Kekeliruan relevansi
Simpulan yang tidak relevan (bahasa Latin: ignatio elenchi atau mengabaikan sanggah). Kekeliruan ini disajikan dalam bentuk argumentasi bagi sebagian orang akan tidak logis atau valid yang pada akhirnya gagal dalam pemecahan masalah tersebut. Maknanya begitu luas karena memiliki hubungan dengan kekeliruan relevansi pada pembahasan ini. Kekeliruan formal beserta premisnya tidak mengikuti dari sebuah argumen hingga pada tahap kesimpulan. Kekeliruan ini terjadi bila seseorang menarik kesimpulan tanpa adanya relevansi untuk menjadi dasar. Penjelasan mengenai ignatio elenchi apabila seseorang menarik kesimpulan yang sebenarnya dan tidak memiliki relevansi.[2] Secara harfiah asal kata relevansi berasal dari kata relevan (arti: bersangkut paut) memiliki hubungan yang selaras. Sukadinata membagi relevansi menjadi dua bagian yaitu relevansi internal dan eksternal. Relevansi intenal ini terjadi karena adanya kesesuaian atau konsisten antara komponen-komponen yang terkait sedangkan eksternal adalah komponen-komponen yang terpadu. Teori relevansi didefinisikan sebagai bentuk upaya dalam menyelesaikan komunikasi secara rinci.[3] Teori relevansi ini diambil dari sejumlah visi komunikasi yang menjadi masalah mendasar (utama) pada titik konvergensi dua model. Dapat diasumsikan bahwa komunikasi itu baik verbal dan nonverbal membutuhkan kemampuan mental dalam memahami orang lain. Kajian pragmatik ini mengharuskan kesesuaian pertanyaan dan jawaban dari pertanyaan itu sendiri sehingga komunikasi tercipta secara baik dan efisien. Responden dan penanya haruslah memahami kemudian menginterpretasikan hasil komunikasi yang sama. Yang terpenting disini adalah adanya kontribusi setiap partisipan dalam berkomunikasi sehingga dapat memberikan efek konstekstual. Hasil dari interaksi antar sesama yang terjalin akan melahirkan konteks relevansi yang baik untuk menghindari kekeliruan relevansi yang terjadi. Prinsip kerjasama sebagai salah satu prinsip dalam ilmu pragmatik yang lebih menekankan pada upaya kerjasama yang terjalin antara dua orang. Penutur lebih mempertegas agar tuturannya lebih relevan, mudah dipahami, padat dan jelas. Tuturan yang berusaha dihasilkan mengandung unsur relevansi yang optimal berdasar pada kemampuan pengetahuan mitra agar mitra tutur dengan usaha minimum dapat menangkap intensinya. Kemudian tutur menentukan konteks yang baik untuk menangkap relevansi penutur dan mengiterpretasikannya.[4] Teori ini pada dasarnya mengkritik empat bagian prinsip kerjasama Grice dimana kesatuannya mencakup kualitas, kuantitas, relevansi dan pelaksanaan. Kekeliruan bisa saja terjadi pada hubungan yang selaras diakibatkan oleh kesalahpahaman maupun daya tangkap indera seseorang dalam menarik simpulan dari perkataan si penyampai pesan. Hal ini disebabkan oleh efek kontekstual yang ditimbulkan dalam usaha pemrosesan tidak terjadi dengan baik. Ukuran relevansinya pun di tentukan oleh efek tersebut. Penyebab dari kekeliruan relevansi adalah akibat salah menalar sebelum mengambil keputusan atau sesat pikir. Secara akademis dapat diartikan dari kerancuan dalam berpikir akibat dari tidak disiplinnya seseorang dalam bernalar untuk menyusun beberapa data dan konsep baik itu secara sengaja maupun tidak sengaja atau lebih dikenal pada masa ini dengan sebutan ngawur. Dua pelaku sesat dalam berpikir ini yang telah dibahas dalam filsafat sejarah diantaranya sofisme dan paralogisme.[5] Dalam proses berpikir kegagalan tafsiran dan kesimpulan seseorang dapat terjadi kapan saja. hal ini terjadi karena dorongan emosional, gagasan yang salah, kecerobohan dan kurangnya rasa ingin tahu. Ada dua hal yang dapat dikategorikan sebagai kesalahan berpikir yakni, sesat bahasa dan sesat relevansi di mana sesat bahasa itu terdapat sesat aksentuasi serta ekuivokasi. Kalau sesat relevansi biasa kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari karena adanya sesuatu hal maka terjadi bentuk penyerangan baik itu bersifat lisan, tulisan dan tindakan. Berargumentasi tentunya tidak mungkin terlepas dari sebuah hal yang dinamakan kekeliruan tapi bukan berarti salah dalam hal substansi melainkan dalam berlogika. IkhtisarKekeliruan relevansi itu terletak pada sesat berpikir di mana sesat berpikir itu memiliki karakteristik tersendiri seperti ada kesalahan dalam berpikir karena rasa khawatir atau curiga yang begitu berat menyebabkan pemikiran jadi terganggu dan itu sangat mempengaruhi pengambilan kebijakan yang tepat. Argumen yang salah dari pihak lain dan adanya kesan menipu agar seseorang menjadi percaya dan tipuan itu berjalan dengan lancar. Sesat berpikir perlu dijauhi demi menghindari konflik di kemudian hari. Ketepatan relevansi begitu amat penting agar sesat berpikir ini dapat diatasi.[6] Hal ikhwal dari prosesnya terletak pada penalaran dan argumentasi yang kesemuanya tidak logis kemudian menjurus kepada kesesatan dengan menimbulkan efek gejala berpikir akibat dari pemaksaan prinsip-prinsip logika tanpa memperhatikan relevansinya. Kekeliruan atau sesat dalam berpikir itu sendiri terbagi menjadi beberapa bagian
Sementara Jalaludin Rakhmat memberikan pembagian kesesatan berpikir manusia kedalam tujuh macam yakni, Pengambilan satu atau dua kasus demi mendukung argumen sendiri, pola berpikir deterministik, memandang bahwa kejadian bersifat temporal, anggapan bahwa sesuatu yang terjadi berasal dari rencana Tuhan, berargumen karena kekuasaan, mengejar peluang dari satu atau dua peluang, dan pemikiran yang berputar-putar.[7] Jika kita membicarakan tentang aspek logis maka muncul sebuah pernyataan maupun pendapat dalam hal berbicara tentang logika. Logika disini adalah bentuk utama dari penalaran dalam mencapai relevansi dalam berargumen sebaliknya kekeliruan pun dapat terjadi karena kesalahan dalam berpikir dan menganalisis. Contoh adu gagasan antara para calon kandidat capres yang disebut dengan debat politik yang menarik dalam debat juga biasa terjadi kesesatan logika demi mempertahankan kebenaran dari pihak masing-masing dan debat ini bukan diskusi.[8] Sesat dalam berpikir yang terdapat dalam kekeliruan relevansi telah ada pada masa yunani kuno karena yang pertama kali mempraktekkannya adalah kaum sofis. Kaum sofis melalui argumentasi yang mereka sampaikan tersebut pada sebuah pidato sehingga terkesan bahwa mereka adalah orator ulung. Penyebutan yang tepat bagi kaum ini adalah pelaku sesat pikir dalam filsafat sejarah yang terbagi dua antara lain :
Jenis Kekeliruan RelevansiAdapun jenis dari kekeliruan tersebut adalah :[1]
Rujukan
|