Kapal tempur Jepang Kongō
Kongō (金剛, "Berlian", dinamai dari Gunung Kongō) adalah sebuah kapal tempur dari Angkatan Laut Kekaisaran Jepang selama Perang Dunia I dan Perang Dunia II. Dia adalah kapal pertama di kelas nya, di antara yang paling bersenjata berat kapal angkatan laut di setiap saat dibangun. Perancangnya adalah insinyur angkatan laut Inggris George Thurston.[5] Kongō mulai dibangun pada tahun 1911 di Barrow-in-Furness di Inggris oleh Vickers Shipbuilding Company. Kongō adalah kapal kapital terakhir Jepang dibangun di luar Jepang. Dia secara resmi ditugaskan pada tahun 1913, dan berpatroli di lepas pantai Cina selama Perang Dunia I. Saat itu, ia masih tergolong sebuah kapal penjelajah tempur.[5] RekonstruksiKongō menjalani dua rekonstruksi utama. Dimulai pada tahun 1929, Angkatan Laut Kekaisaran Jepang dibangun kembali sebagai kapal tempur, memperkuat lapisan pelindungnya dan meningkatkan kecepatannya.[6] Pada tahun 1935, ia dibangun kembali, kecepatannya semakin meningkat, dan ia dilengkapi dengan katapel peluncuran untuk pesawat amfibi. Pada saat ini, Ia cukup cepat untuk menemani armada kapal induk Jepang yang terus bertambah, Kongō pun direklasifikasi sebagai kapal tempur cepat.[5] Riwayat tugasPra-Perang Dunia 2Selama Perang Tiongkok-Jepang Kedua, Kongō dioperasikan di lepas pantai Cina daratan sebelum didistribusikan ke Divisi Kapal Tempur Ketiga pada tahun 1941. Pada tahun 1942, ia berlayar sebagai bagian dari Angkatan Selatan dalam persiapan untuk Pertempuran Singapura.[5] Perang Dunia 2Kongō bertempur di sejumlah besar tindakan angkatan laut utama dari Perang Pasifik selama Perang Dunia II. Dia melindungi pendaratan amfibi Angkatan Darat Kekaisaran Jepang di Malaya Britania (bagian dari masa kini Malaysia) dan Hindia Belanda (sekarang Indonesia) pada tahun 1942, sebelum terlibat pasukan Amerika di Pertempuran Midway dan selama Kampanye Guadalkanal. Sepanjang tahun 1943, Kongō terutama tetap di Truk Lagoon di Kepulauan Caroline, Basis Angkatan Laut Kure (dekat Hiroshima), Basis Angkatan Laut Sasebo (dekat Nagasaki), dan Lingga Roads, dan disebarkan beberapa kali dalam menanggapi serangan udara kapal induk Amerika di pangkalan pulau Jepang tersebar di seluruh Pasifik.[7] NasibKongō berpartisipasi dalam Pertempuran Laut Filipina dan Pertempuran Teluk Leyte pada tahun 1944 (22-23 Oktober), dan ditorpedo oleh kapal selam USS Sealion saat transit di Selat Formosa pada tanggal 21 November 1944. Sejatinya, kapal yang lambungnya bocor diharuskan berhenti, tetapi kapten kapal Kongō tetap memerintahkan Kongō untuk terus melaju hingga 16 kn (30 km/h; 18 mph) pada pukul 3:00 pagi. Tindakan tersebut diambil karena ia khawatir kapal tersebut dapat jatuh ke tangan Sekutu. Ruang pendidih Kongō pun terus dibanjiri air masuk dikarenakan kapal terus melaju, hingga pukul 5:00 Kongō kecepatanya menurun menjadi 11 kn (20 km/h; 13 mph). Hal itu diperparah kapten kapal yang terlambat mengeluarkan perintah evakuasi kapal, sehingga hanya 237 awak yang selamat dari 1.200 awak. Korban selamat dibawa oleh Hamakaze dan Isokaze. Dia adalah satu-satunya kapal tempur Jepang yang ditenggelamkan oleh kapal selam di Perang Dunia Kedua, dan kapal tempur terakhir yang ditenggelamkan oleh sebuah kapal selam.[4] Dalam kultur pop
Catatan kaki
Referensi
|