Johnnycake

Johnnycake, disebut juga journey cake, spider cornbread, shawnee cake , atau johnny bread adalah roti jenis flatbread hasil olahan tepung jagung. Di bagian selatan Amerika Serikat, makanan ini dikenal juga dengan hoecake. Makanan ini dulu banyak dibuat oleh penduduk kepulauan di sekitar Samudera Atlantik, mulai dari Newfoundland hingga Jamaika. Makanan ini banyak dikonsumsi di Hindia Barat, Republik Dominika, Saint Croix, Bahama, Colombia, Bermuda hingga Amerika Serikat dan Kanada.[1]

Resepnya kini mulai berubah dengan penambahan susu atau air panas, garam, dan kadang sengaja dibuat manis.

Sejarah

Kenyon Corn Meal Company, salah satu bukti tempat pengolahan tepung jagund di Usquepaug, Rhode Island. Bangunan ini memiliki penanda tahun 1886

Diperkirakan nama Johnny bukanlah dari nama seseorang, namun dari kata journey, yang berarti perjalanan, memperlihatkan makanan ini sebagai bekal untuk perjalanan jauh, terutama ditaruh di tas sadel, lalu dimasak selama perjalanan. Beberapa orang memperkirakan awal namanya adalah kue shawnee. Nama ini kemudian dipelesetkan menjadi johnnycake. Beberapa sejarahwan juga memperkirakan kemungkinan bahwa kata ini berasal dari janiken yang berarti kue jagung.[2]

Saat itu, jagung dan juga tepung jagung, adalah produksi utama dari bagian selatan Amerika, terutama dari suku Cherokee, Chickasaw, Choctaw, dan Creek. Jagung menjadi tumpuan untuk bahan makanan penghasil karbohidrat dan juga alkohol dalam bentuk whiskey atau moonshine. Roti dari tepung jagung seperti johnnycake menjadi sangat populer saat Perang Sipil Amerika Serikat, karena sangat mudah mendapatkan bahannya. Ia bisa diolah menjadi kue yang mengembang yang lembut, atau sebaliknya digoreng begitu saja.

To a far greater degree than anyone realizes, several of the most important food dishes that the Southeastern Indians live on today is the "soul food" eaten by both black and white Southerners. Hominy, for example, is still eaten ... Sofkee live on as grits ... cornbread [is] used by Southern cooks ... Indian fritters ... variously known as "hoe cake", ... or "Johnny cake."... Indian boiled cornbread is present in Southern cuisine as "corn meal dumplings", ... and as "hush puppies", ... Southerners cook their beans and field peas by boiling them, as did the Indians ... like the Indians they cure their meat and smoke it over hickory coals.

atau terjemahan bebasnya:

Lebih dari yang sekedar disadari orang, beberapa makanan paling penting dalam hidangan orang-orang Indian di bagian Selatan hari ini, sebenarnya adalah soul food yang dulu juga dinikmati baik oleh orang kulit hitam maupun putih di selatan. Hominy adalah salah satunya, masih dimakan hingga kini. Sofkee masih ada hingga kini sebagai bubur jagung... roti jagung sekarang digunakan dalam masakan dari selatan... fritters orang Indian... yang banyak dikenal juga sebagai hoe cake, ... atau johnny cake... roti jagung Indian yang direbus dihidangkan dalam makanan ala selatan sebagai dumpling jagung, dan hush puppies, ... Orang-orang di selatan memasak kacang-kacangan dan kacang polong dengan merebusnya, seperti juga yang dilakukan orang Indian... seperti juga bagaimana orang Indian memberi perlakuan terhadap daging dan mengasapinya di atas arang pohon hickory[3]

Warga New England kemudian belajar cara membuat johnnycakes dari warga Indian lokal Pawtuxet, yang kemudian memperlihatkan dan mengajari para pendatang kolonial bagaimana cara menggiling dan memasak jagung untuk makan. Saat para pendatang kolonial mendarat di Plymouth tahun 1620, kebanyakan gandum yang mereka bawa dari Inggris sudah rusak. Diceritakan pula bahwa Myles Standish, pemimpin militer dari Koloni Plymouth, menemukan simpanan jagung para warga Indian.[2]

Seorang suku Indan bernama Tisquantum (1585-1622), dikenal pula sebagai Squanto, yang banyak menolong para kolonis. Tisquantum adalah salah satu dari lima orang Indian yang dibawa ke Inggris tahun 1605 oleh Kapten John Weymouth, yang merupakan anak buah dari Sir Ferinando Gorges, pemilik Plymouth Company dan bertujuan mencari jalur Northwest Passage. Tahun 1614, Tisquantum dibawa kembali ke Amerika, membantu orang-orang Ferinando Gorges memetakan pantai New England. Tisquantum menghabiskan sisa hidupnya di Koloni Plymouth, mengajarkan para kolonis yang baru datang cara menanam jagung, menjadikan jagung tepung, dan cara memasaknya. Ia juga bekerja sebagai penerjemah dan pemandu.[2]

Jamaika memang sangat dikenal sebagai produsen johnnycake, namun kepulauan sekitarnya pun ikut memproduksi. Berbagai versi bisa ditemukan di sepanjang kepulauan Karibia Timur, hingga Turki dan Caicos, Kepulauan Cayman, hingga St. Croix.[4]

Dari Amerika Serikat, johnnycake menyebar hingga ke selatan benua Amerika, dan pulau-pulau di utara. Barulah pada thun 1700-an, nama johnnycakes mulai dicatat dalam literatur.[4]

Hoecake

Istilah hoecake pertama kali diperkenalkan pada tahun 1745, dan digunakan oleh penulis-penulis Amerika seperti Joel Barlow dan Wahington Irving. Asal nama ini berasal dari proses pembuatannya: dengan dipanggang di panci besi, yang saat itu terkenal dengan itilah "hoe". Namun ada pula pendapat berbeda yang menyatakan bahwa ada kepercayaan kue ini dulunya dimasak di atas bilah cangkul, yang juga dinamai "hoe" dalam bahasa Inggris.[5]

Perbedaan mendasar antara johnnycake dan hoecake sebenarnya terletak di cara penyiapan, meskipun keduanya kini keduanya sama-sama bisa disiapkan dengan wajan atau kuali. Beberapa resep mensyaratkan johnnycakes dimasak di oven.[6]

Cara membuat dan penyajian

Ada berbagai variasi resep johnnycake, namun yang bisa menjadi acuan adalah versi Amerika Serikat. Tepung jagung dicampur dengan garam, dan kemudian disiram dengan air mendidih. Kemudian susu ditambahkan, dan diaduk sehingga mengental. Setelahnya, penggorengan lain disiapkan dengan mentega. Adonan tadi dimasukkan dan diratakan seperti serabi. Kemudian johnnycake disajikan bersama sirup mapel, mentega, atau saus apel.[2]

Berdasarkan manuskrip dari America Eats, petunjuk dari WPA untuk kultur makanan Amerika sejak awal dekade dari abad kedua puluh, "johnnycake" yang dibuat pada tahun 1930 di Rhode Island dibuat dengan petunjuk sebagai berikut:

In preparation, [white corn] meal may or may not be scalded with hot water or hot milk in accordance to preference. After mixing meal with water or milk it is dropped on a smoking hot spider [pan] set atop a stove into cakes about 3"x3"x1/2" in size. The secret of cooking jonny cakes is to watch them closely and keep them supplied with enough sausage or bacon fat so they will become crisp, and not burn. Cook slowly for half an hour, turn occasionally, and when done serve with plenty of butter.

atau terjemahan bebasnya:

Dalam mempersiapkan johnnycake, tepung jagung putih tidak boleh disirimkan langsung dengan air panas atau susu panas berdasarkan perasaan. Setelah tepung dan air dan susu dimasak dengan di atas panci laba-laba yang berasap karena panasnya, diletakkan di atas oven panas sehingga terciptalah kue dengan ukuran 3 inchi x 3 inchi x 1/2 inchi. Rahasia dari memasak jhonnycakes adalah dengan menungguinya dengan telaten dan menambahkan cukup lemak sosis atau bacon sehingga jadi renyah dan tidak hangus. Dimasak perlahan sekitar setengah jam, dibalik, dan setelah selesai, disajikan dengan banyak mentega.[7]

Variasi

Beberapa versi lain dibuat di berbagai negara. Australia membuat johnnycake dari tepung terigu dan memanggangnya di atas bara api atau digoreng. Di Bahama, makanan ini dibuat dari tepung, gula, mentega, dan air, lalu dipanggang sampai coklat muda dan dimakan bersama sup. Sementara di Republik Dominika, kue yang hampir sama disebut yaniqueques atau yanikeke, dengan bahan tepung, baking powder, mentega dan air, dan dimasak dengan teknik deep fried.

Di Puerto Riko, kedua varian dari tepung terigu maupun tepung jagung sama populernya. Kue ini dimasak dengan cara deep fried dan diisi dengan makanan laut atau ditaburi gula dan kayu manis, dan sebagai pengganti air, biasanya digunakan santan.

Di Jamaika, resep mirip johnnycakes menjadi makanan pokok. Ada yang menyebutnya dumpling goreng, ada pula yang menyebutnya johnnyakes. Resep yang digunakan adalah tepung terigu, gula, garam, baking powder, margarin atau mentega, dan air atau susu. Setelah adonan diolah, segera digoreng di minyak goreng.

Referensi

  1. ^ Mark Kurlansky. The Food of a Younger Land: A Portrait of American Food : Before the National Highway System, Before Chain Restaurants, and Before Frozen Food, when the Nation's Food was Seasonal, Regional, and Traditional. ISBN 1594488657. Riverhead Books, 2009
  2. ^ a b c d Johnnycake History and Recipe. dari situs whatscookingamerica.net
  3. ^ Hudson, Charles (1976). "A Conquered People". The Southeastern Indians. The University of Tennessee Press. pp. 498–499. ISBN 0-87049-248-9.
  4. ^ a b What Is a Johnnycake?. dari situs thespruceeats.co
  5. ^ Dictionary of Americanisms : a glossary of words and phrases, usually regarded as peculiar to the United States. dari situs archive.org
  6. ^ Hundley, Social Relations in Our Southern States, p. 87-88: "Corn-dodger, corn-pone, and hoe-cake are different only in the baking. The meal is prepared for each precisely in the same way. Take as much meal as you want, some salt, and enough pure water to knead the mass. Mix it well, let it stand for fifteen or twenty minutes, not longer, as this will be long enough to saturate perfectly every particle of meal; bake on the griddle for hoe-cake, and in the skillet or oven for dodger or pone. The griddle or oven must be made hot enough to bake, but not to burn, but with a quick heat. The lid must be heated also before putting it on the skillet or oven, and that heat must be kept up with coals of fire placed on it, as there must be around and under the oven. The griddle must be well supplied with live coals under it. The hoe-cake must be put on thin, not more than or quite as thick as your forefinger; when brown, it must be turned and both sides baked to a rich brown color. There must be no burning—baking is the idea. Yet the baking must be done with a quick lively heat, the quicker the better."
  7. ^ Mark Kurklansky, The Food of a Younger Land, Penguin Books, 2009
Kembali kehalaman sebelumnya