Kabupaten Bungo Tebo

Kabupaten Bungo Tebo adalah sebuah bekas kabupaten di Provinsi Jambi, Indonesia. Pembentukan Kabupaten Bungo Tebo pada tahun 1965 melalui usulan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong untuk menggabungkan Kewedanaan Muara Bungo dan Kewedanaan Tebo menjadi satu kabupaten. Luas wilayah Kabupaten Bungo Tebo adalah 13.500 km2 dan terbagi menjadi 8 kecamatan. Wilayah Kabupaten Bungo Tebo berbatasan dengan kabupaten lain di Provinsi Jambi dan Provinsi Riau.

Hierarki pemerintahan di wilayah Kabupaten Bungo Tebo setelah kecamatan ada tiga, yakni marga, dusun, dan kampung atau kemangkuan. Penduduk Kabupaten Bungo Tebo terdiri dari suku Melayu Jambi, suku Batin, suku Kubu dan Suku Penghulu. Bahasa yang dipertuturkan ialah bahasa Melayu Jambi. Pada tahun 1983, jumlah penduduk di Kabupaten Bungo Tebo sebanyak 255.356 jiwa. Pada tahun 1999, Kabupaten Bungo Tebo dimekarkan menjadi dua kabupaten baru yakni Kabupaten Bungo dan Kabupaten Tebo.

Pembentukan

Pembentukan Kabupaten Bungo Tebo diawali oleh usulan Dewan Perwakilan Rakyat Peralihan (DPR Peralihan) dan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR) untuk memekarkan Kabupaten Merangin menjadi dua kabupaten. DPR Peralihan dan DPR-GR mengusulkan agar Kewedanaan Muara Bungo dan Kewedanaan Tebo dibentuk menjadi Kabupaten Bungo Tebo. Usulan ini disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri Indonesia sebagai perwakilan dari Pemerintah Pusat.[1]

DPR-GR mengirimkan delegasi ke Jakarta beberapa kali hingga akhirnya diterbitkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1965 yang melantik seorang Pejabat Bupati Kepala Daerah Tingkat II Muara Bungo Tebo. Pejabat yang dilantik ialah M. Saidi pada tanggal 12 September 1965. Pada tanggal 19 Oktober 1965, DPR-GR Kabupaten Daerah Tingkat II Muara Bungo Tebo menetapkan pembentukan Kabupaten Bungo Tebo secara resmi dengan memberikan julukan ”Bumi Sepucuk Bulat Seurat Tunggang. Tanggal 19 Oktober 1965 ditetapkan sebagai hari jadi Kabupaten Bungo Tebo.[2] Ibu kota Kabupaten Bungo Tebo terletak di Muaro Bungo.[3]

Wilayah administratif

Luas wilayah Kabupaten Bungo Tebo adalah 13.500 km2. Di sebelah utara, Kabupaten Bungo Tebo berbatasan dengan Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau. Kabupaten Bungo Tebo berbatasan dengan bagian timur dari Kabupaten Kerinci. Di sebelah selatan, Kabupaten Bungo Tebo berbatasan dengan Kabupaten Sarolangun Bangko. Selain itu, Kabupaten Bungo Tebo berbatasan dengan bagian barat Kabupaten Batanghari.[4]

Sebelum masa Pembangunan Lima Tahun, wilayah Kabupaten Bungo Tebo terbagi menjadi 6 kecamatan.[5] Pada tahun 1976, wilayah Kabupaten Bungo Tebo terbagi menjadi 6 kecamatan dan 14 marga.[6] Nama-nama kecamatannya ialah Tanah Tumbuh, Rantau Pandan, Muara Bungo, Tebo Ilir, Tebo Tengah dan Tebo Ulu. Keenam kecamatan ini terbagi 14 marga yang terbagi lagi menjadi 248 dusun.[7] Setelah itu, wilayah Kabupaten Bungo Tebo terbagi menjadi 8 kecamatan yakni Tanah Tumbuh, Rantau Pandan, Muara Bungo, Tebo Ilir, Tebo Tengah, Tebo Ulu, Rimbo Bujang dan Kecamatan Jujuhan.[8]

Pemerintahan

Hierarki pemerintahan di wilayah Kabupaten Bungo Tebo setelah kecamatan ada tiga, yakni marga, dusun, dan kampung atau kemangkuan.[9] Setiap marga di wilayah Kabupaten Bungo Tebo dipimpin oleh seorang kepala marga yang disebut pasirah.[10]

Demografi

Penduduk

Daerah dataran rendah di Kabupaten Bungo Tebo dihuni oleh suku Melayu Jambi. Wilayahnya mengikuti aliran sungai Batanghari yang berbentuk rawa-rawa dan dataran kering.[11] Pada kawasan hutan di Kabupaten Bungo Tebo terdapat suku Kubu yang hidup secara menyebar. Kabupaten Bungo Tebo juga dihuni oleh suku Batin dan suku Penghulu.[12] Penduduk di Kabupaten Bungo Tebo bertutur dalam bahasa Melayu Jambi.[13]

Pada tahun 1983, jumlah penduduk di Kabupaten Bungo Tebo sebanyak 255.356 jiwa. Sebanyak 130.244 jiwa adalah laki-laki, sedangkan sebanyak 125.112 jiwa adalah perempuan.[14]

Pemekaran

Pada era Reformasi Indonesia, diterbitkan Undang-Undang Nomor 54 Tahun 1999. Undang-undang ini menetapkan pemekaran Kabupaten Bungo Tebo menjadi Kabupaten Bungo dan Kabupaten Tebo. Peresmian pemekaran diadakan pada tanggal 12 Oktober 1999 oleh Menteri Dalam Negeri Indonesia di Jakarta.[2]

Referensi

Catatan kaki

  1. ^ Adnan, dkk. 2008, hlm. 6-7.
  2. ^ a b Adnan, dkk. 2008, hlm. 7.
  3. ^ Nazir, dkk. 1993, hlm. 34.
  4. ^ Kahar, dkk. 1985, hlm. 6.
  5. ^ Nazir, dkk. 1993, hlm. 9.
  6. ^ Nazir, dkk. 1993, hlm. 10.
  7. ^ Nazir, dkk. 1993, hlm. 33.
  8. ^ Ja'far, Purwaningsih, dan Zakaria 1993, hlm. 7.
  9. ^ Nazir, dkk. 1993, hlm. 71.
  10. ^ Nazir, dkk. 1993, hlm. 70.
  11. ^ Bujang, Ibrahim (1994). Makanan: Wujud, Variasi, dan Fungsinya serta Cara Penyajian pada Orang Melayu, Jambi (PDF). Jakarta: Direktorat Jenderal Kebudayaan. hlm. 13. Ringkasan. 
  12. ^ Ja'far, Purwaningsih, dan Zakaria 1993, hlm. 10.
  13. ^ Kahar, dkk. 1985, hlm. 5.
  14. ^ Ja'far, Purwaningsih, dan Zakaria 1993, hlm. 8.

Daftar pustaka

Kembali kehalaman sebelumnya