KentrungKentrung adalah kesenian asli Indonesia yang berasal dari pantai utara Pulau Jawa. Kesenian ini menyebar dari wilayah Semarang, Pati, Jepara, Blora hingga Tuban –tempat kesenian ini dinamai Kentrung Bate[1] karena berasal dari desa Bate, Bangilan, Tuban.[1][2] Kentrung Bate terinspirasi dari semangat dakwah seni Kentrung Pengkol Ledok. Di wilayah Bate, seni ini pertama kali dipopulerkan oleh Kiai Basiman pada zaman penjajahan Belanda tahun 1930-an. Seni Kentrung diiringi alat musik berupa tabuh timlung (kentheng) dan terbang besar (rebana).[3]. Seni Kentrung sarat muatan ajaran kearifan lokal[3] Dalam pementasannya, seorang seniman menceritakan urutan pakem dengan rangkaian parikan dan menyelipkan candaan-candaan lucu di tengah-tengah pakem, tetap dengan parikan yang seolah dilakukan luar kepala.[3] Parikan berirama ini dilantunkan dengan iringan dua buah rebana yang ditabuh sendiri.[3] Beberapa lakon yang dipentaskan di antaranya Amat Muhammad, Anglingdarma, Joharmanik, Juharsah, Mursodo Maling, dan Jalak Mas.[3] Berdasarkan pernyataan yang didapat dari situs forum budaya, Kesenian Kentrung dianggap terancam punah karena gagal melakukan regenerasi.[4] Sejumlah orang yang masih mampu memainkan kesenian ini kebanyakan sudah lanjut usia.[4] Isu yang kini ada di antara para pemain Seni Kentrung adalah permintaan agar pemerintah segera mendokumentasikan kesenian tradisi, termasuk kentrung bate, dengan harapan terdokumentasinya (tidak hilang) budaya dan kesenian asli daerah.[4] Dokumentasi kentrung dianggap oleh pemainnya sangat penting mengingat sudah tidak ada penerus dalam kesenian ini.[4] Referensi
|