Kitab Pengkhotbah (disingkat Pengkhotbah; akronim Pkh.) merupakan salah satu kitab pada Perjanjian LamaAlkitab Kristen dan Tanakh (atau Alkitab Ibrani). Dalam Perjanjian Lama, Kitab Pengkhotbah merupakan bagian dari kelompok kitab-kitab puisi. Sedangkan pada Alkitab Ibrani, kitab ini disebut Gulungan Qohelet (bahasa Ibrani: מְגִלַּת קֹהֶלֶת, translit. Megillat Qohelet), dan merupakan bagian dari kelompok Ketuvim, atau lebih tepatnya merupakan salah satu dari Lima Gulungan. Dalam SeptuagintaYunani, kitab ini disebut "Βιβλίον Ἐκκλησιαστής" (Biblíon Ekklēsiastḗs), dan diserap menjadi "Liber Ecclesiastes" dalam VulgataLatin. Dalam Alkitab Terjemahan Lama, kitab ini disebut "Kitab Alkhatib".
Nama
"Pengkhotbah" merupakan tokoh (atau gelar tokoh) utama kitab ini. Nama ini sendiri merupakan terjemahan bebas dari nama tokoh tersebut dalam bahasa Ibrani, yakni Qohelet (קֹהֶלֶת). Meskipun diperkirakan bahwa nama Ibrani tersebut berhubungan dengan kata nomina קָהָל (qahal, har. "perkumpulan, persekutuan, perhimpunan, publik, masyarakat, komunitas"),[1] tidak jelas apa arti yang sebenarnya dari nama ini.[2]
Menurut Konkordansi Strong, nama "Qohelet" merupakan kata partisipaktif feminim dari kata verba קָהַל (qahal) dalam bentuk sederhana (qal).[a][3] Berdasarkan hal itu, קֹהֶלֶת (qohelet) mungkin saja berarti "penghimpun (perempuan)" jika קָהַל (qahal) merupakan bentuk aktif (seperti yang disebutkan dalam Konkordansi Strong),[3] atau juga berarti "seorang (perempuan) yang dihimpun" atau "anggota (wanita) dalam suatu perhimpunan" jika merupakan bentuk pasif (seperti yang diilhami oleh penyusun Septuaginta). Menurut pemahaman mayoritas dewasa ini, kata ini mendapat makna yang lebih luas daripada arti-arti yang disebutkan di atas, sehingga arti dari kata ini kurang lebih menjadi "seseorang yang berbicara atau bersuara dalam perhimpunan", yang bersinonim dengan kata "pengkhotbah", "pembicara", atau "pengajar".[2]
Nama Qohelet diterjemahkan dalam SeptuagintaYunani menjadi "Ἐκκλησιαστής" (Ekklēsiastḗs) yang secara harfiah berarti "anggota dalam suatu perhimpunan". Kata ini diturunkan dari kata ἐκκλησία (ekklēsíā, har. "persekutuan, perhimpunan, kongregasi, jemaat, Gereja") dengan imbuhan pembentuk nomina maskulin -τής (-tḗs).[4] Nama Yunani ini diserap menjadi "Ecclesiastes" dalam bahasa Latin dan Inggris.
Isi
Kitab Pengkhotbah berisi "hikmat-hikmat kehidupan" dan "buah-buah pikiran" yang diperoleh Sang "Pengkhotbah". Di dalam kitab ini, terdapat renungan-renungan "Pengkhotbah" yang mendalam akan betapa singkatnya hidup manusia yang penuh pertentangan, ketidakadilan, dan hal-hal yang sulit dimengerti. Menurutnya, "hidup itu sia-sia" dan "tindakan Tuhan dalam menentukan nasib manusia tidak dapat dipahami". Meskipun demikian, orang-orang diharapkan tetap bekerja dengan giat, dan untuk sebanyak dan selama mungkin menikmati pemberian-pemberian Tuhan. Kebanyakan dari buah pikiran "Pengkhotbah" bertema suram, bahkan terkesan kadang kata-katanya terkesan penuh keputusasaan. Namun dari keberadaan kitab ini, dapat disimpulkan bahwa iman yang berdasarkan Alkitab cukuplah luas untuk mempertimbangkan juga keragu-raguan dan keputusasaan semacam itu.[5]
Pada bagian awal dan akhir dari Kitab Pengkhotbah, terdapat kata-kata pengantar yang memperkenalkan tokoh "Pengkhotbah" ("Qohelet") dan perikop rangkuman atas kisah dari "Pengkhotbah" tersebut. Bagian isi utama diceritakan oleh sudut pandang tokoh "Pengkhotbah" yang menceritakan perjalanan hidupnya dan segala yang direncanakan, dilakukan, dialami dan dipikirkan olehnya seperti yang diterangkan di atas.
Ayat-ayat terkenal
Pengkhotbah1:9: Apa yang pernah ada akan ada lagi, dan apa yang pernah dibuat akan dibuat lagi; tak ada sesuatu yang baru di bawah matahari.
Pengkhotbah 3:1: Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya.
Pengkhotbah 3:10–11: Aku telah melihat pekerjaan yang diberikan Allah kepada anak-anak manusia untuk melelahkan dirinya. Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka.
Pengkhotbah 11:9: Bersukarialah, hai pemuda, dalam kemudaanmu, biarlah hatimu bersuka pada masa mudamu, dan turutilah keinginan hatimu dan pandangan matamu, tetapi ketahuilah bahwa karena segala hal ini Allah akan membawa engkau ke pengadilan!
Pengkhotbah 12:1: Ingatlah akan Penciptamu pada masa mudamu, sebelum tiba hari-hari yang malang dan mendekat tahun-tahun yang kaukatakan: "Tak ada kesenangan bagiku di dalamnya!"
Secara tradisional pengarang Kitab Pengkhotbah diyakini adalah Salomo, anak Daud, yang dikenal memiliki hikmat Ilahi.[7] Para penafsir Yahudi tradisional membaca secara harfiah ayat Pengkhotbah 1:1 dan menerjemahkannya sebagai hasil karangan Salomo.[7] Penafsiran tradisional ini bertahan hingga munculnya metode-metode yang bersifat kritis, baik historis maupun literer, yang melihat inkonsistensi pada beberapa bagian.[7] Ada beberapa alasan yang mengarah kepada dugaan bahwa penulis kitab ini bukanlah Salomo.
Alasan isi. Pertama-tama, memang nama Salomo tidak pernah dikatakan secara eksplisit dalam seluruh kitab ini dan juga dalam Pengkhotbah 1:16 dikatakan bahwa ada orang-orang yang memerintah Yerusalem sebelum Pengkhotbah, padahal hanya ada satu orang yang pernah memerintah Yerusalem sebelum Salomo, yaitu Daud.[7] Hal ini dibantah dengan fakta bahwa memang sebelum Salomo, hanya Daud sebagai raja Kerajaan Israel yang memerintah di Yerusalem, tetapi sebelum itu sudah ada sejumlah raja di Yerusalem ketika masih dikuasai oleh orang Kanaan, antara lain Melkisedek (Kejadian 14:18), Adoni-Zedek (Yosua 10:1), dan Abdi-Khepa (disebut di Surat-surat Amarna), dan selanjutnya tidak ada raja yang sebijaksana Salomo di Yerusalem.[8] Ada pula kesan bahwa raja atau tokoh kerajaan yang berbicara hanya ada pada Pengkhotbah 1-2, sedangkan sisanya kesan yang muncul adalah seorang tua yang merenung dan memberi nasihat.[7] Ditambah lagi pada Pengkhotbah 8:2-8 disinggung mengenai perilaku seorang abdi di depan raja, sehingga bagian itu tentulah pemikiran seorang abdi, bukan raja.[7]
Alasan kebahasaan. Bahasa senantiasa mengalami perkembangan.[7] Di dalam kitab ini banyak ungkapan yang dipengaruhi oleh bahasa Aram, misalnya sye dari asyer dan illu dari im lo.[7] Padahal pengaruh bahasa Aram terhadap bahasa Ibrani dianggap baru dimulai menjelang pembuangan (587/6 SM) hingga menjadi dominan pada masa sesudah pembuangan (538 SM), dan akhirnya dipakai bersama bahasa Ibrani sebagai bahasa pergaulan untuk penduduk Palestina pada zaman Yesus.[7] Selain itu, ungkapan-ungkapan kitab ini juga memiliki banyak kemiripan dengan ungkapan dalam Mishna, yaitu kumpulan hukum lisan Yahudi, dan penulisan Mishna tidak mungkin berdekatan dengan masa Salomo.[7]
Alasan pemikiran. Dalam kitab ini terdapat pengaruh pemikiran Yunani, meskipun tidak perlu menganggap bahwa pengarangnya menganut sebuah pemikiran filsafat Yunani tertentu.[7] Pengaruh pemikiran Yunani mulai tersebar di daerah sekitar Laut Tengah pada zaman Alexander Agung dan sesudahnya.[7]
Alasan gaya bahasa. Secara kritis-literer, dapat diketahui bahwa ada perubahan narator dalam kitab ini, yaitu pada Pengkhotbah 1-2 narator seolah mengidentikkan diri dengan Salomo, namun setelah itu narator seolah menjadi tokoh tua yang dikatakan sebelumnya.[7] Kemudian secara kritis-historis juga dapat ditemukan bahwa gaya menokohkan tokoh kerajaan yang terkenal, merupakan peniruan terhadap seni sastra Mesir kuno yang selalu merujuk kata-kata bijaksana ke seorang raja termashyur pada masa lalu.[7]
Waktu penulisan
Mengenai waktu penulisan, ada berbagai pendapat yang berbeda.[9] Jika diterima bahwa penulisnya adalah Salomo, maka kitab ini ditulis pada abad ke-9 SM, akan tetapi ada konsensus di antara sejumlah ahli bahwa waktu penulisan Kitab Pengkhotbah adalah di antara tahun 400-200 SM.[9][10] Alasannya, kitab ini ditulis setelah pembuangan dan juga setelah mendapat pengaruh filsafat Yunani sehingga diperkirakan ditulis setelah tahun 400 SM.[9] Sedangkan alasan mengapa tidak mungkin melewati tahun 200 adalah adanya acuan terhadap kitab ini dari Kitab Sirakh (ditulis kira-kira 180 SM.)[9], serta ditemukannya bagian dari kitab ini di antara Gulungan Laut Mati yang umurnya diperkirakan berasal dari pertengahan abad ke-2 SM.[11]
Kitab Pengkhotbah merupakan salah satu dari Lima Gulungan (Megillot) yang dibacakan pada Hari Raya Pondok Daun.[11] Di dalam kanon Alkitab Ibrani, kitab ini termasuk dalam bagian tulisan-tulisan (Yahudi: Ketuvim) dan berada pada urutan ke-6 dari bagian tersebut.[12] Kemudian di dalam kanon lainnya, seperti Septuaginta dan Vulgata (bahasa Latin; kanon Katolik Roma saat ini), terdapat pengelompokan tulisan-tulisan yang dianggap berasal dari Daud dan Salomo.[9] Dengan demikian urutannya adalah Mazmur, Amsal, Pengkhotbah, Kidung Agung, Kebijaksanaan Salomo (dalam kanon Protestan kitab Kebijaksanaan Salomo dianggap Apokrifa).[9] Alasan penempatan ini adalah acuan tak langsung pada Salomo dan adanya tulisan-tulisan hikmat yang dikaitkan dengan nama Salomo.[9] Kelompok ini ditempatkan setelah Mazmur karena tulisan yang dianggap berasal dari Salomo harus ditempatkan setelah tulisan-tulisan yang berasal dari Daud, ayahnya.[9]
Sebenarnya kitab Pengkhotbah ini memiliki kontradiksi-kontradiksi dengan ortodoksi Yahudi saat itu.[11] Karena itulah ada tafsiran yang mengatakan bahwa ayat-ayat pada Pengkhotbah 12:12-14 merupakan tambahan yang bertujuan mengarahkan kitab ini ke arah ortodoksi, yaitu penerapan hukum Yudaisme.[11] Tampaknya kitab ini berhasil masuk kanon Yahudi karena dianggap berasal dari Salomo.[11]
Pengutipan dalam karya modern
Kitab Pengkhotbah memiliki pengaruh yang besar dalam karya Barat modern. Banyak ayat yang terdapat dalam kitab ini dikutip dan digunakan sebagai inspirasi atas karya-karya tersebut. Berikut di antaranya.
Dalam cerita pendekThe Adventures of the Black Girl in Her Search for God[13] karya George Bernard Shaw, tokoh utama digambarkan berjumpa dengan tokoh Pengkhotbah/Qohelet.
Judul dan tema novel pascaapokaliptik Earth Abides karya George R. Stewart bersumber dari Pengkhotbah 1:4.
Dalam novel distopiaFahrenheit 451 karya Ray Bradbury, tokoh utama Montag menghafal sebagian besar isi Kitab Pengkhotbah dan Wahyu sementara buku dilarang di dunia tersebut dan dibakar jika ditemukan.
Lagu "Turn! Turn! Turn!" yang ditulis oleh Pete Seeger mencakup delapan ayat pertama dari Pengkhotbah 3, dengan tambahan satu baris lagu yang bukan dari ayat Alkitab.
Beberapa bagian yang diambil dari Pengkhotbah 3, yang selalu diawali dengan frasa "A Time to ..." telah digunakan sebagai judul dalam banyak karya berbahasa Inggris, termasuk novel A Time to Dance oleh Melvyn Bragg dan A Time to Kill oleh John Grisham; musik rekaman "...And a Time to Dance" oleh Los Lobos dan "A Time to Love" oleh Stevie Wonder; serta film A Time to Love and a Time to Die, A Time to Live, dan A Time to Kill.
Esai "Politik dan Bahasa Inggris" (bahasa Inggris: Politics and the English Language) oleh George Orwell menggunakan Pengkhotbah 9:11 dari Alkitab Versi Raja James sebagai contoh tulisan yang jelas dan gamblang, dan "menerjemahkannya" ke dalam "bahasa Inggris modern dari jenis terburuk" untuk menunjukkan kejatuhan bahasa Inggris.
Dalam cerita pendek A Rose for Ecclesiastes (1963) karya Roger Zelazny yang telah dinominasi dalam Penghargaan Hugo tersebut, tokoh protagonis cerita mengutip dari Kitab Pengkhotbah untuk efek emosional.
Dalam novel Rabbit, Run karya John Updike, tokoh Pengkhotbah dirujuk ke dalam karakter menteri dalam cerita tersebut, yaitu Reverend Eccles.
^Bentuk qal (קַל) merupakan salah satu konjugasi (bahasa Ibrani: בניין, binyan) kata kerja dalam tata bahasa Ibrani yang merupakan bentuk sederhana dan pembentukan kata dasar paling sederhana yang umumnya sebagian besar dapat ditemukan dalam kamus-kamus bahasa Ibrani. Bentuk konjugasi ini dapat digunakan sebagai verba aktif atau pasif dan sebagai verba transitif dan intransitif tergantung katanya.