Kemalisme

Kemalisme yang digambarkan dalam Enam Anak Panah.

Kemalisme (bahasa Turki: Kemalizm, secara arkais disebut juga Kamâlizm[1]), yang juga dikenal dengan sebutan Atatürkisme (bahasa Turki: Atatürkçülük, Atatürkçü düşünce), adalah ideologi pendirian resmi Republik Turki yang didasarkan pada gagasan dan warisan Mustafa Kemal Atatürk.[2] Ideologi ini disimbolkan dengan Enam Anak Panah (bahasa Turki: Altı Ok).

Kemalisme, seperti yang diimplementasikan oleh Mustafa Kemal Atatürk, didefinisikan dengan reformasi pembersihan politik, sosial, budaya dan agama yang dirancang untuk memisahkan negara Turki baru dari pendahulu Ottoman-nya dan menerapkan cara hidup yang di-Westernisasi,[3] termasuk pendirian demokrasi, kesetaraan sipil dan politik untuk wanita, sekularisme, dukungan negara terhadap ilmu pengetahuan dan pendidikan bebas, yang beberapa diantaranya pertama kali diperkenalkan ke Turki pada masa kepresidenan Atatürk dalam reformasi-reformasinya.

Asal usul

Gagasan Mustafa Kemal Atatürk berasal dari para filsuf era Pencerahan, sejarah revolusioner Eropa, dan pengalaman pribadinya sebagai seorang warga negara, tentara, dan revolusioner pada hari-hari terakhir Kesultanan Ottoman.

Beberapa reformasi yang dilakukan untuk mencegah keruntuhan Kesultanan, bermula awalnya dari reformasi Tanzimat pada abad ke-19.[4] Gerakan Ottoman Muda di pertengahan abad mencoba membentuk sebuah ideologi nasionalisme Ottoman, atau Ottomanisme, untuk melawan kebangkitan nasionalisme etnis di Kesultanan dan mengenalkan konsep demokrasi terbatas untuk pertama kalinya sembari mempertahankan pengaruh Islamis. Dengan kemunduran mereka dibawah rezim absloutis Sultan Abdul Hamid II, gerakan Turki Muda melanjutkan warisan mereka di awal abad ke-20. Masa pertumbuhan Atatürk dihabiskan di Salonica era Hamid. Pada saat masih bertugas di Angkatan Darat, ia bergabung dengan Komite Persatuan dan Kemajuan (CUP), yang memperjuangkan konstitusionalisme melawan absolutisme Hamid, dan meninggalkan konsep nasionalisme Ottoman untuk nasionalisme Turki, dengan mengadopsi pandangan politik sekular (lihat Ittihadisme).

Atatürk tidak berperan penting dalam Revolusi Turki Muda tahun 1908, yang mengembalikan konstitusi, walaupun ia memegang peranan kunci dalam menurunkan Abdul Hamid pada Insiden 31 Maret. Pada Masa Konstitusional Kedua, persaingan antara İsmail Enver dan Ahmad Cemal membuatnya jauh dari kekuasaan: Komite Pusat CUP. Hal ini juga disebabkan ketidaksetujuan Atatürk pada kebijakan radikal para anggota CUP. Namun hal ini memungkinkan dia untuk megamati keberhasilan dan kekurangan CUP dalam menjalankan programnya. Selama Perang Dunia I, karir militernya melesat karena berperan pada Kampanye Gallipoli, dan di akhir perang ia adalah Pasha yang memimpin tiga komando tentara di Front Suriah.

Setelah kekalahan Kesultanan Ottoman -dan pembubaran CUP- di akhir perang, Atatürk memimpin kampanye militer melawan rencana Sekutu memisahkan Anatolia dan Trakia Timur yang dikenali sebagai Perang Kemerdekaan Turki. Konflik ini kemudian menjadi revolusi, dengan pendirian pemerintahan alternatif di Ankara di tahun 1923 yang membubarkan Kesultanan dan memproklamasikan Republik Turki. Dalam masa kepresidenannya selama 15 tahun, banyak reformasi besar-besaran yang dilakukan untuk memajukan agenda sekuler, republik, dan kesatuan bagi Republik Turki.[5] Doktrin Atatürk kemudian ditanamkan dalam Konstitusi sebagai ideologi negara pada tahun 1937.[6]

Prinsip

Atatürk menahan diri untuk tidak bersikap dogmatis dan menggambarkan bahwa ideologinya didasari oleh sains dan logika.[7]

Terdapat enam prinsip (ilke) dari ideologi tersebut: Republikanisme (bahasa Turki: cumhuriyetçilik), Populisme (bahasa Turki: halkçılık), Nasionalisme (bahasa Turki: milliyetçilik), Laisisme (bahasa Turki: laiklik), Statisme (bahasa Turki: devletçilik), dan Reformisme (bahasa Turki: inkılapçılık). Secara bersamaan, prinsip tersebut mewakili semacam gagasan Jacobinisme, yang didefinisikan oleh Atatürk sebagai metode yang menggunakan despotisme politik untuk menghancurkan despotisme sosial yang lazim di kalangan penduduk Muslim Turki yang berpikiran tradisional, yang disebabkan, menurutnya, oleh kefanatikan para ulama.[8]

Republikanisme

Republikanisme (bahasa Turki: cumhuriyetçilik) dalam kerangka ideologi Kemalis menggantikan monarki Dinasti Ottoman dengan negara hukum, kedaulatan rakyat, dan nilai-nilai kewarganegaraan, termasuk penekanan pada kebebasan bagi warga negara. Republikanisme Kemalis mendefinisikan suatu republik konstitusional, dimana perwakilan rakyat dipilih, dan memerintah menurut aturan konstitusional yang ada yang membatasi kuasa pemerintah atas rakyat. Kepala negara dan pejabat lainnya dipilih melalui pemilihan umum alih-alih mewarisi jabatan mereka, dan keputusan mereka tunduk pada hukum. Dalam mempertahankan perubahan dari Negara Ottoman, Kemalisme menegaskan bahwa semua hukum di Republik Turki haruslah didasari pada kebutuhan aktual di muka Bumi sebagai asas dasar dari kehidupan nasional[9]. Kemalisme menganjurkan sistem republik sebagai sistem terbaik yang mewakili keinginan rakyat.

Dari semua jenis republik, republik Kemalis adalah republik yang berlandaskan demokrasi perwakilan, liberal[10][11][12], dan parlementer dengan parlemen yang dipilih dalam pemilihan umum, presiden sebagai kepala negara dipilih oleh parlemen dan menjabat dalam periode yang dibatasi, perdana menteri ditunjuk oleh presiden, dan menteri lain ditunjuk oleh parlemen. Presiden tidak memiliki kekuasaan eksekutif langsung, tetapi memiliki hak veto terbatas, dan hak menyelenggarakan referendum. Urusan sehari-hari pemerintahan dijalankan oleh Kabinet Menteri yang terdiri dari perdana menteri dam menteri lainnya. Terdapat pemisahaan kekuasaan antara eksekutif (presiden dan Kabinet), legislatif (Parlemen), dan yudikatif, dimana tidak ada cabang pemerintahan yang memiliki otoritas atas cabang lainnya—meskipun parlemen ditugaskan untuk mengawasi Kabinet, yang dapat dipaksa mundur dengan mosi tidak percaya.

Republik Kemalis adalah negara kesatuan dimana tiga lembaga negara memerintah sebagai satu kesatuan, dengan lembaga legislatif yang dibentuk secara konstitusional. Dalam beberapa hal, kekuasaan politik pemerintah didelegasikan ke tingkat yang lebih rendah, kepada majelis terpilih lokal yang diwakili oleh walikota, namun pemerintah pusat tetap mempertahankan peran utama dalam memerintah.

Populisme

Dimensi populisme
“Kedaulatan adalah milik Bangsa, tanpa batasan atau syarat apa pun” yang tertera di belakang kursi Ketua Majelis Agung Nasional
Semboyan "Ne mutlu Türküm diyene", terukir di Pegunungan Kyrenia di Siprus Utara

Populisme (bahasa Turki: halkçılık) didefinisikan sebagai sebuah revolusi sosial yang bertujuan memindahkan kekuasaan politik pada warga negara. Populisme Kemalis tidak hanya bertujuan untuk membentuk kedaulatan rakyat tetapi juga pengalihan transformasi sosio-ekonomi untuk menciptakan negara populis yang sebenarnya. Namun, Kemalisme menolak perjuangan kelas dan kolektivisme.[13] Populisme Kemalis percaya bahwa identitas nasional berada di atas segalanya. Populisme Kemalis membayangkan sebuah sosialitas yang menekankan kolaborasi kelas dan persatuan nasional seperti solidarisme. Populisme di Turki bertujuan untuk membentuk kekuatan pemersatu yang membentuk rasa sebuah negara Turki dan kekuatan rakyat yang membawa persatuan baru tersebut.[14]

Populisme Kemalis adalah perpanjangan dari gerakan modernisasi Kemalis, yang bertujuan membuat Islam cocok dengan negara-bangsa modern. Hal ini juga termasuk pengawasan negara terhadap organisasi dan sekolah agama. Mustafa Kemal berkata "setiap orang perlu tempat untuk belajar agama dan keyakinan; tempat itu adalah mektep, bukan madrasa." Hal ini dilakukan untuk melawan "korupsi" ajaran Islam oleh para ulama. Kemal percaya bahwa pada masa Ottoman, ulama telah menyalahgunakan kekuasaan jabatan mereka dan memanipulasi ajaran agama untuk kepentingan pribadi mereka. Hal yang ditakutkan juga adalah, ketika pendidikan tidak diatur oleh negara, madrasa-madrasa yang tidak diawasi akan memperburuk masalah tarekat yang mengancam persatuan negara Turki.[15]

Kedaulatan

Teori sosial Kemalis (populisme) tidak menerima satupun kata sifat diletakkan sebelum definisi dari suatu bangsa. Kedaulatan haruslah menjadi milik rakyat seutuhnya tanpa syarat dan ketentuan:

Ḥâkimiyet bilâ ḳaydü şarṭ Milletiñdir

Egemenlik kayıtsız şartsız Milletindir

Kedaulatan adalah milik Bangsa tanpa batasan atau syarat apa pun[16]

— Mustafa Kemal Atatürk

Motto

Populisme digunakan untuk melawan dominasi politik para sheikh, kepala suku, dan sistem politik Islam di Kesultanan Ottoman.

Nasionalisme Atatürk bertujuan untuk membentuk legitimasi politik dari otokrasi kerajaan (oleh Dinasti Ottoman), teokrasi (dari Kekhalifahan Ottoman), dan feodalisme (kepala suku) menuju partisipasi aktif oleh warga negara Turki. Teori sosial Kemalis ingin membentuk suatu nilai kewarganegaraan Turki. Sebuah rasa bangga yang diasosiasikan dengan kewarganegaraan yang dapat memberikan dorongan psikologis bagi rakyat untuk bekerja keras dan mencapai sebuah rasa persatuan dan identitas nasional. Partisipasi aktif, atau "kehendak rakyat", dibentuk dengan rezim republik dan nilai ke-Turki-an menggantikan bentuk afiliasi lain yang dipromosikan di Kesultanan Ottoman (seperti bentuk kesetiaan dari millet yang berbeda yang menyebabkan perpecahan di dalam kesultanan). Motto "Ne mutlu Türküm diyene" (bahasa Indonesia: Betapa bahagianya seorang yang menyebut dirinya aku orang Turki) dikenalkan untuk melawan motto lain seperti "hidup Sultan", "hidup Sheikh", atau "hidup Khalifah."

Enam Prinsip Utama Atatürk disimbolkan dengan Enam Anak Panah

Laisisme

Laisisme (bahasa Turki: laiklik) dalam ideologi Kemalis bertujuan untuk menghapus intervensi agama dalam urusan pemerintahan, begitupun sebaliknya. Hal ini berbeda dengan konsep sekularisme Anglo-Amerika yang pasif[17], namun mirip dengan konsep laïcité di Prancis.

Akar dari sekularisme Kemalis berasal dari upaya reformasi pada Kesultanan Ottoman, khususnya pada periode Tanzimat dan Masa Konstitusional Kedua. Kesultanan Ottoman adalah sebuah negara Islam dimana kepala negara Ottoman memegang posisi sebagai khalifah. Sistem sosial diatur menurut berbagai sistem, termasuk sistem Millet dan hukum syariah yang diatur secara religius, membolehkan ideologi keagamaan untuk melebur kedalam sistem administrasi, ekonomi, dan politik Ottoman. Pada Era Konstitusional Kedua, Parlemen Ottoman mengesahkan banyak kebijakan sekular, meskipun teknik populisme religius dan serangan terhadap kesalehan kandidat lain masih terjadi diantara partai-partai politik Ottoman semasa pemilhan umum. Kebijakan ini disebut menjadi alasan terjadinya Insiden 31 Maret oleh pendukung monarki absolut dan Islamis. Kebijakan sekuler Parlemen Ottoman juga menjadi faktor terjadinya Pemberontakan Arab selama Perang Dunia I.

Ketika sekularisme mula diterapkan di Turki, hal tersebut dimulai dengan pembubaran kekhalifahan pada Maret 1924. Jabatan Shaykh al-Islām digantikan oleh Direktorat Urusan Keagamaan (bahasa Turki: Diyanet). Pada 1926, mejelle dan kitab undang-undang hukum syariah ditinggalkan dan digantikan oleh kitab undang-undang hukum Swiss yang diadaptasi dan kitab undang-undang hukum pidana yang diadopsi dari Jerman dan Italia. Praktik keagamaan lainnya ditinggalkan, yang menyebabkan pembubaran tarekat Sufi dan pemberlakuan hukuman menggunakan fez, yang dilihat oleh Atatürk sebagai ikatan dengan masa lalu zaman Ottoman.[3]

Negara dan agama (laïcité)

Atatürk sangat terpengaruh dengan keberhasilan laïcité di Prancis.[18] Atatürk menganggap model Prancis sebagai bentuk otentik dari sekularisme. Kemalisme berusaha untuk mengendalikan agama dan mengubahnya menjadi urusan pribadi dan bukan lembaga yang ikut campur dalam politik, serta kemajuan sosial dan ilmu pengetahuan. Hal ini lebih dari sekadar menciptakan pemisahan antara negara dan agama. Atatürk digambarkan bekerja seolah-olah dia adalah Leo III orang Isauria, Martin Luther, Baron von Holbach, Ludwig Büchner, Émile Combes, dan Jules Ferry digabungkan menjadi satu dalam merumuskan sekularisme Kemalis.[18] Sekularisme Kemalis tidak menyiratkan atau mendukung agnostisisme atau nihilisme; melainkan kebebasan berpikir dan kemerdekaan lembaga negara dari dominasi pemikiran agama dan lembaga keagamaan. Prinsip laisisme Kemalis tidak menentang agama yang moderat dan apolitis, melainkan menentang kekuatan agama yang melawan modernisasi dan demokrasi.

Menurut pandangan Kemalis, negara Turki harus berdiri pada jarak yang setara dengan semua agama, tidak mendukung maupun melarang bentuk keyakinan agama apapun. Namun, kaum Kemalis tidak hanya menyerukan pemisahan agama dan negara saja, melainkan juga menyerukan kontrol negara terhadap lembaga keagamaan Muslim di Turki. Untuk beberapa Kemalis, hal ini berarti negara haruslah menjadi pengendali urusan agama, dan setiap kegiatan keagamaan harus diawasi oleh negara. Hal ini menuai kritikan dari kaum konservatif religius. Kaum konservatif religius sangat vokal menolak gagasan ini, dengan pendapat bahwa untuk mendirikan sebuah negara sekular, negara tidak boleh mengontrol kegiatan lembaga keagamaan. Meskipun mereka memprotes, kebijakan ini kemudian diadopsi dalam konstitusi tahun 1961.[14]

Kebijakan Kemalis bertujuan untuk membuang elemen-elemen agama dari masyarakat. Setelah Perang Kemerdekaan Turki berakhir, semua bentuk pendidikan (baik sekular maupun agama) berada di bawah kendali pemerintah. Sistem pendidikan disentralisasi, dengan satu kurikulum untuk sekolah sekular dan agama, dengan harapan untuk menghilangkan pengaruh sekolah agama. Undang-undang dibuat untuk menghapus tarekat-tarekat Sufi dan pemondokannya (tekkes). Gelar seperti sheikh dan dervish dihapuskan, dan kegiatan mereka dilarang oleh pemerintah. Hari istirahat diubah oleh pemerintah dari Jumat menjadi Minggu. Tetapi pembatasan terhadap pilihan pribadi juga mencakup kewajiban agama dan pemberian nama. Orang Turki diharuskan menggunakan nama keluarga dan tidak diperbolehkan berhaji.[14][15]

Politik dan agama (sekularisme)

Bentuk pemisahan negara dan agama menurut pandangan Kemalis mengupayakan reformasi seluruh institusi, kelompok kepentingan (seperti partai politik, serikat pekerja, grup lobi), hubungan antara institusi tersebut, dan aturan serta norma politik yang mengatur fungsi mereka (konstitusi, undang-undang pemilu). Perubahan terbesar dalam perspektif ini adalah pembubaran Kekhalifahan Ottoman pada 3 Maret 1924, yang diikuti dengan penghapusan mekanisme politiknya. Pasal yang menyatakan "agama resmi Turki adalah Islam" dihapuskan dari konstitusi pada 10 April 1928.[19]

Dari perspektif politik, Kemalisme bersifat anti-klerikal, dimana ia berusaha untuk mencegah pengaruh agama dalam proses demokrasi, yang menjadi masalah bahkan di Masa Konstitusional Kedua Kesultanan Ottoman yang cukup sekular, yang mana bahkan partai yang berafiliasi non-religius seperti Komite Persatuan dan Kemajuan dan Partai Kebebasan dan Keselarasan bertikai tentang masalah seperti kesalehan calon-calon mereka pada pemilihan umum Ottoman tahun 1912.[20] Maka, dalam perspektif politik Kemalis, politisi tidak bisa mengklaim bahwa mereka adalah pelindung suatu agama, dan klaim seperti itu menjadi alasan legal untuk pelarangan partai politik secara permanen.

Lambang

Sistem sosial Ottoman didasarkan pada afiliasi keagamaan. Lambang keagamaan diperluas ke dalam setiap fungsi sosial. Pakaian digunakan untuk mengidentifikasi warga negara dengan kelompok agama mereka; tutup kepala digunakan untuk membedakan pangkat dan pekerjaan. Serban, fez, bonnet, dan hiasan kepala menandakan jenis kelamin, pangkat, profesi —baik sipil maupun militer— dari sang pemakai. Lambang agama diluar tempat ibadah dilarang.

Semetara Atatürk menganggap penutup wajah wanita bertentangan dengan kemajuan dan kesetaraan, ia juga mengakui bahwa kerudung bukanlah ancaman bagi pemisahan agama dan negara sehingga tidak harus dilarang.[21] Tetapi Konstitusi yang diamandemen pada tahun 1982, mengikut kudeta 1980 oleh militer berhaluan Kemalis, melarang penggunaan penutup wajah seperti hijab pada lembaga pendidikan tinggi.[22] Joost Lagendijk, anggota Parlemen Eropa dan ketua Komite Gabungan Parlemen dengan Turki, mengkritisi secara terbuka pembatasan pakaian bagi perempuan Muslim,[23] sedangkan Mahkamah Hak Asasi Manusia Eropa telah memutuskan bahwa pembatasan dalam bangunan publik dan lembaga pendidikan tidak melanggar hak asasi manusia.[24][25]

Reformisme

Reformisme (bahasa Turki: inkılapçılık) adalah sebuah prinsip yang menyerukan agar negara mengganti konsep dan institusi tradisional dengan konsep dan institusi modern. Prinsip ini mengedepankan perlunya perubahan sosial yang mendasar melalui reformasi sebagai strategi untuk mencapai masyarakat modern. Inti dari reformasi ini, dalam pengertian Kemalis, merupakan sebuah fakta yang sudah tercapai[26]. Dalam pengertian Kemalis, tidak ada kemungkinan untuk kembali pada sistem lama karena sistem tersebut dianggap terbelakang.

Prinsip reformasi ini jauh melampaui reformasi yang dilakukan Atatürk semasa hidup. Reformasi Atatürk di bidang politik dan sosial diterima sebagai sesuatu yang tidak dapat diubah. Atatürk tidak pernah mempertimbangkan kemungkinan adanya fasa transisi atau jeda selama berlangsungnya reformasi dan implementasinya secara progresif. Pemahaman terkini tentang konsep ini dapat dideskripsikan sebagai "modifikasi aktif".[26] Turki dan masyarakatnya, mengadopsi institusi dari Eropa Barat, harus menambahkan ciri dan pola Turki kedalamnya dan mengadaptasinya ke dalam budaya Turki, menurut Kemalisme.[26] Penerapan ciri dan pola Turki dari reformasi ini memerlukan pengalaman budaya dan sosial selama beberapa generasi, sehingga menghasilkan suatu ingatan kolektif bagi bangsa Turki.

Pada tanggal 29 Oktober 1935, peringatan 12 tahun proklamasi republik, harian Akşam menampilkan tiga simbolisme nasionalis Turki di halaman depannya: Serigala Abu-abu, Bulan Sabit dan Bintang, dan Enam Anak Panah.

Nasionalisme

Nasionalisme (bahasa Turki: milliyetçilik): Revolusi Kemalis bertujuan untuk mendirikan suatu negara-bangsa dari reruntuhan Kesultanan Ottoman yang multi-religius dan multi etnis. Nasionalisme Atatürk bersumber dari teori kontrak sosial, khususnya dari prinsip nasionalisme sipil yang dikemukakan oleh Jean-Jacques Rousseau dan teori Kontrak Sosialnya. Persepsi Kemalis tentang kontrak sosial didukung oleh bubarnya Kesultanan Ottoman, yang dianggap sebagai produk dari kegagalan sistem "Millet" dan kebijakan Ottomanisme yang tidak efektif. Nasionalisme Atatürk, setelah mengalami perpecahan Kesultanan Ottoman, mendefinisikan kontrak sosial sebagai "cita-cita tertinggi"nya.

Dalam penyelenggaraan dan pertahanan Bangsa Turki; persatuan nasional, kesadaran nasional, dan kebudayaan nasional adalah cita-cita tertinggi yang kita tuju.[27] — Mustafa Kemal Atatürk

Ideologi Kemalis mendefiniskan "Bangsa Turki" (bahasa Turki: Türk Ulusu) sebagai sebuah bangsa bagi orang-orang Turki yang selalu mencintai dan berusaha meninggikan keluarganya, negaranya dan bangsanya, yang sadar akan kewajiban mereka terhadap negara demokrasi, sekular, dan sosial yang diatur dengan hukum, didirikan di atas hak asasi manusia, dan di atas asas-asas yang termaktub dalam pembukaan konstitusi Republik Turki.[28]

Mirip dengan pendahulunya CUP, dapat dikatakan bahwa Kemalisme mempromosikan Darwinisme sosial dalam cara tertentu dengan mendambakan generasi muda Turki yang sehat dan kuat secara fisik.[29][30]

Kriteria

Atatürk mendefinisikan bangsa Turki sebagai "orang (halk) yang mendirikan republik Turki". Selanjutnya, "fakta historis dan alamiah yang berdampak pada pendirian (teessüs) bangsa Turki" adalah "(a) persatuan dalam keberadaan politik, (b) persatuan dalam bahasa, (c) persatuan dalam tanah air, (d) persatuan dalam ras dan asal usul (menşe), (e) terkait secara historis dan (f) terkait secara moral".[31]

Kewarganegaraan biasanya diperoleh dari kelahiran di dalam batas negara dan juga dengan asas jus sanguinis. Gagasan Kemalis tentang kebangsaan dimasukkan dalam Pasal 66 Konstitusi Republik Turki. Setiap warga negara diakui sebagai orang Turki, tanpa memandang etnis, kepercayaan, gender, dan lain-lain. Hukum kewarganegaraan Turki menyatakan bahwa seseorang dapat dicabut kewarganegaraannya apabila melakukan tindakan pengkhianatan.[32]

Kemalis memandang non-Muslim sebagai warga negara nominal, dan mereka terkadang diperlakukan seperti warga kelas dua di Republik Turki.[33][34] Identitas orang Kurdi di Turki sempat ditolak selama beberapa dekade dengan orang Kurdi disebut sebagai "Orang Turki Pegunungan".[35][36] Atatürk menyatakan pada tahun 1930:

Dalam kesatuan politik dan sosial bangsa Turki saat ini, ada warga negara dan sesama warga negara yang telah terhasut untuk menganggap diri mereka sebagai orang Kurdi, Sirkasia, Laz atau Bosnia. Namun sebutan yang keliru ini - produk dari tirani di masa lalu - tidak membawa apa pun kecuali kesedihan bagi anggota bangsa tersebut, kecuali beberapa orang reaksioner yang tidak punya otak, yang menjadi alat musuh.[37]

Pada 2005, Pasal 301 KUHP Turki membuat tindakan menghina Keturkian (bahasa Turki: Türklük) sebagai tindak pidana, namun dibawah tekanan Uni Eropa, hukum ini diubah pada 2008 untuk melindungi "bangsa Turki" dan bukan etnis Turki pada tahun 2008, sebuah 'bayangan' akan kebangsaan orang-orang yang tinggal dalam batas wilayah mengikuti Pakta Nasional (bahasa Turki: Misak-ı Milli).[38]

Daerah yang menggunakan bahasa Turkik

Turkisme

Kemalisme berfokus pada kepentingan yang lebih sempit dari negara-bangsa, dan tidak mempedulikan kepentingan "Orang Turki Luar".[39]

Pan-Turkisme adalah sebuah ideologi etnosentris [untuk menyatukan seluruh bangsa etnis Turki] sementara Kemalisme bersifat polisentris [bersatu dalam "kehendak bersama"].[39] Kemalisme menginginkan kedudukan yang sama dengan seluruh peradaban arus utama di dunia. Kaum Pan-Turkis terus menerus menekankan keistimewaan orang Turkik, dan ingin mempersatukan seluruh orang Turkik. Kemalisme menginginkan kedudukan yang sama (didasarkan pada rasa hormat) dan tidak memiliki tujuan untuk menyatukan orang Turki dengan bangsa Turkik lain. Sebagian besar Kemalis tidak tertarik dengan gagasan Pan-Turkisme dan dari 1923 sampai 1950 (periode satu partai) bereaksi dengan tegas terhadapnya.[39] Lebih lanjut lagi, Atatürk menolak Pan-Turkisme dalam pidatonya (Nutuk) sebagai berikut:

Mengumpulkan berbagai bangsa di bawah satu nama yang sama dan umum serta mendirikan negara yang kuat dengan menjaga berbagai kelompok elemen ini di bawah hukum dan kondisi yang sama adalah pandangan politik yang cemerlang dan menarik; tetapi itu menipu. Faktanya, adalah tujuan yang mustahil untuk menyatukan semua orang Turki di dunia menjadi sebuah negara, tanpa batas apa pun. Ini adalah kebenaran yang telah dicapai oleh berabad-abad dan orang-orang yang telah hidup selama berabad-abad melalui peristiwa yang sangat menyakitkan dan berdarah. Tidak dapat dilihat dalam sejarah bahwa pan-Islamisme dan pan-Turanisme berhasil dan dipraktikkan di dunia. Meskipun demikian, hasil dari ambisi untuk mendirikan negara, yang mencakup seluruh umat manusia, tanpa memandang ras, tertulis dalam sejarah.[40]

Namun, Atatürk memiliki gagasan mengambil ke-Turkikan sebagai salah satu identitas bangsa Turki. Tesis Sejarah Turki dimulai di bawah perintah dan administrasi Atatürk, yang mengandung gagasan etno-rasial yang didasarkan pada asal-usul orang Turki dari Asia Tengah. Dan juga buku sekolah menengah pada masa Atatürk mengandung pendidikan tentang abjad Orkhon[41] dan mata pelajaran dengan judul "Sejarah dan Peradaban Turki Raya".[42] Buku tersebut juga memberikan informasi detail tentang kekaisaran Turkik seperti bangsa Göktürk atau "yang diklaim Turkik" seperti bangsa Skithia, Xiongnu, dan sebagainya.[43]

Atatürk menganalisis peta Kekhanan Turk

Dengan dukungan Republik Turki yang baru berdiri, organisasi Pan-Turki yang dikenali sebagai "Turkish Hearths" didirikan kembali di masa Atatürk untuk menggalang dukungan kaum Turkis semasa revolusi. Atatürk juga sering memberikan pidato tentang Turkish Hearths setelah peristiwa penting terjadi di Turki.[44] Pembukaan kembali majalah "Turk Yurdu" yang merupakan organ dari Turkish Hearths juga didukung.[45] Kemudian, pada 1931, Turkish Hearths ditutup oleh Atatürk setelah mereka kehilangan pendirian non-politik, karena gerakan dan pandangan Pan-Turkis mereka; dan dengan alasan tersebut, digabungkan ke dalam partai penguasa.[46]

Kemalism punya definisi yang sempit tentang bahasa, yang berusaha menghilangkan (membersihkan) perkataan Arab, Latin, Farsi, Yunani, dan lain-lain dari bahasa Turki dan menggantinya dengan kata yang berasal dari Turkik atau kata baru yang memiliki akar Turkik.

Salah satu singa di "Jalan Singa" di Anıtkabir, yang merupakan replika patung singa Het kuno

Kemalisme dan Bangsa Het

Kemalisme memberikan tempat penting kepada Bangsa Het dan simbolismenya untuk membangun kebangsaan dan identitas Turki. Peneliti Kemalis, seperti Ahmet Ağaoğlu (yang merupakan penasihat Atatürk dan politisi yang berperan penting dalam penuyusunan Konstitusi Turki tahun 1924), meyakini bahwa bangsa Turki harus menampilkan Bangsa Het sebagai ras Turki yang mendominasi dunia dengan akar yang kokoh di Anatolia.[47]

Penelitian genetik modern pada sampel orang Turki menunjukkan bahwa Orang Turki Anatolia adalah hasil campuran dari suku-suku Turkik dan penduduk asli Anatolia, namun, tidak seperti pemikiran Kemalis, kedua campuran ini tidak berasal dari etnis, ras, atau identitas yang sama[48]

Statisme

Statisme (bahasa Turki: devletçilik): Atatürk menjelaskan dalam pernyataan dan kebijakannya bahwa modernisasi menyeluruh Turki sangat bergantung pada perkembangan ekonomi dan teknologi. Prinsip statisme Kemalis secara umum ditafsirkan bahwa negara harus mengatur kegiatan perekonomian umum negara dan terlibat dalam bidang yang tidak diminati oleh perusahaan swasta. Hali ini adalah akibat dari kebutuhan Turki pasca perang kemerdekaan untuk mendefinisikan kembali hubungan antara kapitalisme masyarakat dan internasional. Perang ini membuat Turki hancur, karean Kesultanan Ottoman berfokus pada bahan mentah dan merupakan pasar terbuka dalam sistem kapitalis inetrnasional. Turki pada masa pasca-perang dikenali dari masyarakat agrarisnya, yang terdiri dari tuan tanah dan pedagang. Kendali rakyat dalam ekonomi Turki cukup terlihat dari tahun 1923 sampai tahun 1930an, namun mereka masih mampu, melalui penanaman modal asing bersama, mendirikan badan usaha milik negara. Namun, setelah Depresi Besar, terjadi pergeseran ke arah strategi pembangunan yang berwawasan ke dalam selama era yang disebut sebagai "etatisme". Selama era ini. negara terlibat aktif baik dalam akumulasi modal dan investasi serta mempertimbangkan kepentingan perusahaan swasta. Negara sering kali mengambil tindakan dalam wilayah perekonomian yang tidak dijangkau oleh sektor swasta, baik karena tidak cukup kuat atau karena gagal melakukannya. Hal ini sering kali berupa proyek infrastruktur dan pembangkit listrik, namun juga industri besi dan baja, sementara masyarakat memikul beban dari akumulasi modal.[49]

Analisis

Kemalisme dan partai politik di Turki

"Enam Anak Panah" seperti yang digambarkan oleh logo CHP

Partai Rakyat Republik (CHP) didirikan oleh Mustafa Kemal Atatürk pada 9 September 1923, tidak lama setelah proklamasi Republik Turki pada 29 Oktober. Partai Rakyat Republik tidak berusaha untuk memperbaharui atau mendefinisikan akar filosofis dari Kemalisme antara tahun 1940an dan 1960an

Sejak 1960an, telah dianggap secara umum, bahwa CHP telah bergeser pada posisi kiri-tengah; pendukung partai tersebut nampak telah menerima gagasan bahwa perubahan struktural yang dilakukan pemerintah diperlukan untuk modernisasi. Kemudian, di tahun 1970an, karena penolakan yang luas terhadap Kemalisme, dalam masyarakat Turki, CHP melakukan perubahan yang mendasar dan berhaluan kiri pada platform partainya, termasuk program-program yang dilabeli "kiri demokratis".

Pada awal abad ke-21, sebagian besar Kemalis (baik di dalam maupun luar CHP) masih meyakini pada enam prinsip asli, sedangkan sebagian yang lain mengkritisi dan berupaya mengurangi kencenderungan statis dari Kemalisme.[50] Sebagai contoh, pada tahun 2016, Menteri Kehakiman Turki, Mahmut Ezat Bozkurt, menyamakan beberapa kebijakan Kemalis dengan fasisme Italia-nya Benito Mussolini.[51]

Pengunaan "Kemalisme" sebagai istilah deskriptif dalam percakapan politik kadang diasosiasikan dengan Bozkurt, Ahmet Cevat Emre dan politisi Yakup Kadri Karaosmanoğlu.[52] Karaosmanoğlu menggunakan istilah itu pada 28 Juni 1929 untuk merujuk pada ideologi yang terdiri dari "prinsip dan nilai dasar dari jalan Turki menuju modernitas."[53]

Kemalisme dan hukum konstitusional Turki

Enam prinsip Kemalisme telah dikukuhkan pada 5 Februari 1937, 14 tahun setelah pendirian Republik Turki.

Dalam Konstitusi tahun 1924 Pasal 2, Ayat 1:

Turki adalah negara republik, nasionalis, melekat pada rakyat, intervensionis, sekuler, dan revolusioner.

Baik kudeta militer tahun 1960 dan 1980 diikuti dengan revisi mendasar pada Konstitusi Turki. Teks konstitusi baru ini kemudian disetujui oleh rakyat dalam referendum. Dalam Konstitusi tahun 1961 Pasal 1, Ayat 1 menyatakan "Negara Turki adalah Republik" Pasal 2, Ayat 1:

Republik Turki adalah negara nasionalis, demokratis, sekuler, dan sosial, yang diatur oleh aturan hukum, berdasarkan hak asasi manusia dan prinsip-prinsip dasar yang ditetapkan dalam Pembukaan.

Pekerja Turki membawa kepala perunggu patung Atatürk. Turki, 1933. Patung-patungnya ditempatkan di semua gedung publik di negara tersebut dan nilai-nilainya tercantum dalam konstitusi.

Dalam Konstitusi tahun 1982 Pasal 1, Ayat 1 menyatakan "Negara Turki adalah Republik." Pasal 2, Ayat 1:

Republik Turki adalah negara demokrasi, sekuler, dan sosial yang diatur oleh aturan hukum; mengingat konsep perdamaian publik, solidaritas nasional, dan keadilan; menghormati hak asasi manusia; setia pada nasionalisme Atatürk, dan berdasarkan pada prinsip-prinsip dasar yang ditetapkan dalam Pembukaan.

Hanya prinsip sekularisme, nasionalisme, dan demokrasi yang dipertahankan dalam setiap perubahan konstitusi. Konstitusi tahun 1961 menekankan dengan kuat tentang hak asasi manusia, sedangkan konstitusi tahun 1982 berfokus pada perdamaian masyarakat dan solidaritas nasional, namun juga mereferensikan beberapa prinsip Atatürk dan memasukkannya juga.

Penafsiran eksternal dari Kemalisme

Pada tahun 1920an dan 1930an, transformasi dalam negeri di Turki dan evolusi sistem ideologi dan prinsip politik Kemalis diamati secara cermat oleh Jerman, Prancis, Inggris, AS, dan lain-lain, termasuk beberapa negara dari Timur. Dalam beberapa tahun terakhir, minat ilmiah terhadap sejarah lintas bangsa dari Kemalisme meluas. Beberapa ilmuwan berfokus pasa periode antar perang di Bulgaria, Siprus, Albania, Yugoslavia, dan Mesir untuk mengungkap bagaimana Kemalisme, sebagai alat praktis, menjadi sebuah gerakan global, yang pengaruhnya masih dirasakan hingga hari ini.[54] Beberapa ilmuwan telah meneliti dampak dari reformasi Atatürk dan citranya dalam masyarakat Yahudi di Palestina Inggris sebelum pendirian Israel,[55] beberapa bahkan melangkah jauh ke Timur—ke Persia, Afghanistan, Tiongkok, India,[56] dan bagian dunia Muslim lainnya— untuk melihat pengaruh yang dimiliki oleh Mustafa Kemal dan proyek modernisasinya. Karya-karya ini mengeksplorasi persepsi dari Kemalisme yang cukup positif di masing-masing negara memberikan sedikit wawasan kritik terhadap evolusi Kemalisme dan penerimaannya sebagai proyek ideologis.

Kaum Bolshevik menganggap kaum Kemalis sebagai sekutu dalam melawan imperialisme Barat yang dipimpin oleh Kekaisaran Britania tapi takut bahwa orang Yunani akan mendirikan "Negara Armenia-Bizantium Raya" di Anatolia, yang akan berbatasan langsung dengan Rusia. Intoleransi terhadap kaum komunis di Turki diabaikan oleh kepemimpinan Soviet untuk bersatu melawan musuh bersama.[57] Jerman di tahun 1920an juga tertarik dengan Kemalisme. Fakta bahwa anggota Blok Sentral melakukan perang pembebasan memberi kesan bagi masyarakat Jerman.[58] Kaum Nazi melihat Turki Kemalis sebagai "surga pasca genosida" yang patut ditiru.[59][60] Kaum Nazi sering kali menyatakan bahwa Nazisme dan Kemalisme adalah ideologi yang mirip.[61] Pada tahun 1933, kaum Nazi secara terbuka mengagumi Turki Kemalis. Hitler menggambarkan Mustafa Kemal sebagai "bintang dalam kegelapan"[62][63]

Sejarawan Şükrü Hanioğlu menggambarkan Kemalisme sebagai "versi nasionalisme Turki yang disetujui secara ilmiah." Kemalisme diambil dari gagasan era Pencerahan dari revolusi Amerika dan Prancis, positivisme abad ke-19 dan republikanisme.[64] Kemalisme berpusat pada Atatürk, yang memerintah sebagai seorang otokrat yang tercerahkan dan membawa perubahan dari atas ke bawah bagi masyarakat terpencil, dengan gaya Friederich II dari Prusia dan Yekaterina II dari Rusia.[64] Meskipun bagi yang melihat Kemalisme secara postif mengaitkan sekularisme Kemalis dengan era Pencerahan, Kemalisme menolak ideologi emansipasi Barat tertentu seperti liberalisme dan sosialisme yang berasal dari era Pencerahan.[65]

Lihat pula

Referensi

  1. ^ Aykut, Şeref (1936), Türkçe: Kamâlizm (PDF), diakses tanggal 2024-07-09 
  2. ^ Eric J. Zurcher, Turkey: A Modern History. New York, J.B. Tauris & Co ltd. page 181
  3. ^ a b Cleveland, William L., and Martin P. Bunton. A History of the Modern Middle East. Boulder: Westview, 2013. Print.
  4. ^ Cleveland, William L.; Bunton, Martin P. (2009). A History of the Modern Middle East (edisi ke-4). Westview Press. hlm. 82. 
  5. ^ Mango, Andrew (2002). Atatürk: the biography of the founder of modern Turkey (edisi ke-1. publ. in paperback in the United States). New York: Overlook Press. ISBN 978-1-58567-334-6. 
  6. ^ Webster, Donald Everett (1973). The Turkey of Atatürk: social process in the Turkish reformation. [New York: AMS Press. ISBN 978-0-404-56333-2. 
  7. ^ "Ben, manevî miras olarak hiçbir nass-ı katı, hiçbir dogma, hiçbir donmuş ve kalıplaşmış kural bırakmıyorum. Benim manevî mirasım, ilim ve akıldır." İsmet Giritli, Kemalist Devrim ve İdeolojisi, İstanbul, 1980
  8. ^ "Kemalism - Oxford Islamic Studies Online". web.archive.org. 2010-06-15. Diakses tanggal 2024-07-09. 
  9. ^ Mustafa Kemal sebagai mana dikutip dalam "A World View of Criminal Justice (2005)" by Richard K. Vogler, hlm. 116
  10. ^ Soyak, Hasan Rıza. Atatürk'ten Hatıralar (dalam bahasa Turki). hlm. 58.
  11. ^ İlhan, Atilla. Hangi Atatürk (dalam bahasa Turki). hlm. 111.
  12. ^ Kili, Suna. Türk Devrim Tarihi (dalam bahasa Turki). hlm. 240
  13. ^ Medeni Bilgiler (Örgün Yayınları). Afet İnan. 1930s.hlm. 212.
  14. ^ a b c Kili, Suna (1980). "Kemalism in Contemporary Turkey". International Political Science Review / Revue internationale de science politique. 1 (3): 381–404. ISSN 0192-5121. 
  15. ^ a b Çakmak, Di̇Ren (2009). "Pro-Islamic Public Education in Turkey: The Imam-Hatip Schools". Middle Eastern Studies. 45 (5): 825–846. ISSN 0026-3206. 
  16. ^ "T.C. Dışişleri Bakanlığı - Turkish Embassy In Washington, D.C." washington-emb.mfa.gov.tr. Diakses tanggal 2024-07-11. 
  17. ^ Kösebalaban, H. (2011-04-11). Turkish Foreign Policy: Islam, Nationalism, and Globalization (dalam bahasa Inggris). Springer. ISBN 978-0-230-11869-0. 
  18. ^ a b Hanioglu, Sükrü (2011). Ataturk: An Intellectual Biography. Princeton University Press. hlm. 153. 
  19. ^ Medya <[email protected]>, Nano. "ATAM | Atatürk Araştırma Merkezi". ATAM | Atatürk Araştırma Merkezi (dalam bahasa Turki). Diakses tanggal 2024-07-12. 
  20. ^ Kayalı, Hasan (1995). "Elections and the Electoral Process in the Ottoman Empire, 1876-1919" (PDF). International Journal of Middle East Studies. 27 (3): 273–274. 
  21. ^ Vojdik, Valorie K. "Politics of the Headscarf in Turkey: Masculinities, Feminism, and the Construction of Collective Identities" (PDF). Harvard Journal of Law & Gender. 3: 661–686. 
  22. ^ Tarhan, Gulce (2011). "Roots of the Headscarf Debate: Laicism and Secularism in France and Turkey" (PDF). Journal of Political Inquiry (4): 1–32. 
  23. ^ "SABAH - 22/03/2006 - Lagendijk: Başörtü yasağı savunulamaz". arsiv.sabah.com.tr. Diakses tanggal 2024-07-12. 
  24. ^ "ECHR Rules for Turkish Headscarf Ban". web.archive.org. 2009-06-04. Diakses tanggal 2024-07-12. 
  25. ^ "Error Page". web.archive.org. 2013-12-26. Diakses tanggal 2024-07-12. 
  26. ^ a b c Hamilton, Peter, ed. (1995). Emile Durkheim: critical assessments. London ; New York: Routledge. ISBN 978-0-415-11047-1. 
  27. ^ Angkatan Bersenjata Republik Turki. "Ataturks Principles". T.C. Government. 
  28. ^ "TURKISH NATIONAL EDUCATION SYSTEM". web.archive.org. 2002-06-12. Diakses tanggal 2024-07-12. 
  29. ^ Ter-Matevosyan, Vahram (2019). Turkey, Kemalism and the Soviet Union: Problems of Modernization, Ideology and Interpretation. Modernity, Memory and Identity in South-East Europe (edisi ke-1st ed. 2019). Cham: Springer International Publishing : Imprint: Palgrave Macmillan. ISBN 978-3-319-97403-3. 
  30. ^ Özdalga, Elisabeth (2013-03-07). Late Ottoman Society: The Intellectual Legacy (dalam bahasa Inggris) (edisi ke-0). Routledge. doi:10.4324/9780203481387-10. ISBN 978-0-203-48138-7. 
  31. ^ Derya Bayir (2013). Minorities and Nationalism in Turkish Law. hlm. 110.
  32. ^ Kewarganegaraan didefinisikan dalam konstitusi tahun 1982, Pasal 66. (diamandemen pada 17 Oktober 2001).
  33. ^ Dağı, İhsan (2012-01-01). "Why Turkey Needs a Post-Kemalist Order". Insight Turkey (dalam bahasa Turki). 
  34. ^ Içduygu, Ahmet; Toktas, Şule; Ali Soner, B. (2008-02-01). "The politics of population in a nation-building process: emigration of non-Muslims from Turkey". Ethnic and Racial Studies (dalam bahasa Inggris). 31 (2): 358–389. doi:10.1080/01419870701491937. ISSN 0141-9870. 
  35. ^ Ataman, M. (2002-10). "Özal Leadership and Restructuring of Turkish Ethnic Policy in the 1980s". Middle Eastern Studies (dalam bahasa Inggris). 38 (4): 123–142. doi:10.1080/714004493. ISSN 0026-3206. 
  36. ^ Moustakis, Fotios; Chaudhuri, Rudra (2005-12-01). "Turkish-Kurdish Relations and the European Union: An Unprecedented Shift in the Kemalist Paradigm?". Mediterranean Quarterly. 16 (4): 77–89. doi:10.1215/10474552-16-4-77. ISSN 1047-4552. 
  37. ^ Mango, Andrew (1999). "Atatürk and the Kurds". Middle Eastern Studies. 35 (4): 20. 
  38. ^ Finkel, Caroline (2007). Osman's dream: the story of the Ottoman Empire 1300 - 1923. New York: Basic Books. ISBN 978-0-465-02396-7. 
  39. ^ a b c Landau, Jacob M.; Landau, Jacob M. (1995). Pan-Turkism: from irredentism to cooperation (edisi ke-2d rev. and updated ed). Bloomington: Indiana University Press. ISBN 978-0-253-32869-4. 
  40. ^ Atatürk, Mustafa Kemal. Nutuk (dalam bahasa Turki). Kaynak Yayınları. hlm. 336–337.
  41. ^ Buku sejarah sekolah menengah masa Atatürk, volume 1. Republik Turki. 1931. hlm. 79–80.
  42. ^ Buku sejarah sekolah menengah masa Atatürk, volume 1. Republik Turki. 1931. hlm. 25–53.
  43. ^ Buku sejarah sekolah menengah masa Atatürk, volume 1. Republik Turki. 1931.
  44. ^ Akçiçek, Eren (2008). Atatürk'ün Türk Ocakları'nı Ziyaretleri ve Yaptığı Konuşmalar (dalam bahasa Turki). Ankara: Turkish Hearths Ankara Branch. 
  45. ^ Georgeon, François (1980). Aux origines du nationalisme turc: Yusuf Akçura, 1876-1935. Recherche sur les grandes civilisations. Paris: ADPF. ISBN 978-2-86538-008-4. 
  46. ^ Merdim, Emine (2011-07-13). "Türk Ocakları Merkez Binası'ndan Ankara Devlet Resim ve Heykel Müzesi'ne". Arkitera (dalam bahasa Turki). Diakses tanggal 2024-07-13. 
  47. ^ Erimtan, Can (2008-12). "Hittites, Ottomans and Turks: Ağaoğlu Ahmed Bey and the Kemalist construction of Turkish nationhood in Anatolia". Anatolian Studies (dalam bahasa Inggris). 58: 141–171. doi:10.1017/S0066154600008711. ISSN 2048-0849. 
  48. ^ "The genetic structure of the Turkish population - Ethnicity Prediction". Google Docs. Diakses tanggal 2024-07-13. 
  49. ^ Aydın, Zülküf (2005). The Political Economy of Turkey. Pluto Press. doi:10.2307/j.ctt18dzt8j. ISBN 978-0-7453-1826-4. 
  50. ^ İrem, Nazim (2004). "Undercurrents of European Modernity and the Foundations of Modern Turkish Conservatism: Bergsonism in Retrospect". Middle Eastern Studies. 40 (4): 79–112. ISSN 0026-3206. 
  51. ^ Kieser, Hans-Lukas. "Dersim Massacre, 1937-1938 | Sciences Po Mass Violence and Resistance - Research Network". dersim-massacre-1937-1938.html. 
  52. ^ Ter-Mat̕evosyan, Vahram (2019). Turkey, Kemalism and the Soviet Union: problems of modernization, ideology and interpretation. Modernity, memory and identity in South-East Europe. Cham: Pelgrave Macmillan. ISBN 978-3-319-97403-3. 
  53. ^ İrem, Nazim (2002-02). "TURKISH CONSERVATIVE MODERNISM: BIRTH OF A NATIONALIST QUEST FOR CULTURAL RENEWAL". International Journal of Middle East Studies (dalam bahasa Inggris). 34 (1): 87–112. doi:10.1017/S0020743802001046. ISSN 1471-6380. 
  54. ^ "Kemalism: Transnational Politics in the Post Ottoman World.", eds. N. Clayer, F. Giomi, E. Szurek. London. I.B. Tauris. 2018.
  55. ^ Jacob Landau. "A Note on Kemalizm in the Hebrew Press of Palestine." 2018. Middle Eastern Studies 54 (4): 723–728
  56. ^ Amin Saikal. "Kemalism: Its Influences on Iran and Afghanistan." 1982. International Journal of Turkish Studies 2 (2): 25–32
  57. ^ Gökay, Bülent (1997). A Clash of Empires: Turkey between Russian Bolshevism and British Imperialism, 1918-1923. Tauris Academic Studies.
  58. ^ Asker, Ahmet (2011-12-01). "Nazi Almanyası'ndan Kemalist Türkiye'ye bakışlar". Atatürk Yolu Dergisi (dalam bahasa Turki). 13 (50): 261–516. doi:10.1501/Tite_0000000359. ISSN 1303-5290. 
  59. ^ Avedian, Vahagn (2018-05). "Justifying genocide: Germany and the Armenians from Bismarck to Hitler, by Stefan Ihrig, Cambridge, MA, Harvard, 2016, 460 pp., $35.00 (HC), ISBN 978-0674504790". Nationalities Papers (dalam bahasa Inggris). 46 (3): 532–535. doi:10.1080/00905992.2017.1390980. ISSN 0090-5992. 
  60. ^ Anderson, Margaret Lavinia (2016-03). "Atatürk in the Nazi Imagination. By Stefan Ihrig. Cambridge, MA: Harvard University Press, 2014. Pp. 311. Cloth $29.95. ISBN 978-0674368378". Central European History (dalam bahasa Inggris). 49 (1): 138–139. doi:10.1017/S0008938916000236. ISSN 0008-9389. 
  61. ^ Ihrig, Stefan (2014). Atatürk in the Nazi imagination. Cambridge, Massachusetts: The Belknap Press of Harvard University Press. ISBN 978-0-674-36837-8. 
  62. ^ Ihrig, Stefan (2014). Atatürk in the Nazi imagination. Cambridge (Mass.): The Belknap Press of Harvard University Press. ISBN 978-0-674-36837-8. 
  63. ^ ""Nazilere göre Atatürk'ün başarısının en önemli nedeni Ermenilerin yok edilmesiydi"". Agos (dalam bahasa Turki). 2014-12-19. Diakses tanggal 2024-07-13. 
  64. ^ a b Hanioğlu, Şükrü (2011). Atatürk: An Intellectual Biography. Princeton University Press.
  65. ^ Parla, Taha; Davison, Andrew (2004). Corporatist ideology in Kemalist Turkey. Modern intellectual and political history of the Middle East (edisi ke-1st ed). Syracuse, NY: Syracuse University Press. ISBN 978-0-8156-3054-8. 
Kembali kehalaman sebelumnya