Kerajaan Kapadokia

Kerajaan Kapadokia

320-an SM–17 M
Peta Timur Dekat pada tahun 281 SM. Kapadokia sebagai bagian dari Kekaisaran Seleukia
Peta Timur Dekat pada tahun 281 SM. Kapadokia sebagai bagian dari Kekaisaran Seleukia
Statusbagian dari Kekaisaran Pontos dan Seleukia
negara pengekor Republik dan Kekaisaran Romawi (95 SM–17 M)
Ibu kotaMazaka
(kini Kayseri, Turki)
Bahasa yang umum digunakanYunani Kuno (resmi)
Persia Kuno (asli)
Aram (awalnya digunakan pada koin)
Agama
Sinkretisme, menggabungkan Politeisme Yunani dengan dewa-dewa Anatolia dan Persia, serta Zoroastrianisme
Pemerintahankerajaan
Basileus 
• 331 – 322 SM (raja pertama dinasti Ariarathiyah)
Ariarathes I
• 96 – k. 63 SM (raja pertama dinasti Ariobarzaniyah)
Ariobarzanes
• 36 SM – 17 SM (raja terakhir)
Arkhelaos
Sejarah 
• Didirikan oleh Ariarathes I
320-an SM
• Ariarathes IX digulingkan, Ariobarzanes I dilantik dengan dukungan militer dari Sulla
95 SM
• Ariarathes X digulingkan, Arkhelaos dilantik oleh Markus Antonius
36 SM
• Dicaplok oleh Kekaisaran Romawi di bawah pemerintahan Kaisar Tiberius.
17 M
Didahului oleh
Digantikan oleh
Makedonia (kerajaan kuno)
Kapadokia (provinsi Romawi)
Sunting kotak info
Sunting kotak info • Lihat • Bicara
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini

Kerajaan Kapadokia (bahasa Yunani Kuno: Καππαδοκία, translit. Kappadokía) adalah suatu kerajaan Iran bernuansa Helenistik[1][2] berpusat di daerah bersejarah Kapadokia di Anatolia (kini Turki). Kerajaan ini berkembang dari bekas Kesatrapan Kapadokia Akhemeniyah yang didirikan oleh satrap terakhir bernama, Ariarathes. Sepanjang sejarahnya, kerajaan ini diperintah oleh tiga dinasti berturut-turut; Ariarathiyah (331–96 SM), Ariobarzanes (96–36 SM), dan terakhir Arkhelaos (36 SM–17 M). Pada tahun 17 M, setelah wafatnya Arkhelaos, pada masa pemerintahan kaisar Romawi bernama Tiberius (14–37 M), kerajaan tersebut dicaplok sebagai provinsi Romawi.

Asal dan sejarah

Di bawah Kekaisaran Akhemeniyah, persianisasi dan iranisasi di Anatolia semakin kuat, dan kehadiran bangsa Iran dikukuhkan di bagian barat, yaitu Pontos dan Kapadokia.[3] Ariarathes telah menjadi satrap Kapadokia Akhemeniyah selama 19 tahun dan merupakan pendukung yang sangat setia terhadap para raja-raja Akhemeniyah. Dengan hubungan darah, dia masih ada hubungan kekerabatan dengan dinasti Akhemeniyah yang berkuasa (Para Koresh dan Darius), yang juga bersama satrap lainnya.[4][5] Ketika Aleksander menyerang Kapadokia sebagai bagian dari penaklukannya atas Kekaisaran Persia, dia menunjuk dua gubernur sementara. Bagi bangsa Iran di Anatolia, jatuhnya Akhemeniyah berarti adanya "kemelut".[6] Dengan kemenangan Aleksander dan munculnya raja-raja penerus Helenistik, bangsa Iran di Karia dan beberapa tempat di Anatolia bagian barat akhirnya mulai menyesuaikan diri dengan keadaan yang berubah.[3] Kehadiran bangsa Iran di sebelah barat Sungai Halys perlahan mulai memudar.[7] Namun, di sebelah timur Sungai Halys, semuanya berjalan berbeda. Kapadokia telah menunjukkan pertentangan terhadap penjajah Yunani Makedonia.[7] Setelah mempertahankan Halikarnassos, penduduk Kapadokia ikut serta dalam Pertempuran Gaugamela (331 SM) melawan tentara Aleksander.[7]

Tidak seperti bangsa Iran di Karia, para bangsawan Iran di sebelah timur Sungai Halys, di Kapadokia dan Pontos, menyatakan kemerdekaan, dan menentang pengaruh Yunani Makedonia.[3] Ariarathes I berhasil mengambil alih kekuasaan di Kapadokia, menjadi raja pertama Kerajaan Kapadokia yang baru didirikan. Garis keturunan Ariarathes kemudian memberikan sepuluh raja berturut-turut. Setelah masa di bawah kekuasaan Seleukia, Kerajaan Kapadokia memperoleh kemerdekaannya pada masa pemerintahan Ariarathes III (k. 255-220 SM).[8] Dinasti Ariarathiyah dihapuskan pada awal abad ke-1 SM oleh penguasa Kekaisaran Pontos, yang terkenal Mithridates VI (Eupator), dalam upaya sepenuhnya menaklukkan Kerajaan Kapadokia.[9] Namun, dalam konflik kepentingan Republik Romawi, pemerintah Romawi mendukung Kapadokia untuk memilih raja baru; dari bangsawan Iran lainnya, bernama Ariobarzanes I.[9] Setelah perang saudara di kota Roma, orang-orang Romawi mulai ikut campur secara lebih langsung dalam urusan Kapadokia; pada tahun 36 SM, Marcus Antonius mengangkat Arkhelaos, seorang bangsawan setempat, menjadi raja Kapadokia.[9] Ketika, di usia tua, Kaisar Tiberius memanggilnya ke kota Roma, Arkhelaos meninggal di sana karena sebab-sebab alami; Kapadokia kemudian dicaplok sepenuhnya sebagai provinsi Romawi.[4] Karena letak kerajaan yang sangat genting di antara tetangga yang kuat, raja-raja sering terlibat dalam persekutuan pernikahan yang menguntungkan, seperti dengan Mithridatide serta Seleukia.[9]

Strabo yang menulis pada masa Kaisar Augustus (memerintah 63 SM-14 M), hanya mencatat jejak bangsa Persia di Anatolia bagian barat, tetapi, dia menganggap Kapadokia sangat setia terhadap Persia.[7]

Agama

Setelah penaklukan oleh Yunani Makedonia, bangsa Persia di Kapadokia serta di tempat lain terputus dari rekan seagama mereka di Iran inti.[10] Strabo, yang mengamatinya di Kerajaan Kapadokia pada abad pertama SM, mencatat (XV.3.15) bahwa "penyala api" itu memiliki banyak "tempat suci Dewa-Dewi Persia", serta kuil api.[10] Wewenang kerajaan memiliki banyak tempat suci dan kuil berbagai dewa-dewi Iran, serta dewa-dewi lainnya yang teriranisasi.[4] Pada pentingnya pengaruh mereka, banyak tempat-tempat suci dan dewa dari kategori tersebut dicatat oleh Strabo.[4] eberapa di antaranya adalah Anahita di Kastabala, seorang majus bernama Sagarios di Ariaramneia, dan Ahura Mazda di Arebsum.[4] Di tanah berpagar, dikenal sebagai Pyraitheia, ada pemujaan atas nama agama Zoroastrianisme.[11] Mengenai Pyraitheia itu, Strabo selanjutnya menceritakan bahwa "... di tengah-tengah mereka ada mezbah, di mana ada sejumlah besar abu dan di mana orang majus menjaga api tetap menyala".[10]

Pemerintahan

Awalnya, kerajaan diatur dalam sepuluh kesatrapan.[4] Kemudian, bertambah menjadi sebelas.[4] Kesatrapan disebut dalam bahasa Yunani sebagai strategiai, dan masing-masing dipimpin oleh strategos, yang pada dasarnya adalah seorang bangsawan penting.[4] Sebelas satrap itu adalah; Melitene, Kataonia, Kilikia, Tyanitis, Garsauritis, Laouiansene, Sargarausene, Saraouene, Khamanene, Morimene, and Kilikia Trakheia. Kililia Trakheia, kesatrapan kesebelas dan terakhir, kemudian ditambahkan ke Kerajaan Kapadokia.[4]

Kendali atas tanah kerajaan dipertahankan melalui tanah kerajaan dan benteng yang dilindungi dan dipelihara oleh kaum bangsawan.[4] Ada dua jenis perkebunan: yang terletak dan berpusat di kediaman bangsawan yang bersangkutan (yang kekuasaannya, seperti yang dicantumkan oleh Encyclopedia Iranica, yaitu sebagai "paling sebentar") dan apa yang disebut tanah kuil.[4] Di dalam apa yang disebut tanah kuil, para imam memiliki kekuatan sementara dan juga fungsi keagamaan. Sebagai hasil dari peran ganda yang dimainkan oleh imam, mereka menjadi yang tertinggi dalam kekuasaan setelah raja sendiri.[4]

Helenisasi

Meniru tetangga mereka yang lebih besar yaitu Seleukia dan Attalide, raja-raja Kapadokia melakukan helenisasi berbagai hal kerajaan dengan sengaja.[4] Baik anggota Dinasti Ariarathiyah maupun dari Dinasti Ariobarzaniyah kemudian menerima pendidikan Yunani, dan memakai gelar Helenik, seperti basileus, ketimbang syah asli.[4] Meskipun beberapa raja Kapadokia pertama, yaitu dari keluarga Ariarathiyah, mencetak koin gaya Iran dengan keterangan berbahasa Aram, dari Raja Ariarathes III dan seterusnya, mereka beralih menggunakan koin dan prasasti bergaya Yunani.[4] Selama pemerintahan Ariamnes, koin pertama muncul dengan tulisan alfabet Yunani, dengan raja digambarkan di atasnya dalam pakaian Persia.[12] Seperti Seleukia, raja-raja Kapadokia menamai kota-kota yang baru didirikan menurut nama mereka sendiri (seperti Ariaramneia, Ariarathei, Arkhelais). Selanjutnya, ketiga rumah kerajaan itu "dihormati" oleh para polis (negara kota) Yunani.[4] Secara umum, helenisasi di kerajaan dimulai secara perlahan sejak abad ke-3 SM, dan dipercepat pada abad ke-2.[12] Namun demikian, sampai akhir kerajaan, semua penguasanya memakai nama Iran.[5]

Ibu kota

Menurut Strabo, ibu kota Mazaka berkembang pesat dan memiliki jumlah penduduk yang besar.[4] Kota tersebut dikelilingi oleh banyak desa dan perkebunan; yang kemudian, dilindungi dengan baik oleh benteng yang dikendalikan oleh anggota keluarga kerajaan dan bangsawan.[4]

Daftar raja Kapadokia

Lihat pula

Referensi

Catatan kaki

  1. ^ Weiskopf 1990, hlm. 780–786 "(...) Hellenistic-era Iranian kingdom (...) But all in all, Cappadocia remained an Iranian kingdom, one which developed from an Achaemenid satrapy."
  2. ^ McGing, Brian (1986). "Eupator in Asia before the first war with Rome". The Foreign Policy of Mithridates VI Eupator, King of Pontus. BRILL. hlm. 72. ISBN 978-9004075917. As in Pontus the ruling family was of Iranian descent. 
  3. ^ a b c Raditsa 1983, hlm. 106-107.
  4. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r Weiskopf 1990, hlm. 780–786.
  5. ^ a b Cooper & Decker 2012, hlm. 178.
  6. ^ Raditsa 1983, hlm. 105.
  7. ^ a b c d Raditsa 1983, hlm. 107.
  8. ^ McGing 1986, hlm. 72.
  9. ^ a b c d Van Dam 2002, hlm. 17.
  10. ^ a b c Boyce 2001, hlm. 85.
  11. ^ Weiskopf 1987, hlm. 757-764.
  12. ^ a b Raditsa 1983, hlm. 111.

Daftar pustaka

  • Ball, Warwick (2002). Rome in the East: The Transformation of an Empire. Routledge. hlm. 436–437. ISBN 978-1134823864. 
  • Boyce, Mary (2001). Zoroastrians: Their Religious Beliefs and Practices. Psychology Press. ISBN 978-0415239028. 
  • Cooper, J. Eric; Decker, Michael (2012). Life and Society in Byzantine Cappadocia. Palgrave Macmillan. ISBN 978-0230361065. 
  • Raditsa, Leo (1983). "Iranians in Asia Minor". Dalam Yarshater, Ehsan. The Cambridge History of Iran, Vol. 3 (1): The Seleucid, Parthian and Sasanian periods. Cambridge University Press. ISBN 978-1139054942. 
  • Stausberg, Michael; Vevaina, Yuhan Sohrab-Dinshaw; Tessmann, Anna, ed. (2015). The Wiley-Blackwell Companion to Zoroastrianism. John Wiley & Sons. hlm. 445, 454, 468. ISBN 978-1118785508. 
  • Weiskopf, Michael (1987). "ASIA MINOR". Encyclopaedia Iranica, Vol. II, Fasc. 7. hlm. 757–764. 
  • Weiskopf, Michael (1990). "CAPPADOCIA". Encyclopaedia Iranica, Vol. IV, Fasc. 7-8. hlm. 780–786. 
  • Van Dam, Raymond (2002). Kingdom of Snow: Roman rule and Greek culture in Cappadocia. University of Pennsylvania Press. ISBN 978-0812236811. 
Kembali kehalaman sebelumnya