Keterlibatan Belarus dalam invasi Ukraina oleh RusiaTemplat:Belarus dan konflik bersenjata Belarus, sekutu dekat Rusia, menyatakan dukungan kepada Rusia dalam invasi Rusia ke Ukraina. Sebelum dimulai penyerangan, Belarus mengizinkan Angkatan Bersenjata Rusia untuk latihan militer selama berminggu-minggu di teritorinya; namun, pasukan Rusia masih belum meninggalkan negara tersebut setelah selesai berlatih. Belarus mengizinkan Rusia untuk melancarkan sebagian invasi melalui teritorinya, memberikan Rusia akses rute darat tersingkat untuk menjangkau ibu kota Ukraina, Kyiv.[1][2][3][4] Namun, pasukan tersebut mundur dalam dua bulan, sehingga menghentikan operasi militer jalur darat dari Belarus dan mengakibatkan perbatasan di sisi Ukraina kembali direbut oleh Ukraina.[5] Namun demikian, situasi di sekitar perbatasan masih tegang, dengan Ukraina menutup pos pemeriksaan perbatasan menuju Belarus, dengan pengecualian.[6] Belarus awalnya menyangkal keterlibatan dalam konflik, tetapi saat itu mengaku mengizinkan peluncur rudal Rusia yang ditempatkan di teritorinya untuk menyerang sasaran di Ukraina. Beberapa laporan muncul dari oposisi Belarus dan militer Ukraina bahwa pasukan Belarus ada di Ukraina berperang bersama Rusia, tetapi pemimpin Belarus Aleksander Lukashenko segera membubarkan pasukan dan mengatakan bahwa Angkatan Bersenjata Belarus (BAF) tidak akan berpartisipasi secara langsung dalam konflik. Per awal 2023, BAF tidak terlibat dalam pertempuran melawan Ukraina dan tetap berada di teritori Belarus selama berjalannya konflik. Pemimpin Belarus menyatakan bahwa ia "tidak mungkin" mengirimkan tentara ke Ukraina kecuali diserang terlebih dahulu.[6][7] Menurut kementerian luar negeri Ukraina, Lukashenko telah meyakinkan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy pada awal invasi bahwa ia tidak akan melibatkan angkatan bersenjata negaranya di pihak Rusia.[8] Pada awal 2023 dinyatakan bahwa Ukraina telah menawarkan untuk meresmikan pengaturan tersebut dengan pakta non-agresi.[9] Keterlibatan Belarus dikutuk oleh negara-negara Barat, dengan Uni Eropa, Amerika Serikat, Inggris, Kanada, dan Jepang menjatuhkan sanksi terhadap Belarus. Menurut Chatham House, partisipasi Belarus dalam konflik militer tersebut tidak tersebar luas di kalangan masyarakat umum;[10] unjuk rasa digelar pada 27 Februari, hari diadakannya referendum konstitusi yang meminta pencabutan status Belarus sebagai negara non-nuklir, tetapi segera dibubarkan. Para peretas menargetkan lembaga negara Belarus serta infrastruktur penting negara, dengan tujuan menggangu upaya perang Rusia di Belarus. Pada hari-hari awal invasi, Belarus juga terlibat dalam inisiatif perdamaian, mengadakan pembicaraan antara Rusia dan Ukraina di perbatasannya. Meskipun terdapat beberapa kesepakatan di awal, perbincangan tersebut tidak menghasilkan gencatan senjata yang bertahan lama.[11] Lihat pulaRujukan
Kesalahan pengutipan: Tag <ref> dengan nama "Charter97_Belarusians_foil_Putins_plan" yang didefinisikan di <references> tidak digunakan pada teks sebelumnya. |