Kebiasaan internasionalKebiasaan internasional (bahasa Inggris: customary international law) adalah kebiasaan bersama negara-negara di dunia yang menjadi bukti praktik umum yang diterima sebagai hukum.[1] Kebiasaan internasional diakui sebagai salah satu sumber hukum internasional oleh Pasal 38(1)(b) Piagam Mahkamah Internasional.[1] Pasal 92 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa juga menyatakan bahwa kebiasaan internasional adalah salah satu sumber hukum yang akan diterapkan oleh Mahkamah Internasional.[2] Kebiasaan internasional terdiri dari aturan-aturan hukum yang berasal dari tindakan negara-negara yang konsisten yang muncul dari keyaknian bahwa tindakan mereka itu diwajibkan oleh hukum.[3] Maka dari itu, terdapat dua unsur yang harus dipenuhi untuk membuktikan keberadaan suatu kebiasaan internasional:
Kepentingan kedua unsur ini telah ditegaskan oleh Mahkamah Internasional dalam perkara Legality of the Threat or Use of Nuclear Weapons.[5] Terkait dengan aspek opinio juris yang merupakan unsur subjektif, Mahkamah Internasional menyatakan dalam perkara North Sea Continental Shelf bahwa kebiasaan tersebut harus dilakukan dengan sedemikian rupa sehingga menjadi bukti keyakinan bahwa kebiasaan tersebut diwajibkan oleh hukum, sehingga negara yang melakukan kebiasaan tersebut harus merasa bahwa tindakan mereka sejalan dengan kewajiban hukum.[6] Mahkamah Internasional menekankan perlunya pembuktian rasa untuk memenuhi kewajiban hukum dan bukan "tindakan yang didorong oleh pertimbangan kesopanan, kemudahan atau tradisi".[7] Pernyataan ini ditegaskan kembali dalam perkara Nicaragua v. United States of America.[8] Pada umumnya, negara harus menyatakan persetujuannya terlebih dahulu agar dapat terikat dengan suatu perjanjian secara hukum. Namun, kebiasaan internasional merupakan norma yang juga berlaku untuk negara yang belum menyatakan persetujuannya. Pengecualian diberikan kepada negara yang menjadi persistent objector atau dalam kata lain negara yang terus menerus menentang keberadaan suatu kebiasaan internasional, kecuali jika hukum tersebut masuk ke dalam kategori jus cogens.[9] Kebiasaan internasional tidak hanya berlaku dalam konteks multilateral, tetapi bisa juga berlaku dalam konteks regional. Keberadaan kebiasaan regional telah diakui oleh Mahkamah Internasional dalam perkara Right of Passage Over Indian Territory yang melibatkan Portugal dan India; dalam perkara tersebut, Mahkamah Internasional menyatakan bahwa "tidak ada alasan mengapa praktik yang sudah lama berlangsung di antara kedua negara yang diterima oleh keduanya sebagai praktik yang mengatur hubungan di antara mereka tidak dapat menjadi landasan hak dan kewajiban timbal-balik di antara kedua negara."[10] Referensi
Pranala luar |