Kapal tempur kelas Kongō
Kapal tempur kelas Kongō (金剛型巡洋戦艦 , Kongō-gata jun'yōsenkan) pertama kali dibuat sebagai kapal penjelajah tempur sebelum Perang Dunia I. Kapal kelas ini dirancang oleh arsitek perkapalan Inggris, George Thurston. Kongō, kapal pertama di kelasnya adalah kapal kapital Jepang terakhir yang dibuat di luar Jepang (Inggris).[1] Ada 4 kapal di kelas ini, yaitu Kongō, Haruna, Hiei, dan Kirishima. Setelah dimodifikasi, keempatnya diklasifikasikan sebagai kapal tempur cepat. Hiei dan Kirishima tenggelam dalam pertempuran melawan USS Washington dan USS South Dakota di Pertempuran Guadalkanal.[2] Sementara Kongō tenggelam oleh kapal selam USS Sealion.[3][4][5][6] Haruna karam di Kure[7] setelah diserang oleh pengebom AS. Latar belakangKelas Kongō merupakan bentuk kedekatan hubungan diplomatik antara Jepang dengan Inggris sebelum Perang Dunia II. Basis pengembangan desainnya berdasarkan kapal penjelajah tempur kelas Lion dengan beberapa modifikasi untuk memenuhi permintaan Jepang. Salah satu modifikasi tersebut adalah penggunaan meriam 14 inci (356mm). Meriam kaliber ini dipasang untuk menandingi meriam-meriam kapal tempur Amerika di Pasifik. Ada empat kapal yang dibuat, yaitu Kongō, Hiei, Haruna, dan Kirishima. Kapal pertama, Kongō dibuat langsung di Inggris. Ketiga kapal lainnya dibangun di Yokosuka, Kobe, dan Nagasaki. Kapal tempur kelas kongo kelak menjadi basis pengembangan bagi kapal-kapal tempur Jepang selanjutnya. Pada Perang Dunia I Kongō hampir berpindah tangan ketika Inggris mebutuhkan kapal tempur untuk membantu usaha perang mereka. Jepang meminta agar Kongō ditukar dengan empat kapal perang besar yang lebih baik dan modern. Tetapi, Inggris tidak bisa memenuhi permintaan tersebut. Rekonstruksi Pertama (1927-1931)Pada awalnya, Kelas Kongō diklasifikasikan sebagai kapal penjelajah tempur karena lapisan pelindungnya hanya bisa disejajarkan dengan kapal penjelajah berat. Alhasil, kapal pasti dengan mudah dijebol persenjataan berat milik kapal tempur musuh. Inggris sengaja merancangnya, karena doktrin angkatan laut Inggris sendiri yang lebih mementingkan kecepatan dan persenjataan daripada kekuatan pelindung. Walaupun sudah dimodifikasi oleh Inggris, Jepang masih belum puas dengan lapisan pelindung Kongō. Oleh karena itu, Kongō dirombak sampai dua kali oleh Jepang sendiri. Fase pertama dilakukan antara 1927-1931. Isinya, penambahan lapisan gembung anti torpedo, peningkatan kemampuan protektor horizontal dan peningkatan elevasi meriam utama, penggantian sumber tenaga utama, serta menyulap menara utama menjadi berbentuk tiang Pagoda. Sayangnya, peningkatan ini malah membuat kecepatan kapal melorot menjadi 25,9 knot dari 27,5 knot. Rekonstruksi Kedua (1933-1940)Fase kedua dilakukan antara tahun 1933-1940. Fase kedua dilakukan untuk mengembalikan kecepatan dan kelincahan kapal lagi. Semua sistem gerak lawas dilolosi. Sebagai gantinya, kelas Kongō mendapatkan mesin turbin dan pendidih baru berkategori kompak (lightweight) dengan keluaran tenaga dua kali dari mesin lawas. Efeknya, kecepatan maksimal kelas Kongō menjadi 30 knot, dan Jepang lantas mengklasifikasikannya sebagai kapal tempur cepat. Lalu, penambahan panjang bagian buritan kapal sepanjang 8 meter, sehingga rasio lebar kapal versus panjang kapal tercapai. Penambahan meriam anti pesawat dan penambahan pelindung kapal terutama di bagian barbette (menara meriam) dan juga penambahan pelontar pesawat untuk melontarkan 3 buah pesawat apung merupakan bagian dari fase kedua ini juga. Kapal di kelasnya
Masa dinasHiei dan Kirishima langsung diterjunkan ke medan perang saat keduanya ditugaskan sebagai pengawal enam kapal induk penyerang Pearl Harbour, sedangkan Kongō dan Haruna ditugaskan untuk mendukung ofensif Jepang ke selatan, mulai dari Filipina, Malaya, Sumatra, dan akhirnya Jawa. Kontak dengan kapal perang Amerika baru dimulai November 1942, ketika Hiei dikerubuti sejumlah kapal penjelajah Amerika Serikat ketika terjadi kontak pada malam hari. Sedikitnya, 50 meriam 8inci (203mm) mendarat di deknya. Catatan kaki
Referensi
|