KleinstaatereiKleinstaaterei (Jerman: [ˌklaɪnʃtaːtəˈʁaɪ]) adalah istilaha peyoratif dalam bahasa Jerman yang mengacu kepada perpecahan wilayah Jerman dan sekitarnya pada masa Kekaisaran Romawi Suci (terutama seusai Perang Tiga Puluh Tahun) dan pada masa Konfederasi Jerman pada paruh pertama abad ke-19.[1] Pada masa tersebut, Jerman terdiri dari banyak sekali kepangeranan, keuskupan, dan kota kekaisaran bebas, dan wilayah beberapa negara hanya terbatas pada suatu kota atau bahkan biara. Jumlah negara-negara Jerman pada abad ke-18 diperkirakan bervariasi antara 294 hingga 348[2] atau bahkan lebih. Selain itu, banyak negara Jerman yang memiliki wilayah yang terpencar-pencar yang biasanya didapat dari pernikahan politik. Ditambah lagi sebagian besar negara memiliki paling tidak satu atau dua enklave atau eksklave. Pada musim panas tahun 1789, Wilhelm von Humboldt muda bersama teman-temannya meninggalkan ibu kota Kepangeranan Braunschweig-Wolfenbüttel di Braunschweig dan pergi ke Prancis untuk mengamati peristiwa revolusi di sana. Untuk mencapai perbatasan Prancis, mereka harus masuk dan keluar dari enam kadipaten, empat keuskupan, dan satu kota kekaisaran bebas (Aachen).[3] Penggunaan pada Masa ModernSaat ini, istilah Kleinstaaterei terkadang digunakan oleh media Jerman dan pihak lainnya sebagai kiasan untuk menggambarkan sistem politik federalisme Jerman secara kritis, yang tampaknya merujuk pada ketidakefisiensiannya dalam memutuskan reformasi dalam bidang politik, yang menjadi tanggung jawab dari "Länder" dan karenanya berada di bawah naungan 16 administratif yang berbeda. Pada tahun 2010, Kleinstaaterei paling sering disebut dalam permasalahan kebijakan pendidikan, misalnya dalam berbagai kesulitan yang disebabkan oleh sistem pendidikan yang berbeda bagi anak-anak yang berpindah dari satu Land ke yang lainnya.[4] Catatan kaki
|