Kapal induk Jepang Ryūjō
Ryūjō (龍驤 , Kuda Naga) adalah sebuah kapal induk ringan milik Angkatan Laut Kekaisaran Jepang yang dibuat pada tanggal 2 April 1931 di Yokohama, dan baru resmi bertugas pada 9 Mei 1933. Setelah terjadinya Insiden Tomozuru dan Insiden Armada ke-4 di pertengahan dekade 1930-an, Ryūjō banyak mendapatkan modernisasi untuk membuatnya lebih layak menjadi kapal induk. KonstruksiKelas Ryūjō hanya memiliki Ryūjō sebagai satu-satunya anggota. Hal ini disebabkan karena pada awalnya ia dibangun untuk mengeksploitasi celah aturan yang ditetapkan oleh Washington Naval Treaty (1923) bahwa kapal induk yang memiliki berat benaman 10.000 ton, tidak akan dianggap sebagai 'kapal induk'. Namun, ketika Ryūjō sudah hampir selesai dibangun, London Naval Treaty (1930) menutup celah tersebut sehingga dunia hanya mentolerir selesainya Ryūjō dan tidak memperbolehkan Jepang membangun adik-adiknya lagi. Dan karenanya, Ryūjō dikategorikan sebagai kapal induk ringan. Sebelum Perang Dunia 2 dimulai, Ryūjō banyak terlibat dalam serangkaian uji coba taktik dive bombing serta terlibat dalam Perang Tiongkok-Jepang Kedua untuk membantu pengawalan pendaratan tentara Jepang di China pada tahun 1937 sampai dengan 1938. Pada saat itu, pesawat-pesawatnya banyak melakukan konfrontasi udara dengan pesawat-pesawat China di Kanton, Shanghai dan Nanking. Mulai Desember 1939 sampai dengan November 1940, Ryūjō mendapatkan modernisasi sekaligus menjadi kapal pelatihan dan menjadi kapal bendera untuk Divisi Induk ke-3. Namun, enam bulan sebelum PD2 di front Pasifik dimulai, Ryūjō dipindahkan ke Divisi Induk ke-4 dan menjadi kapal bendera.[1] Masa tugasPada saat keenam kapal induk Jepang menyerang Pearl Harbor tanggal 8 Desember 1942, Ryūjō dikirim ke Asia Tenggara untuk menginvasi Filipina. Lalu pada tahun 1942, ia melanjutkan misinya ke Semenanjung Malaya pada Januari 1942 dan berlanjut ke Singapura, Sumatera, Saigon, dan Batavia pada Februari 1942. Pada bulan Maret 1942, Ryūjō ikut mengirim pesawat-pesawatnya pada Pertempuran Laut Jawa Kedua untuk mengejar destroyer USS Pope dan juga melakukan bombardir pada pelabuhan Semarang. Setelah berhasil menguasai Hindia Belanda, Ryūjō dikirim ke Singapura untuk mempersiapkan Serangan Samudra Hindia. Mei 1942, kapal induk ringan Junyou bergabung bersama Ryūjō dalam Divisi Induk ke-4 untuk menjadi inti dari Pasukan Induk Serbu ke-2 dan ambil bagian dalam Operasi AL/MI di Kepulauan Aleut. Ryūjō yang pada saat itu menjadi spesialis pengebom tukik, kehilangan salah satu pesawat tempur 'Zero' nya di Pulau Akutan. Pesawat yang nantinya akan dinamakan 'Akutan Zero' oleh Amerika ini kelak akan menjadi barang bukti yang ampuh untuk Amerika bisa melakukan penelitian dan pengembangan pesawat-pesawat generasi baru yang memanfaatkan kelemahan desain pesawat-pesawat tempur Jepang.[2] Ryūjō dipindahkan ke Divisi Induk ke-2 pada saat selesainya Pertempuran Midway,[1] dan kemudian kembali dipindahkan ke Divisi Induk ke-1 bersama dengan Shoukaku dan Zuikaku lalu berangkat ke Pangkalan Truk pada 16 Agustus 1942. Delapan hari kemudian, ia disatukan bersama dengan kapal penjelajah berat Tone dan dua kapal perusak untuk melakukan pengecekan apakah Lapangan Udara Henderson bisa diserang atau tidak jika terbukti tidak ada kapal induk Amerika yang terlihat.[3] Pada saat itu, Ryūjō membawa 24 pesawat tempur 'Zero' dan 9 pesawat pengebom tukik 'Suisei'.[4] NasibDalam Pertempuran Kepulauan Solomon Timur, ia melakukan penyerangan udara kecil sebanyak dua kali dengan melepaskan 6 pembom tukik dan 15 pesawat tempur. Namun, karena adanya peringatan dari 4 pesawat tempur 'Wildcat' Amerika di Henderson, proses pemboman itu hanya berdampak kecil. Bahkan kapal induk USS Enterprise yang ternyata ada kejauhan ikut bereaksi dengan mengirim 31 pesawat pembom tukik Douglas SBD 'Dauntless' dan 8 pesawat pembom torpedo 'Avenger' untuk menyerang Ryūjō. Tiga bom serta satu torpedo cukup untuk mengakhiri perjalanan hidup kapal induk ringan ini di tempat itu. Kapal perusak Amatsukaze kemudian menyelamatkan kru kapalnya. Ryūjō tenggelam di 06°10′S 160°50′E / 6.167°S 160.833°E pada 17:55 dan kehilangan 7 opsir dan 113 anak buah kapal.[1] Empat belas pesawat yang diluncurkan Ryūjō untuk penyerangan pun kembali tak lama setelah kapal itu tenggelam. Mereka berputar-putar di atasnya sampai terpaksa untuk mendarat di atas air. Namun, hanya tujuh pilot yang diselamatkan.[5] ReferensiDaftar pustaka
Pranala luarWikimedia Commons memiliki media mengenai Kapal induk Jepang Ryūjō. |