Kaibobo, Seram Barat, Seram Bagian Barat
Kaibobo, kadang dieja sebagai Kaibobu, adalah negeri yang berada di kecamatan Seram Barat, Kabupaten Seram Bagian Barat, Maluku, Indonesia. GeografiKaibobo secara geografis terletak di sebuah tanjung yang secara lokal dikenal sebagai Tanjung Kaibobo. Oleh karena letaknya, negeri ini dapat diakses melalui jalur laut maupun jalur darat. Kaibobo juga dilalui oleh Jalan Trans Seram yang menghubungkan negeri-negeri lain disekitarnya dengan ibu kota kabupaten di Piru. Negeri ini terletak 41 km dari pusat pemerintahan kecamatan Seram Barat. Kawasan permukiman di Kaibobo berupa dataran rendah pesisir yang relatif sempit dan dikelilingi oleh perbukitan dengan ketinggian mencapai lebih dari 400 mdpl.[1] Batas administratifSecarah administratif, batas-batas negeri Kaibobo adalah sebagai berikut:
Administrasi dan pemerintahanKaiboo terdiri dari dua bagian, yaitu kompleks pusat negeri, yang terdiri dari 3 jalur (wijk) yaitu Leitimur, Tengah, dan Pelissa, serta kompleks Tihupoko (Tanah Merah). Kaibobo selaku sebuah negeri memiliki raja atau upu latu sebagai kepala pemerintahan dan adat. Namun, dikarenakan status administrasinya dalam lingkup Kabupaten Seram Bagian Barat merupakan sebuah desa, maka raja negeri berkedudukan setara dengan kepala desa, yang dalam menjalankan pemerintahan, dibantu oleh wakil dan staf-staf pemerintahan. Jabatan raja dipangku oleh mata rumah parentah Kuhuwael dan Riry. Mata rumah Tamaelasapal menjalankan fungsi sebagai kepala inama. Kepala maatita dipangku oleh mata rumah Mattinahorouw. Sedangkan kapitan dipegang oleh mata rumah Manuputty. SoaKaibobo secara adat terdiri dari 6 soa, yang memiliki kepala soa dan marinyo masing-masing. Berikut ini soa-soa di Kaibobo.
DemografiAgamaPenduduk Kaibobo mayoritas beragama Protestan, Kekristenan masuk ke Kaibobo sejak kedatangan bangsa-bangsa Eropa ke Kepulauan Maluku. Gereja untuk masyarakat Kaibobo dibangun dengan menggunakan jasa beberapa tukang dari negeri Booi dan dibantu oleh masyarakat negeri Kaibobo. Gereja ini diberi nama Gereja Nehemia, dibangun pada masa pemerintahan raja Christophel Kuhuwael. Gereja ini merupakan gereja tertua di negeri Kaibobo. Seiring waktu, Gereja Nehemia akhirnya mengalami pemugaran, mulai dari pergantian atap sirap dengan atap seng, penggantian lantai Gereja. Setelah peringatan 100 tahun Gereja Nehemia, kondisi gereja mengalami keretakan, kebocoran, dan kemiringan yang dikhawatirkan bisa berdampak buruk. Maka atas dasar keputusan bersama pemerintah negeri, raja Korneles Seipattiratu dan Ketua Majelis Jemaat Pdt. Jaques Hitipeuw, serta seluruh masyarakat Kaibobo, maka bangunan gereja dibongkar dan kemudian dibangun lagi di lokasi yang sama. Bangunan gereja baru ini diresmikan pada tahun 2022. BahasaBahasa yang digunakan oleh penduduk asli Kaibobo adalah bahasa Kaibobo yang termasuk ke dalam rumpun bahasa Austronesia. Masyarakat Kaibobo juga menggunakan bahasa lainnya, terutama bahasa Melayu Ambon yang merupakan lingua franca di Provinsi Maluku. FamBerikut ini adalah fam atau mata rumah (marga) yang mendiami Negeri Kaibobo.
Hubungan sosialNegeri Kaibobo menjalin hubungan sosial yang dikenal sebagai pela dengan banyak negeri-negeri lainnya, umumnya yang berada di Pulau Ambon. Beberapa negeri yang memiliki hubungan pela dengan Kaibobo, antara lain:
Pela negeri Kaibobo dengan Kulur disebutkan hanya terjadi antara dua mata rumah, bukan seluruh negeri. Menurut sumber lisan, Kaibobo dengan negeri Kaitetu (negeri Islam) memiliki ikatan gandong (kakak-beradik). Galeri
Referensi
3°12′30″S 128°10′37″E / 3.20833°S 128.17694°E Wikimedia Commons memiliki media mengenai Kaibobo. |