KRI Irian (201)
KRI Irian adalah sebuah kapal penjelajah kelas Sverdlov (Project 68-bus) milik TNI AL pada tahun 1960-an. Kapal jenis ini adalah kapal penjelajah konvensional terakhir yang dibuat untuk AL Uni Soviet, 14 kapal diselesaikan sebelum Nikita Khrushchev menghentikan program ini karena kapal jenis ini dianggap kuno dengan munculnya rudal (peluru kendali). Kapal ini adalah versi pengembangan dari kapal penjelajah kelas Chapayev. DesainKapal-kapal dari kelas Sverdlov merupakan versi dari kapal penjelajah kelas Chapayev yang sedikit diperbesar dan ditingkatkan kualitasnya. Mereka memiliki persenjataan, permesinan dan proteksi lambung yang sama dengan kapal pendahulunya (kelas Chapayev), namun dengan kapasitas bahan bakar yang lebih besar untuk jarak tepuh yang lebih jauh, lambung yang sudah dilas, peningkatan proteksi bawah air, serta penambahan perlindungan antipesawat tempur dan radar. Perlengkapan radar dari KRI Irian adalah:
Kapal Admiral Nakhimov memiliki sistem rudal antikapal SS-N-1 yang dipasang di antara kubah A dan B sebagai percobaan tahun 1957. Pemasangan ini tidak berhasil, dan Admiral Nakhimov pun dibebastugaskan lebih cepat, lalu digunakan sebagai sasaran tembak tahun 1961. Kapal Dzerzhinsky memiliki sistem rudal antikapal untuk rudal S-75 Dvina (kode NATO: SA-2 Guideline), menggantikan kubah-kubah di buritan antara 1960-1962. Pemasangan ini juga tidak berhasil, dan tidak ada lagi kapal lainnya yang dimodifikasi. Karena pemasangan sistem rudal diletakkan di atas dek dan S-75 sendiri berbahan bakar cair (asam/minyak tanah), hal itu akan menyebabkan bencana serius untuk kapal ketika beraksi. Kapal Senyavin dan Zhdanov dikonversi menjadi kapal komando tahun 1971 dengan mengganti kubah-kubah di buritan dengan akomodasi serta elektronik tambahan. Kedua kapal komando ini dilengkapi dengan landasan helikopter kecil, sebuah hangar, serta sistem rudal SA-N-4 dan 4 pucuk meriam kembar kaliber 30 mm. Senjata dan tenaga penggerakSenjata artileri KRI IrianSenjata utama dari KRI Irian adalah 4 buah turret/kubah, dimana setiap kubah berisi 3 meriam kaliber 6 inci/152 mm. Sehingga total ada 12 meriam kaliber 6 inci di geladaknya.[2]
Tenaga penggerakSebagai tenaga penggerak, KRI Irian mengandalkan 2 buah turbin uap TB-72 yang mendapat pasokan uap dari 6 buah ketel KV-68 dan disalurkan melalui 2 buah shaft. Tenaga total yang dihasilkan adalah @110.000 HP sampai 122.000 HP pada kedua shaft, tenaga ini mampu membuat kapal seberat 13.600 ton ini mencapai kecepatan maksimal 32,5 knot. Sedangkan jarak maksimal yang bisa ditempuh adalah 9000 mil laut dengan kecepatan konstan 18 knot.[2] Riwayat KRI IrianKRI Irian sebelumnya adalah kapal bernama Ordzhonikidze 310 (Орджоникидзе 310) (Object 055 oleh NATO, diambil dari nama Menteri Industri Berat era Stalin, Grigory "Sergo" Ordzhonikidze) dari Armada Baltik AL Uni Soviet, kemudian dibeli oleh pemerintah Indonesia tahun 1962. Saat itu KRI Irian adalah salah satu kapal terbesar di belahan bumi selatan. Kapal ini digunakan secara aktif untuk persiapan merebut Irian Barat (operasi Trikora). AwalKapal ini dibuat di galangan kapal Admiralty, Leningrad. Peletakan lunas pertama dilakukan tanggal 9 Oktober 1949, diluncurkan tanggal 17 September 1950, dan pertama kali dioperasikan tanggal 30 Juni 1952. Kapal ini dapat menjelajah derasnya arus lautan dengan menempuh kecepayan 60.19 km per jam. Persiapan Pengoperasian di IndonesiaPada 11 Januari 1961, pemerintah Uni Soviet mulai mengeluarkan instruksi kepada Biro Desain Pusat #17 untuk memodifikasi Ordzhonikidze supaya cocok beroperasi di daerah tropis. Modernisasi skala besar dilakukan untuk membuat kapal ini dapat dioperasikan pada suhu +40 °C, kelembapan 95%, dan temperatur air +30 °C. Tetapi perwakilan dari Angkatan Laut Republik Indonesia yang berkunjung ke kota Baltiysk menyatakan bahwa mereka tidak sanggup untuk menanggung biaya proyek sebesar itu. Akhirnya modernisasi dialihkan untuk instalasi genset diesel yang lebih kuat guna menggerakkan ventilator tambahan. Tanggal 14 Februari 1961 kapal ini tiba di Sevastopol, dan tanggal 5 April 1962 kapal ini memulai uji coba lautnya. Pada saat itu kru dari ALRI untuk kapal ini sudah terbentuk dan ada di atas kapal. Mekanik kapal ini, Bapak Yatijan, di kemudian hari menjadi Kepala Departemen Teknik ALRI. Begitu juga banyak dari pelaut yang lain, banyak yang dikemudian hari mampu menduduki posisi penting. OperasionalKRI Irian tiba di Surabaya pada 5 Agustus 1962 dan dinyatakan keluar dari kedinasan AL Uni Soviet pada 24 Januari 1963. Sebelumnya Uni Soviet tidak pernah menjual kapal dengan bobot seberat ini kepada negara lain kecuali kepada Indonesia. ALRI yang belum pernah mempunyai armada sendiri sebelumnya, belajar untuk mengoperasikan kapal-kapal canggih dan mahal ini dengan cara trial and error/coba-coba. Bulan November 1962, tercatat sebuah mesin diesel kapal selam rusak karena benturan hidraulis saat naik ke permukaan, sebuah destroyer rusak dan 3 dari 6 boiler KRI Irian rusak. Suhu yang panas dan kelembapan tinggi berefek negatif terhadap armada ALRI, akibatnya banyak peralatan yang tidak bisa dioperasikan secara optimal. Di lain pihak, kehadiran kapal ini membuat AL Kerajaan Belanda secara drastis mengurangi kehadirannya di perairan Irian Barat. PerbaikanPada 1964 kapal penjelajah ini sudah benar-benar kehilangan efisiensi operasionalnya dan akhirnya dikirim ke Vladivostok untuk perbaikan. Bulan Maret 1964, KRI Irian sampai di Pabrik Dalzavod. Para pelaut dan teknisi Soviet terkejut melihat kondisi kapal dan banyaknya perbaikan kecil yang seharusnya sudah dilakukan oleh para awak kapal ternyata tidak dilakukan. Mereka juga tertarik dengan sedikit modifikasi yang dilakukan ALRI yaitu mengubah ruang pakaian menjadi ruang ibadah (sesuatu yang tentu tidak mungkin terjadi di Uni Soviet). Penugasan KembaliSetelah perbaikan selesai pada bulan Agustus 1964 kapal kembali berlayar menuju Surabaya dengan dikawal oleh kapal perusak AL Uni Soviet. Setahun kemudian (1965), terjadi peristiwa G30S di Indonesia. Kekuasaan pemerintah praktis berada di tangan Jenderal Soeharto. Perhatian Soeharto terhadap ALRI sangat berbeda dibandingkan Presiden Sukarno. Kapal ini dibiarkan terbengkalai di Surabaya, bahkan kadang-kadang digunakan sebagai penjara bagi lawan politik Soeharto.[3] PensiunanTerdapat beberapa versi tentang riwayat KRI Irian setelah peristiwa G30S:
Kru KapalPerwira yang pernah bertugas di atas KRI Irian adalah:
Trivia
ReferensiSumber
Sumber lainnya
|