Kitab Omong Kosong
Kitab Omong Kosong adalah judul novel karya Seno Gumira Ajidarma yang diterbitkan oleh Bentang Pustaka pada tahun 2004. Buku setebal 444 halaman dengan ISBN 979-3062-19-3, ini mengantarkan Seno memenangi Penghargaan Kusala Sastra Khatulistiwa untuk kategori Prosa, tahun 2005. Penghargaan serupa juga diterima pada tahun berikutnya, 2005 melalui karyanya, Negeri Senja untuk kategori Fiksi. Kitab Omong Kosong merupakan penerbitan ulang dari cerita bersambung berjudul Rama-Sinta yang dipublikasikan oleh Koran Tempo dari 2 April sampai dengan 10 Oktober 2001.[1][2][3][4] SinopsisKitab Omong Kosong berkisah tentang bencana persembahan kuda oleh Sri Rama dari negeri Ayodya bersama dengan ribuan balatentara berkuda. Persembahan kuda sebagai obat akan penyesalan atas ketidakpercayaannya terhadap Dewi Sinta, terhadap kesucian titisan Dewi Laksmi tersebut saat Rahwana menculik dan membawanya ke negeri Alengka. Betapa kagetnya Sri Rama, sebab di tengah penyerbuan seluruh anak benua, ia bertemu dengan dua orang anak laki-laki kembar bernama Lawa dan Kusa. Mereka pun bertarung dan di luar dugaan Sri Rama, anak berusia sepuluh tahun itu sangat sulit untuk ditaklukkan. Barulah kemudian diketahui bahwa Lawa dan Kusa adalah anak kandungnya. Anak yang tak pernah diketahui keberadaannya, tak pernah dipertanyakan nasibnya, pun tak pernah diusahakan untuk menemuinya. Di tengah kemalangan, Dewi Sinta menerima permintaan maaf Sri Rama dan bersedia untuk kembali ke Ayodya. Tapi posisi Sri Rama sebagai seorang raja selalu saja mendapatkan kritikan yang menciptakan isu terhadap kehidupan pribadinya. Terlambat, sebab kekalutan atas sikap tak percaya tak dapat lagi ditawar. Sungguh cinta tak pernah lahir di atas pondasi kepercayaan yang rapuh. Maneka adalah seorang pelacur yang merupakan salah satu korban dari persembahan kuda. Suatu ketika ia memutuskan untuk kabur dari rumah pelacuran yang telah ia tempati sejak ayahnya menjualnya demi beberapa kepingan logam. Ia merasa tak sanggup jika harus melayani seisi kota sejak seseorang menyaksikan seekor kuda putih melompat ke jendela dan kini kuda itu berada di punggung maneka dalam bentuk rajah kuda. Perjalanannya untuk menemui Walmiki, Sang penulis riwayat hidupnya, menuntun takdirnya bertemu dengan Satya, lelaki 16 tahun yang usianya terpaut empat tahun di bawahnya. Perjalanan itu membawanya pada sejuta kejadian yang tak terduga, menyedihkan, mengharukan, bahagia, aneh, dan sebagainya. Tak satu pun peristiwa yang tak berkesan, sebab setiap detailnya selalu melahirkan cinta di antara mereka berdua. Cinta yang tak pernah terucap. Walmiki yang hidup dalam pengembaraan mulai asing dengan kehidupannya. Setelah Maneka, satu per satu tokoh yang telah dituliskan riwayat hidupnya dalam kisah Ramayana, meminta izin untuk meninggalkan cerita dan menuliskan riwayat hidupnya sendiri. Namun, setelah itu pengembaraan Satya dan Maneka berlanjut untuk mencari Kitab Omong Kosong yang tersebar di lima titik. Kitab ini sangat sulit ditemukan sebab Hanuman, Sang winara putih yang sakti telah menempatkannya di tiga dunia yang berbeda, yaitu dunia manusia, dunia siluman, dan dunia para dewa. Lihat pulaReferensi
|