Justin Sihombing
Pdt. Dr. (H.C.) Justin Sihombing Hutasoit (disingkat sebagai J. Sihombing) adalah seorang pendeta Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) dan kemudian Ephorus HKBP ke-7.[1] Ia merupakan pengarang utama Konfessi HKBP, yaitu pengakuan iman HKBP yang mengombinasikan pokok-pokok Konfesi Augsburg dengan warisan Reformed dari RMG. Berdasarkan konfesi ini, HKBP diterima sebagai anggota Lutheran World Federation (LWF) pada tahun 1952.[2] Karier dan PendidikanPendidikan
Karier
KehidupanPada sinode Juli 1940 banyak pendeta yang menominasikan Justin Sihombing menjadi ephorus. Ia meraih suara terbanyak dalam pemungutan suara. Tetapi ia mengalah sebagai wujud rasa hormatnya kepada seniornya, Pdt. K. Sirait, dan demi keutuhan bersama.[5][6] Pdt. Justin Sihombing merupakan pemrakarsa nama Nommensen untuk dijadikan sebagai nama Universitas milik HKBP saat ini, yang kemudian disetujui oleh Sinode Agung HKBP, walau pun pada awalnya banyak nama yang diusulkan.[1] Kiprah Justin Sihombing mendapat perhatian dari Fakultas Teologi Universitas Fredrich Wilhelm, Jerman. Ia dianggap dapat memimpin dengan ikhtiar menata dan merawat keutuhan gereja Batak. Ia juga berkomitmen mempertahankan eksistensi gereja agar tidak menjadi instrumen politik kekuasaan. Karenanya pada tahun 1951, Universitas Fredrich Wilhelm menganugerahkan gelar doktor honoris causa kepada Justin Sihombing.[3] Pemerintah kabupaten Tapanuli Utara dan kota Pematangsiantar juga menunjukkan apresiasi. Nama Justin Sihombing ditetapkan sebagai nama ruas jalan di Tarutung dan Pematangsiantar. Namun di gereja Batak, pikiran dan gagasan Justin Sihombing nyaris terlupakan, kecuali sekadar dikenang pernah menjadi ephorus.[3] PandanganPada masa penjajahan Jepang di Indonesia, Justin Sihombing menjadi salah satu dari antara pimpinan HKBP yang menolak untuk melakukan seikerei. Ia menganggap bahwa ritual tersebut menyamakan Kaisar Jepang dengan Tuhan.[7] Karya tulisBeberapa tulisan yang dikarang oleh Justin Sihombing, di antaranya adalah:
Referensi
|