Kerajaan Arungkeke

Kerajaan Arungkeke adalah salah satu kerajaan yang pernah berkuasa di wilayah Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan. Sejarah Kerajaan Arungkeke tercatat dalam naskah Lontara' Patturioloang bersama dengan kerajaan-kerajaan lain di wilayah Kabupaten Jeneponto. Kerajaan Arungkeke diperkirakan berdiri pada akhir abad ke-17 Masehi setelah penaklukan Kerajaan Gowa dan perluasan wilayah Suku Bugis di Kabupaten Sinjai dan Kabupaten Bulukumba.

Masyarakat di Arungkeke meyakini bahwa penguasa pertama Kerajaan Arungkeke adalah Tumanurung. Sementara raja-raja penerusnya diketahui melalui pekuburan para penguasanya yang terletak di Desa Arungkeke. Wilayah Kerajaan Arungkeke memanjang dari Desa Palajau di barat hingga Desa Togo-Togo di timur. Kerajaan Arungkeke membentuk persatuan politik dan hubungan kebangsawanan dengan kerajaan-kerajaan lain di wilayah Kabupaten Jeneponto.

Sejarah

Sejarah Kerajaan Arungkeke tercatat dalam naskah Lontara' Patturioloang. Dalam naskah ini, Kerajaan Arungkeke dikenali sebagai salah satu dari enam kerajaan lokal di wilayah Kabupaten Jeneponto. Sementara itu, narasi tentang Kerajaan Arungkeke dan kerajaan lokal lain di Kabupaten Jeneponto menjadi tradisi lisan yang disajikan dalam mitologi Tumanurung.[1]

Nama arungkeke berarti tuan dari Keke. Dari nama tersebut diperoleh keterangan bahwa wilayah Kerajaan Arungkeke pernah dipimpin oleh arung. Arung adalah gelar untuk pemimpin dalam Suku Bugis. Perkiraan kedatangan arung ke daerah Arungkeke terjadi ketika Kerajaan Gowa ditaklukkan pada tahun 1669. Pada masa ini, kerajaan-kerajaan Suku Bugis mulai memperluas wilayah kekuasaannya ke arah selatan. Perluasan ini berlangsung dari wilayah Kabupaten Bone menuju ke wilayah Kabupaten Sinjai dan Kabupaten Bulukumba.

Wilayah kekuasaan

Kerajaan Arungkeke terbentuk pada Abad ke-17 Masehi. Saat kerajaan ini didirikan telah ada beberapa kerajaan lain di sekitar wilayah kekuasaannya. Beberapa di antaranya yaitu Kerajaan Gowa, Kerajaan Balanipa oleh Suku Mandar, Kerajaan Sanrobone di wilayah Kabupaten Takalar, Kerajaan Bulo-Bulo di wilayah Kabupaten Sinjai, Kerajaan Binamu di wilayah Kabupaten Jeneponto dan Kerajaan Suppa.[2]

Wilayah kekuasaan Kerajaan Arungkeke berada di bagian pesisir selatan Sulawesi Selatan dan mencakup wilayah Kecamatan Arungkeke di Kabupaten Jeneponto. Perbatasan barat wilayahnya adalah di Desa Palajau, sedangkan perbatasan timurnya adalah di Desa Togo-Togo. Pemerintahan di Kerajaan Arungkeke pada masanya disebut Kare.[3]

Penguasa

Berdasarkan keyakinan masyarakat di Arungkeke, penguasa pertama di Kerajaan Arungkeke adalah Tumanurung. Ia adalah seorang perempuan cantik yang asal-usulnya tidak diketahui dan tidak pula diketahui kematiannya. Tumanurung diceritakan turun dari langit ke pohon asam bersama dengan pengawal dan budaknya dengan memakai pakaian dan mahkota dari emas. Saat ia turun, ia membawa lesung, alu dan perhiasan. Karena keyakinan ini pula, Tumanurung tidak memiliki kuburan di wilayah Kerajaan Arungkeke.[4]

Sementara itu, pekuburan para penguasa Kerajaan Arungkeke ditemukan di tengah-tengah Desa Arungkeke. Desain kuburannya merupakan desain umum pada akhir Abad ke-17 Masehi. Di sekitarnya terdapat sebuah gugusan batu besar yang diyakini sebagai tempat pelantikan para penguasa. Kondisi gugusan batu besar ini sudah rusak parah.[5]

Politik

Persatuan politik

Kerajaan Arungkeke merupakan salah satu kerajaan kecil di wilayah Kabupaten Jeneponto.[6] Persatuan terjadi antara Kerajaan Arungkeke dengan kerajaan-kerajaan kecil lainnya di wilayah Kabupaten Jeneponto. Kerajaan yang mempersatukannya adalah Kerajaan Binamu. Persatuan ini meliputi Kerajaan Arungkeke, Kerajaan Binamu, Kerajaan Tolo, Kerajaan Tarowang, Kerajaan Rumbia, dan Kerajaan Bangkala.[7]

Hubungan kekerabatan dan kebangsawanan

Kerajaan Arungkeke memiliki hubungan kekerabatan dan kebangsawanan dengan kerajaan-kerajaan lain di wilayah Kabupaten Jeneponto. Dalam silsilah kebangsawanan Kerajaan Arungkeke, hubungan terbentuk dengan Kerajaan Tarowang dan penguasa wilayah Bungung. Raja Tarowang yang bernama Patta Dulung Arung Arujung menikah dengan bangsawan dari Kerajaan Arungkeke, yaitu Maryam Daeng Rawang. Maryam adalah penguasa di wilayah Rawang. Dari pernikahan ini, lahir lima orang anak yang menjadi bangsawan di kedua kerajaan ini.[3]

Lihat pula

Referensi

  1. ^ Hadrawi, Muhlis (2017). "Bangkala dan Binamu: Suatu Kajian Naskah Lontara' dalam Sosial-Politik Jeneponto Kuno" (PDF). Etnosia: Jurnal Etnografi Indonesia. 2 (2): 120. 
  2. ^ Rijal, S., dkk. (2020). Badollahi, Muhammad Zainuddin, ed. Strategi Pengembangan Daya Tarik Wisata Pulau Libukang Kabupaten Jeneponto (PDF). Makassar: Politeknik Pariwisata Makassar. hlm. 41. ISBN 978-623-94120-0-5. 
  3. ^ a b Arifin, M., dkk. (2020). Strategi Pengembangan Daya Tarik Wisata Pantai Tamarunang Kabupaten Jeneponto (PDF). Makassar: Politeknik Pariwisata Makassar. hlm. 41. ISBN 978-623-94120-5-0. 
  4. ^ Rijal, S., dkk. (2020). Badollahi, Muhammad Zainuddin, ed. Strategi Pengembangan Daya Tarik Wisata Tanjung Mallasoro Kabupaten Jeneponto (PDF). Makassar: Politeknik Pariwisata Makassar. hlm. 42. ISBN 978-623-94120-3-6. 
  5. ^ Caldwell, I. dan Bougas, W. A. (2004). "Fajar Sejarah Binamu dan Bangkala" (PDF). The Origins of Complex Society in Sulawesi. hlm. 21. Diakses tanggal 11 September 2022. 
  6. ^ Salim, M. A. M., dkk. (2020). Badollahi, Muhammad Zainuddin, ed. Strategi Pengembangan Daya Tarik Wisata Pantai Birta Ria Kassi Kabupaten Jeneponto (PDF). Makassar: Politeknik Pariwisata Makassar. hlm. 40. ISBN 978-623-94120-1-2. 
  7. ^ Ningsih, Sri (2022). "Edukasi Potensi Pariwisata Budaya pada Makam Raja–Raja Binamu di Kelurahan Bontoramba Kabupaten Jeneponto". Journal of Community Services. Akademi Kebidanan Tahirah Al Baeti Bulukumba. 4 (1): 17. ISSN 2798-5016. 
Kembali kehalaman sebelumnya