Kentang hitam
Kentang hitam (Coleusus rotundifolius, sinonim: Plectranthus rotundifolius) adalah terna yang menjalar yang bisa juga digunakan sebagai pengganti nasi. Bagian yang sering dipergunakan adalah umbinya. Kentang ini juga sering digunakan sebagai campuran sayur lodeh, sayur asem, hingga jajanan sore. Petani menanam kentang hitam tatkala sesudah menanam padi. Kentang ini dikenal dengan bermacam-macam nama gombili (Gy.), dan kěntang jawa (Mly.), hombili (Btk.), kěmbili (Ac. dan Mng.), kĕntang kĕmbili, kĕntang kumĕli (Btw.), huwi kěntang (Sd.), kambili, dan daun sabrang (Jatim), gombili, dan obi sola (Madura), sabrang (Bali),[2] gěmbili, kěntang irěng, kumbili jawa, kěntang klici (Jawa), kombili (Maluku), sěbrang (Lombok),[3][4][5] kĕntang jawĕ, kĕntang kĕmbili (Pontianak dan Kubu Raya), dan lain-lain di seluruh Indonesia. DeskripsiKentang hitam merupakan ubi-ubian yang merupakan terna yang menjalar dan semak-semakan dengan tinggi 40–100 cm. Dia berakar pada dasar tumbuhan.[4] Batangnya tegak, sedikit merambat, lubak,[2] bersegi empat, tebal, dan agak berbau. Daun-daunnya tunggal, tebal, bermembran, saling berhadapan dan berselang-seling, bentuknya bulat telur, berwarna hijau tua pada permukaan atas daun dan hijau muda di bagian bawah. Panjang 2–4 cm dan lebar 3–6 cm, sedikit berbulu, dan tulang daun menyirip.[2] Bunganya kecil dan berwarna ungu, tangkainya panjang dengan berukuran 1–2 mm, dan berbulu. Kelopak bentuknya bintang, mahkota berbentuk bibir, warnanya ungu gelap hingga terang, dan panjangnya 7–10(–12) mm dengan bentuk tabung agak membengkok. Berbunga dari bulan Februari-Agustus. Berumbi kecil, cokelat, dan daging umbinya berwarna putih. Panjang umbinya 2–4 cm. Akarnya serabut, dan membentuk ubi.[2][3][4] Persebaran, habitat, dan penanamanTumbuhan ini asalnya dari negeri India, banyak menyebar dan tumbuh ke Madagaskar, dan Malesia. Di Malesia sendiri, banyak tumbuh di Malaysia, Sumatra, Jawa, Filipina, dan Maluku. Di Indonesia, banyak ditanam di Banten, Jakarta, Magelang, Yogya, dan Bali. Tumbuh dari ketinggian 40-1300 mdpl dan suka dengan wilayah beriklim panas. Petani menanam ini setelah menanam padi. Yang jelas, Rumphius menyebutkan bahwa tanaman ini sudah lama ditanam.[3][4] Menurut catatan Heyne mengutip Rumphius, adalah tumbuhan ini banyak ditanam di Jawa dan Bali. Sekali lagi, Heyne juga mengutip tulisan de Bie (De Landbouw der Inladsche Bevolking op Java [Pertanian dlm Masyarakat Jawa], 1901-02, jilid I:107), bahwa tumbuhan ini memang banyak tumbuh di persawahan Batavia (sekarang Jakarta) yang kalau selain persawahan Batavia, kentang hitam tak mau tumbuh; alasannya karena memang kentang hitam menghendaki tanah yang gembur.[5] Kentang hitam juga bisa diperbanyak dengan jalan setek, yang dalam waktu semninggu saja, tumbuhan ini sudah bertunas. Setek tersebut haruslah mengandung tiga buku, dengan panjang 15 cm, dan ditanam pada permulaan musim hujan. Namun, kalau memang, tanah pekarangan kita adalah tanah berat yg sulit gembur, gemburkan dulu, dan susunlah jadi guludan. Jarak antar guludan adalah 50 cm. Bisa pula memakai umbi muda, dan ditugalkan pada tanah gembur dengan jarak: 30 × 30 cm, dan tiap lubang tugalan diisi 3 butir umbi.[5][6] Kalau sudah berumur 1 bulan lebih, rumput-rumputan harus disiang. Sedangkan pada usia 2 bulan, maka dia disiangi kembali dan dibumbun. Kalau ditanam di tanah yang datar, tak perlu dibumbun. Pada bulan keempat, kentang hitam baru bisa dipanen dan dipungut hasilnya.[5][6] Menurut sejarahnya dulu, orang-orang Portugis menemukan tumbuhan ini banyak tumbuh di Pantai Koromandel dan ada pula di Sailan, walau tak banyak. Ada kemungkinan, tumbuhan ini orang Arab membawa tumbuhan ini hingga ke India, dan Portugis membawa hingga Malaka. Orang Portugis membawa ini sebagai makanan impor dan bagus ditanam di iklim kering. Kini banyak menyebar ke Jawa.[7] Nilai guna & prospekKarel Heyne dlm "De nuttige"-nya (IV:133-34) menyebut bahwa orang Indonesia menanam kentang hitam untuk dimakan sebagai jajanan (resfreshments) dan dipergunakan pula untuk campuran sayur. Ukurannya kentang hitam ini yang mulai dari berukuran kelereng hingga ada yang seperti badan tikus, dan selalu berjendol bentuk ubi ini. Permukaan kulit dari kentang hitam ini adalah yang jelas hitam, dan pada bahagian dalamnya putih. Sementara itu, daun dari kentang hitam ini sering dipakai pula sebagai campuran dari ramuan obat.[5] Sebagai sumber zat pati, kentang hitam bisa dipergunakan sebagai penganan sore untuk direbus dan dimakan.[6] Kentang hitam kadang dimakan langsung untuk lalapan. Penggunaan umbi yang muda dan umbi yang tua dibedakan; yang muda dipakai untuk sayur lodeh, sayur asam, dan lain-lain. Sementara itu, umbi dewasa kentang hitam direndam dulu dalam larutan kapur, direbus, baru dimakan. Karena diperlakukan seperti itulah, kulit permukaan kentang hitam menjadi hitam. Itu sebabnya, orang Jawa menamai tumbuhan ini dengan kěntang irěng.[3] H. Keng mencatat (1978) dalam "Flora Malesiana", disebutkan bahwa umbi kentang yang dewasa dipakai sebagai pengganti kentang dan dipakai sebagai bakso cacah. Apabila kentang ini dimakan berlebihan, dikhawatirkan kentang ini bisa tidak dapat dicerna.[4] Dalam pengobatan, umbi kentang hitam berguna sebagai obat bengkak. Caranya, ambil 25 gram umbi kentang hitam, dicuci, diparut, kemudian ditempel ke bagian badan yang bengkak dan kemudian dibalut dengan kain bersih. Sedangkan, menurut penelitian, diketahui umbi dan daun kentang hitam mengandung saponin, flavonoida, dan polifenol.[2] Namun, menurut penelitian, telah dikabarkan bahwa kentang hitam mempunyai antioksidan yang natural dan antikanker yang terdapat pada ekstrak etanol daging dan kulit permukaan kentang hitam serta antioksidan yang tinggi dan aktivitas antiproliferatif yang terbuat dari ekstrak etanol kulit dengan cara yang bergantung dengan dosis. Asam ursolat dan asam oleanolat mungkin bisa pula digunakan sebagai anti-kanker dan antioksidan. Yang mana, sifat anti-proliferatifnya ditunjukkan pada sifatnya yang menghalang perkembangan kanker dada MCF 7. Selain itu pula, kentang hitam juga mengandung fitosterol dan asam maslinat (maslinic acid).[8] Referensi
Pranala luar
|