Kewirausahaan
Kewirausahaan (bahasa Inggris: entrepreneurship) adalah proses mengidentifikasi, mengembangkan dan membawa visi ke dalam kehidupan.[butuh rujukan] Visi tersebut bisa berupa ide inovatif, ide berjualan, peluang, cara yang lebih baik dalam menjalankan sesuatu.[butuh rujukan] Hasil akhir dari proses tersebut adalah penciptaan usaha baru yang dibentuk pada kondisi risiko atau ketidakpastian.[butuh rujukan]. Kewirausahaan adalah suatu sikap, jiwa dan kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru yang sangat bernilai dan berguna bagi dirinya dan orang lain. Kewirausahaan juga dapat dimaknai sebagai proses tindakan seorang wirausahawan sebagai orang yang selalu mencari sesuatu yang baru dan mengeksploitasi ide-ide tersebut menjadi peluang yang menguntungkan dengan menerima risiko dan ketidakpastian dengan perusahaan. Kewirausahaan memiliki arti yang berbeda-beda antar para ahli atau sumber acuan karena berbeda-beda titik berat dan penekanannya. Dalam banyak literatur, pembahasan mengenai kewirausahaan sudah lama muncul. Richard Cantillon (1775), misalnya, mendefinisikan kewirausahaan sebagai usaha investasi dengan keuntungan yang didapat di masa depan.[1] Dalam bukunya, ia juga menjelaskan bahwa wirausahawan adalah seorang yang menanggung resiko. Seorang wirausahawan membeli barang saat ini pada harga tertentu dan menjualnya pada masa yang akan datang dengan harga tidak menentu. Jadi definisi ini lebih menekankan pada bagaimana seseorang menghadapi risiko atau ketidakpastian.[1] Berbeda dengan para ahli lainnya, menurut Penrose (1963) wirausahawan merupakan seseorang yang didorong oleh keserbagunaan, ambisi, kecerdasan, dan kemampuan untuk mengumpulkan mengelompokkan, dan menggunakan informasi untuk mengolah sumber daya dan produk atau jasa,[2] sedangkan menurut Harvey Leibenstein (1968, 1979) kewirausahaan sebagai usaha pengisi jurang di saat pasar belum terbentuk atau belum teridentifikasi dengan jelas, atau komponen fungsi produksinya belum diketahui sepenuhnya.[3] Menurut Peter Drucker, kewirausahaan adalah disiplin ilmu dalam menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda.[4] Orang yang melakukan kegiatan kewirausahaan disebut wirausahawan atau wiraswasta. Sikap mental wiraswasta dapat dibagi menjadi komponen kogintif, komponen afektif, dan komponen kognatif. EtimologiKewirausahaan berasal dari kata wira dan usaha. Wira berarti pejuang, pahlawan, manusia unggul, teladan, berbudi luhur, gagah berani, laki-laki, dan berwatak agung. Usaha adalah aktivitas yang mengerahkan tenaga dan pikiran untuk mencapai tujuan tertentu.[5] Secara harfiah, wirausaha adalah pejuang atau pahlawan yang berbuat sesuatu. Namun, para ahli memiliki pengertian yang berbeda-beda tentang wirausaha.[6] Seorang yang melakukan kegiatan wirausaha kemudian disebut sebagai wirausahawan (entepreneur), seorang wirausahawan juga biasa disebut dengan wiraswasta yang berarti seseorang yang pandai atau berbakat mengenali produk baru, menentukan cara produksi baru, menyusun operasi untuk pengadaan produk baru, memasarkannya, serta mengatur permodalan operasinya.[7] Sejarah kewirausahaanIstilah entrepreneur dalam bahasa Inggris diserap dari bahasa Prancis. Kata tersebut pertama kali muncul dalam kamus Perancis berjudul Dictionnaire Universel de Commerce yang disusun oleh Jacques des Bruslons dan diterbitkan pada tahun 1723. Kata entrepreneur dalam Bahasa Prancis berasal dari kata entre yang berarti antara dan prendre yang berarti mengambil.[8] Saat itu, istilah ini digunakan pada orang-orang yang membawa sesuatu di dalam perjalanan mereka melewati sesuatu yang berisiko. Pada jaman tersebut istilah adventurer "petualang" digunakan untuk merujuk pada hal yang sama.[9] Studi tentang kewirausahaan dimulai sejak akhir abad ke-17 dan awal abad ke-18 oleh ekonom Irlandia-Prancis Richard Cantillon.[10] Studi ini merupakan salah satu dasar ekonomi klasik.[11] Cantillon mendefinisikan istilah wirausaha pertama kali dalam karyanya Essai sur la Nature du Commerce en Général yang terbit tahun 1755,[12] sebuah buku yang dianggap oleh William Stanley Jevons sebagai "tempat lahir ekonomi politik".[13] Di luar negeri, istilah kewirausahaan telah dikenal sejak abad 16, sedangkan di Indonesia baru dikenal pada akhir abad 20.[butuh rujukan] Beberapa istilah wirausaha seperti di Belanda dikenal dengan ondernemer, di Jerman dikenal dengan unternehmer.[butuh rujukan] Pendidikan kewirausahaan mulai dirintis sejak 1950-an di beberapa negara seperti Eropa, Amerika, dan Kanada.[butuh rujukan] Bahkan sejak 1970-an banyak universitas yang mengajarkan kewirausahaan atau manajemen usaha kecil.[butuh rujukan] Pada tahun 1980-an, hampir 500 sekolah di Amerika Serikat memberikan pendidikan kewirausahaan.[butuh rujukan]DI Indonesia, kewirausahaan dipelajari baru terbatas pada beberapa sekolah atau perguruan tinggi tertentu saja.[butuh rujukan] Sejalan dengan perkembangan dan tantangan seperti adanya krisis ekonomi, pemahaman kewirausahaan baik melalui pendidikan formal maupun pelatihan-pelatihan di segala lapisan masyarakat kewirausahaan menjadi berkembang.[butuh rujukan] Proses KewirausahaanCarol Moore yang mempelajari tentang bagaimana perilaku wirausahawan membuat suatu model mengenai bagaimana proses berpikir mereka. Studi ini kemudian dikembangkan oleh Bygrave dan dikenal sebagai proses kewirausahaan. Proses kewirausahaan tersusun atas tiga fase, yakni: innovation, implementation, dan growth. Ketiga langkah tersebut dipengaruhi oleh faktor dan lingkungan yang saling memengaruhi setiap langkahnya.[14] Beberapa faktor yang memengaruhi antara lain: faktor pribadi, dan faktor lingkungan. InnovationPada fase ini wirausahawan akan mencari ide dan menyeleksi ide. Untuk itu, hal yang diharapkan oleh wirausahawan adalah menemukan ide sebanyak mungkin dan membuat alat untuk menyaring ide-ide tersebut. Faktor yang memengaruhi hal ini adalah faktor pribadi dan faktor lingkungan. Faktor pribadi yang muncul antara lain: kreativitas, toleransi terhadap ide yang ambigu, dan aktif mencari informasi.[15] Kreativitas merupakan sifat yang dekat dengan penemuan. Besar ide inovatif yang dihasilkan oleh wirausahawan dapat dilihat dari seberapa kreatif wirausahawan tersebut. Toleransi terhadap ide yang ambigu memengaruhi bagaimana wirausahawan menyaring ide. Sementara itu, untuk membentuk alat yang bisa menyaring ide-ide tersebut, dibutuhkan kemampuan mencari informasi yang aktif. Semakin banyak infomasi yang didapat, semakin baik wirausahawan dalam menyaring ide mereka.[15] Di sisi lain, lingkungan juga dapat memengaruhi fase ini. Wirausahawan bisa jadi mendasarkan inovasinya pada responnya terhadap lingkungan. Drucker (dalam Moore, 1986) menyatakan bahwa terdapat tujuh tipe respon yang mendasari adanya inovasi, yakni:
Selain itu, motivasi wirauahawan juga didorong oleh bagaimana lingkungan memperlakukannya, seperti: penghargaan, keragaman pilihan profesi, tekanan, pengawasan, situasi, bantuan, dan lain sebagainya. Tingginya dukungan dan bantuan bagi wirausahawan mendorong tumbuhnya kreativitas yang berperan besar dalam fase awal kewirausahaan.[15] ImplementationDalam fase ini, wirausahawan melakukan beberapa hal, yakni:
Fase ini ditentukan oleh komitmen wirausahawan. Faktor personal seperti sifat berani mengambil risiko dan tingkat kepuasan terhadap bagaimana ia bekerja. Fase ini juga dipengaruhi oleh karakteristik fase sebelumnya. Kesempurnaan ide, organ usaha, dan rekan kerja memengaruhi keberhasilan wirausahawan dalam mengimplementasikan ide. Ide yang masih baru dan belum pernah didengar akan lebih susah diimplementasikan dibandingkan ide yang familiar. [16] Selain itu, faktor lingkungan memengaruhi bagaimana implementasi ini terjadi. Copper (dalam Moore, 1986) menyatakan bahwa wirausaha akan lebih banyak muncul pada saat industri bertumbuh dengan cepat, adanya kesempatan untuk segmentasi dan modal investasi rendah. Beberapa firma yang berada di daerah dengan tingkat wirausaha tinggi akan lebih mudah mendorong orang untuk meluncurkan ide bisnisnya. [16] GrowthFase terakhir dari proses kewirausahaan adaah pengembangan. Pada fase ini wirausahawan dianggap telah berhasil membutuhkan kemampuan menejerial untuk bisa memandu pertumbuhan usaha.[16] Faktor personal yang memengaruhi fase ini antara lain pendidikan dan dan pengalaman dan kemampuan menejerial. Vesper (dalam Moore 1986) menyatakan bahwa semakin tinggi pengalaman yang dimiliki, semakin besar pula kemampuan wirausahawan dalam mengenali permasalahan awal dan menyelesaikannya sebelum masalah tersebut memengaruhi jalannya usaha. Selain itu, faktor lain seperti efektifitas, struktur, iklim, dan respon lingkungan terhadap usaha memengaruhi fase ini. [17] Ciri-ciri dan Sifat kewirausahaanUntuk dapat mencapai tujuan yang diharapkan, maka setiap orang memerlukan ciri-ciri dan juga memiliki sifat-sifat dalam kewirausahaan. Ciri-ciri seorang wirausahawan adalah:
Sifat-sifat seorang wirausahawan adalah:
Peran Wirausahawan Dalam Perekonomian NasionalSeorang wirausahawan berperan baik secara internal maupun eksternal. Secara internal seorang wirausaha berperan dalam mengurangi tingkat kebergantungan terhadap orang lain, meningkatkan kepercayaan diri, serta meningkatkan daya beli pelakunya. Secara eksternal, seorang wirausahawan berperan dalam menyediakan lapangan kerja bagi para pencari kerja. Dengan terserapnya tenaga kerja oleh kesempatan kerja yang disediakan oleh seorang wirausahawan, tingkat pengangguran secara nasional menjadi berkurang. Menurunnya tingkat pengangguran berdampak terhadap naiknya pendapatan perkapita dan daya beli masyarakat, serta tumbuhnya perekonomian secara nasional. Selain itu, berdampak pula terhadap menurunnya tingkat kriminalitas yang biasanya ditimbulkan oleh karena tingginya pengangguran. Seorang wirausahawan memiliki peran sangat besar dalam melakukan wirausaha. Peran wirausaha dalam perekonomian suatu negara adalah:
Referensi
Daftar pustaka
|