Kejang demam
Kejang demam merupakan penyakit yang lazim ditemui pada bayi dan anak usia 6 bulan sampai 5 tahun dan paling sering ditemui pada usia 9-20. Kejang yang terjadi biasanya bersifat lokal pada awalnya dan hanya akan menjadi kejang umum jika terdapat peningkatan suhu tubuh pasien yang melewati ambang batas. Kejang akibat demam jarang sekali berlangsung lebih dari beberapa menit, selain itu umumnya tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) saat kejang terjadi dan pasien memiliki kemungkinan untuk sembuh sempurna.[1] Menurut konsensus dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38 °C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.[2]
Selain itu, infeksi virus atau bakteri dan bahkan imunisasi yang menyebabkan demam tinggi seperti virus herpes dapat menjadi faktor penyebab dari kejang demam. Hingga saat ini masih belum ditemukan obat profilaksis antiepilepsi untuk mencegah terjadinya kejang demam. [1] Perbedaan mendasar antara kejang demam dan penyakit serupa yang lebih serius seperi demam ensephalitis akut atau ensephalopathic adalah terdapatnya kejang fokal ataupun kejang yang berkepanjangan. Selain itu, jika dilihat pemeriksaan EEG-nya akan ditemukan kelainan serta ditemukannya kondisi complicated febrile seizures atau kejang demam berulang tiap ada kenaikan suhu tubuh pasien. Pasien seperti inilah yang memiliki prosentase tinggi untuk mengalami komplikasi seperti kejang atypical, petit mal, atonic, dan astatic spells yang diikuti kejang tonic, mental retardation, dan partial complex epilepsy.[1] EpidemiologiBerdasarkan studi kohort yang dilakukan Annegers dan temannya pada 687 anak dengan umur rata-rata 18 tahun setelah kejang demam pertama mereka. Secara keseluruhan mereka memiliki kemungkinan 5 kali lebih besar untuk menderita unprovoked seizures selama Anak dengan kejang demam simpel memiliki risiko hanya sekitar 2,4%. Sedangkan untuk anak yang menderita kejang demam kompleks (fokal, beekepanjangan, ataupun kejang demam berulang) memiliki peningkatan risiko 8,17, atau 49 persen bergantung tingkatan komplikasinya.[1] Faktor risiko pada anakBeberapa faktor dapat menjadikan risiko seorang anak terkena penyakit kejang demam menjadi semakin besar. Beberapa faktor risiko tersebut antara lain demam, usia, dan gen. Demam merupakan keadaan yang menjadi faktor risiko penting munculnya serangan kejang demam. Demam dapat disebabkan oleh berbagai hal. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:
Dari segi epidemiologi kejadian kejang demam, didapatkan bahwa sebanyak 75% terjadi pada anak yang menderita demam bersuhu lebih atau sama dengan 39 derajat celsius. Sejumlah 25% lainnya dialami oleh anak yang mengalami demam bersuhu lebih dari 40 derajat celsius[butuh rujukan] Dari segia usia, penyakit kejang demam dapat dialami oleh anak yang berumur 6 sampai 5 tahun. Insidensi (angka kejadian) tertinggi adalah anak yang berusia 17 bulan sampai 23 bulan (atau 1,5 hingga 2 tahun). Kejang yang muncul pada umur di 5 bulan kemungkinan besar bukanlah kejang demam, melainkan penyakit infeksi sistem saraf pusat ataupun yang lain. Serangan kejang yang dialami oleh anak yang berumur lebih dari 6 tahun sebaiknya tidak dipertimbangkan sebagai kejang demam, melainkan febrile seizure plus (FS+).[butuh rujukan] Gen juga memiliki pengaruh dalam risiko terjadinya serangan kejang demam. Angka risiko akan naik sekitar 2 hingga 3 kali lebih tinggi bila didapati ada saudara kandung yang juga menderita kejang demam. Risiko juga akan meningkat sebesar 5% bila didapati juga ada riwayat orang tua mengalami kejang demam.[butuh rujukan] Jenis
Referensi
|