentuk pertempuran dan taktik gerilya oleh teroris komunis. Angka "69" juga menyerupai karambit (pisau kecil yang dijadikan senjata oleh orang Melayu pada zaman Kesultanan Melaka) yang maknanya membunuh dengan senyap. Pembentukan satuan ini bermula apabila Menteri Pembangunan dan Keselamatan Dalam Negeri, Allahyarham Tun Dr. Ismail mengemukakan cadangan untuk membentuk satuan khusus untuk menangani gangguan insurgensi komunis pada tahun 1969. Pada tanggal Oktober 1969, dari 1600 pegawai dan personel Pasukan Polis Hutan (sekarang Pasukan Gerak Umum, PGA) yang terdaftar terpilih 60 personel untuk mengikuti kursus dasar komando. Staf pengajarnya dari SAS Inggris telah dikirim ke pusat pelatihan di Fort Kemar, Perak untuk melatih peleton percobaan Komsus 69. Diakhir pelatihan ini, hanya 30 personel sahaja yang ampu menyelesaikan kursus tersebut dan merupakan unit nukleus pertama Komsus 69. Pada tahun 1970-an, satuan khusus ini memulakan operasinya dan dihantar ke hutan untuk menewaskan teroris komunis. Dalam operasi tersebut, ramai anggota teroris komunis tewas, luka-luka dan ada yang berhasil ditangkap serta menyita sejumlah senjata dan perlengkapan komunis. Pada tahun 1977, satuan Komsus 69 telah ditingkatkan kepada 3 pasukan dan dilatih langsung oleh instruktur dari SAS Selandia Baru dan juga melatih kemampuan sendiri. Pada tahun 1980, unit ini memiliki perlengkapan khusus dan kebutuhan logistis sendiri.
Unit Tindak Khas adalah satuan khusus kedua PDRM selepas Komsus 69. Satuan ini ditugasi menangani kasus kejahatan kriminal bersenapan diperkotaan. Unit ini dirancang dari peristiwa penyanderaan oleh anggota teroris Tentara Merah Jepang yang telah menjadikan 50 warga Amerika Serikat dan Sweden serta warga tempatan sebagai sandera di Konsultan Amerika Serikat di bangunan AIA, Kuala Lumpur pada bulan Agustus 1975, 2 tahun selepas peristiwa penyanderaan di Munich, Jerman oleh teroris Black September Palestin pada tahun 1973. Anggota teroris mengemukakan tuntutan kepada Amerika untuk membebaskan 5 orang ahlinya yang telah ditangkap dan diterbangkan ke Libya. Anggota tim Unit Tindak Khas telah mendapat pelatihan daripada instruktur SAS dan ditingkatkan mobilitasnya dengan taktis yang berlainan oleh SWAT Amerika dan dilengkapi dengan persenjataan seperti pistol S&W .38 dan Colt M1911A1 serta senapan serbu Colt M16A1, memiliki fungsi setara SWAT dan juga untuk peran perlindungan terbuka. Dalam sesi penyertaan, hanya 20 orang personel sahaja yang telah berhasil dalam pemilihan ini. Satuan ini juga menjalankan perlindungan khusus di Stadium Nasional Bukit Jalil sempena Sukan Komanwel 1998 bersama dengan Grup Gerak Khas Angkatan Darat Malaysia dan juga melindungi warga kenamaan.
Pada 20 Oktober 1997, kedua-dua unit ini dilikiduidasi dan digabungkan kepada satu unit baru menjadi Pasukan Gerak Khas, diresmikan oleh Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohamad dan Kepala Kepolisian Malaysia, Rahim Noor. Dibawah tanggungjawab kepala divisi yang sama, satuan khusus baru PDRM ini menjalankan operasi khusus sepertimananya satuan elite yang lain. Lambang
Materi pelatihanPelatihan dasar Komando Khusus 69 dibagi menjadi tiga tahap;
Dasar Terjun Payung
Dasar CQB dan Penyanderaan
Dasar Menyelam
Secara umum keberhasilan personel Komsus 69 membuka kemungkinan mengikuti tingkat master untuk perang gerilya/hutan, FIBUA / OBUA / MOUT, sniper, SAR, parachute, CQB, pertempuran tangan kosong, komunikasi, selam tempur, perobatan, perlindungan terbuka dan juga penanganan kapal. Keputusan Komsus 69 untuk mengadopsi kebijakan cross-training dibuat bagi semua personel untuk memiliki lebih dari satu keahlian. Setiap tahun beberapa anggota Komsus 69 juga dikirim untuk mengikuti latihan di luar negeri. PersenjataanKomando Khusus 69 dan Unit Tindak Khas dilengkapi dengan peralatan khusus sepertinya satuan khusus SAS, SWAT dan SEALs. Disini adalah daftar persenjataan dan perlengkapan yang diguna oleh kedua-dua satuan ini. Senjata
1 Pistol Colt M1911A1 buatan Amerika Serikat pernah digunakan oleh para pegawai AD Inggris, Melayu dan kepolisian Federasi Malaya (kini Polis Diraja Malaysia) ketika Perang Dunia Kedua dan insurgensi di Malaya. Beretta M92F/S digunakan oleh Komando Khusus 69, Unit Tindak Khas dan Resimen Askar Melayu Diraja pada tahun 1970an semasa menanggulangi teroris komunis. Apabila pemerintah Malaysia mengadopsikan pistol Glock, Sig Sauer dan Steyr pada tahun 1980an, pistol Beretta dan Colt telah dihentikan dinasnya, tetapi hanya 1% pegawai dan personel sahaja yang masih menggunakannya terutamanya dari Divisi Kriminal Tindak Pidana dan Kantor Persenjataan, bahkan Batalyon Intelijen 165 Angkatan Darat Malaysia juga turut memilikinya. Senapan serbu HK 33 dan HK G3 dilikuidasikan dinasnya pada tahun 1990 dan digantikan dengan karabin Colt M4A1, HK G36C, senapan penembak jitu HK MSG-90 dan HK PSG-1 sebagai senjata utama mereka. Perlengkapan
Operasi yang diketahuiKomando Khusus 69 dan Unit Tindak Khas mempunyai rekod pertempuran yang baik tetapi mempunyai profil yang rendah, khususnya UTK.
Pranala luar
|