Kitab Kidung Agung
Kitab Kidung Agung (disingkat Kidung Agung; akronim Kid.) merupakan salah satu kitab pada Perjanjian Lama Alkitab Kristen dan Tanakh (atau Alkitab Ibrani). Dalam Perjanjian Lama, Kitab Kidung Agung merupakan salah satu kitab (dan menjadi kitab terakhir bagi kanon Alkitab Protestan) dalam kelompok kitab-kitab puisi. Sedangkan pada Alkitab Ibrani, kitab ini disebut Gulungan Syir Hassyirim (bahasa Ibrani: מְגִלַּת שִׁיר הַשִּׁירִים, translit. Megillat Syir Hassyirim), dan merupakan bagian dari kelompok Ketuvim, atau lebih tepatnya merupakan salah satu dari Lima Gulungan. Dalam Alkitab Terjemahan Lama, kitab ini disebut "Syirul-asyar Sulaiman". NamaNama "Kidung Agung" merupakan terjemahan bebas dari nama kitab ini dalam bahasa Ibrani: שִׁיר הַשִּׁירִים (syir hassyirim). Nama tersebut merupakan frasa yang terdiri dari kata שִׁיר (syir, har. "syair, puisi, lagu, kidung") yang merupakan bentuk dasar, dan ditambah dengan kata yang sama tetapi dalam bentuk jamak takrifnya, yaitu הַשִּׁירִים (hassyirim), sehingga arti harfiah dari frasa ini adalah "syair dari syair-syair" atau "kidung dari kidung-kidung". Namun, nama Ibrani tersebut sebenarnya merupakan konstruksi gramatikal yang umum dijumpai dalam bahasa Ibrani Alkitabiah untuk menunjukkan sesuatu dalam keadaan yang paling hebat atau luar biasa dalam kategori sejenisnya, sehingga arti yang dimaksud oleh nama ini kurang lebih seperti "kidung dari segala kidung", "mahakidung", atau "kidung agung".[1] IsiKitab Kidung Agung singkatnya merupakan kumpulan syair-syair cinta. Dalam kitab ini, mempelai laki-laki dan mempelai perempuan yang sedang mencintai satu sama lain menjadi tokoh utamanya. Mereka menceritakan tentang kisah cinta mereka, misalnya tentang kekaguman mereka terhadap pasangan satu sama lain, kerinduan yang sangat kepada pasangan mereka, kisah pertemuan mereka, dan lain-lain.[2] Kitab Kidung Agung merupakan salah satu kitab yang unik dalam Alkitab Ibrani atau Perjanjian Lama. Kitab ini sama sekali tidak menyebutkan hal-hal mengenai Hukum Taurat, Perjanjian Israel, atau pun ketuhanan. Bahkan kitab ini merupakan satu-satunya kitab selain Kitab Ester yang sama sekali tidak menyebutkan nama Allah sekali pun. Kitab ini juga tidak mengandung kata-kata hikmat seperti dalam Kitab Amsal atau Pengkhotbah, walaupun strukturnya memiliki beberapa kesamaan ciri dengan sastra hikmat seperti yang disebutkan dalam catatan-catatan mengenai Raja Israel Salomo pada abad ke-10 SM. Malahan, kitab ini seluruhnya berisi tentang cinta seksual antarpasangan, di antaranya menyebutkan tentang "isi hati kedua mempelai, pujian antarpasangan, keriduan di antara satu sama lain, dan undangan untuk 'saling menikmati' satu sama lain".[3][4] Kedua tokoh mempelai dalam kitab ini digambarkan sebagai kedua pasangan yang selaras dalam harmoni, masing-masing menginginkan satu sama lain, dan saling bersukacita dalam keintiman percintaan. Sedangkan tokoh "putri-putri Yerusalem" digambarkan sebagai pemeran-pemeran pendukung yang bagi kedua pasangan, yang berfungsi sebagai "penonton" yang partisipasinya dalam perjumpaan percintaan kedua mempelai mewakili pembaca.[5] Garis besarKitab ini dapat dibagi ke dalam garis-garis besar sebagai berikut.[6]
Naskah sumber
KepengaranganKitab Perjanjian Lama ini diyakini merupakan karya raja Salomo, sesuai kata-kata pembuka "Kidung agung dari Salomo" (TB) pada ayat pertama kitab ini, serta penyebutan nama sebanyak 5 kali pada Pengkhotbah 3:7, 9, 11 dan Pengkhotbah 8:11, 12. Oleh karena itu kitab ini juga sering dirujuk sebagai "Kidung Salomo". Para pakar berbeda pendapat tentang kapan kitab ini dirampungkan, dengan perkiraan sejak abad ke-10 SM hingga abad ke-2 SM, dengan analisis bahasa yang ada dalam kitab ini menyiratkan abad ke-3 SM. PerikopJudul perikop dalam Kitab Kidung Agung menurut Alkitab Terjemahan Baru (TB) oleh LAI adalah sebagai berikut.
Eksegesis Yahudi dan KristenSelain Kitab Ester, kitab ini merupakan satu-satunya kitab yang tidak menyebutkan nama Allah sekali pun. Namun, para rohaniwan Yahudi dan Kristen dahulu (dan terkadang hingga saat ini) sering melakukan eksegesis terhadap kitab ini dengan mencoba menghubungkannya dengan unsur-unsur keagamaan dan ketuhanan, atau dengan kata lain "merohanikan" kitab ini.[2] Ahli-ahli Taurat dan imam-imam Yahudi (termasuk pada zaman Yesus pada abad pertama Masehi) menafsirkan kitab ini perumpamaan alegoris yang menggambarkan hubungan kasih Yahweh kepada orang-orang Israel dan sebaliknya, dengan mengibaratkan Yahweh sebagai "mempelai laki-laki" dan orang-orang Israel sebagai "mempelai perempuan". Sedangkan orang-orang Kristen mula-mula menafsirkan kitab ini sebagai hubungan mistis dan rohani antara Tuhan Yesus Kristus atau Allah Bapa (sebagai mempelai laki-laki) dengan Gereja atau umat Kristen (sebagai mempelai perempuan).[6] Sejak dua abad yang lampau, cara penafsiran seperti ini mulai ditinggalkan.[2] Referensi
Pustaka
Lihat pulaPranala luarWikimedia Commons memiliki media mengenai Song of Solomon. Wikisumber memiliki naskah asli yang berkaitan dengan artikel ini:
Wikiquote memiliki koleksi kutipan yang berkaitan dengan: Song of Solomon.
|