Desa Kauman adalah sebuah nama desa di wilayah Kecamatan Karangrejo, Kabupaten Magetan, Provinsi Jawa Timur . Setelah hampir berakhirnya Perang Diponegoro, banyak para pengikut setia dia dari Yogyakarta yang pindah ke Kauman, dan para pendatang tersebut sebagian terdiri dari para kerabat Kanjeng Pangeran Diponegoro, para prajurit setia Pangeran Diponegoro, dan juga para kawula ( rakyat ) yang kebanyakan sangat mumpuni di dalam tehnik pembuatan gamelan ( gamelan Jawa ) . Bahan gamelan tersebut berasal dari campuran perunggu, timah putih, dan tembaga dengan perbandimgan 3: 10 ( 3 untuk timah dan 10 untuk tembaga ), sehingga orang Jawa menyebutnya sebagai "Gongsa" ( dari Bahasa Jawa yang berarti tiga dan sepuluh ) . Hingga sekarang di Desa Kauman masih lestari aktivitas pembuatan gamelan . Pada masa penjajahan Belanda / sebelum lahir Negara Indonesia yang bercorak Republik, Desa Kauman berada di dalam lingkup / di dalam wilayah Kabupaten Purwodadi ( Kadipaten Poerwodadi ), yakni sebuah kabupaten / kadipaten yang pemerintahannya bercorak Keraton Islam . Kala itu secara turun - temurun kepemimpinan dibidang pemerintahan dipegang oleh SEORANG BUPATI / ADIPATI yang didampingi oleh kepempinan Ulama Islam ( Ulama sepuh ) dengan jabatan PENGHOLOE LANDRAAD .
Penghoeloe pertama (cikal bakal) Desa Kauman adalah Raden Abdoel Moestofa atau lebih dikenal sbg Eyang penghulu sampai sekarang yg makamnya banyak di Ziarahi umat dari berbagai penjuru daerah bahkan luar negeri..
Juga setiap tahunnya di bulan Agustus selalu diadakan acara Nyadran/Bersih Desa dengan Doa bersama di Makam Masjid Eyang Penghulu...