Kapal penjelajah Jepang Chōkai
Chōkai (鳥海 ) adalah sebuah kapal penjelajah berat milik Angkatan Laut Kekaisaran Jepang. Ia selesai dibangun pada 5 April 1931 di Nagasaki, dan merupakan kapal terakhir dari empat bersaudari kapal penjelajah berat kelas-Takao. Ia dibangun dengan beberapa doktrin khusus yang berbeda dari ketiga kakaknya oleh Angkatan Laut Kekaisaran Jepang, yaitu ia didesain untuk dapat berpartisipasi dalam "pertempuran besar yang menentukan". KarierPada masa permulaan Perang Pasifik, ia berpartisipasi dalam operasi invasi Malaya untuk mengejar sisa-sisa battleship Kerajaan Inggris 'Force Z'. Dan dari awal sampai pertengahan tahun 1942, ia berpartisipasi dalam invasi Hindia Belanda dengan terlibat dalam penaklukan Kalimantan, Sumatra, Kepulauan Andaman, dan menjauh sampai ke Port Blair dan Operation C (bagian kecil dari Serangan Samudra Hindia). Setelahnya, Chōkai juga ikut berperan penting dalam Kampanye Guadalkanal, dimana ia bersama dengan Armada Mikawa berhasil memperoleh kemenangan gemilang berkat strategi iluminasi pertempuran malamnya yang menenggelamkan empat kapal penjelajah berat Sekutu pada Pertempuran Pulau Savo. Sepanjang Kampanye Kepulauan Solomon pun, Chōkai terus aktif di garis depan pertempuran malam dengan hanya mengalami kerusakan ringan di sebagian besar pertempurannya. Ia pun juga berhasil bertahan hidup dari Pertempuran Laut Filipina dan merupakan satu-satunya kapal yang tak terluka sama sekali di Divisi Penjelajah 4. Sayangnya, hidupnya berakhir pada 25 Oktober 1944, tepatnya pada Pertempuran Samar yang merupakan bagian dari Pertempuran Teluk Leyte. Meskipun tembakan meriam dari USS White Plains tidak dapat menembus lambungnya, api yang ditimbulkannya memantik dan meledakkan amunisi torpedo Long Lance-nya yang penuh dengan oksigen. Alhasil, Chōkai tidak dapat berkutik lagi ketika torpedonya meledak sendiri dan harus dibantu kematiannya oleh Fujinami yang beberapa saat kemudian juga ikut menyusul kematian Chōkai. Ia sendiri merupakan salah satu kapal terbesar yang tenggelam bersama dengan semua krunya sepanjang sejarah Perang Dunia 2. Selain itu, tempat peristirahatan terakhirnya merupakan dataran laut yang terdalam di dunia, yaitu sekitar 8,1 km (26000 kaki) dari atas permukaan laut.(11°22′N 126°22′E / 11.367°N 126.367°E),[1] Referensi
Bacaan lanjutan
Pranala luar
|