Johannes Sudiarna Hadiwikarta
Mgr. Johannes Sudiarna Hadiwikarta (28 Maret 1944 – 13 Desember 2003) adalah Uskup Surabaya sejak 26 Maret 1994 hingga wafat pada 13 Desember 2003. KaryaPilihan untuk menjadi imam projo belum ternama, namun tetap ditempuh oleh Frater Hadiwikarta saat itu. Ia membaca riwayat Pius X dan Pastor dari Ars, seorang pastor yang terkenal suci. Waktu itu jumlah imam praja di Keuskupan Agung Semarang (KAS) masih sangat sedikit, dan justru membuat ia tertarik ingin masuk praja, sekaligus ingin membuktikan bahwa baik buruknya seorang imam tergantung dari pribadi imam itu sendiri.. Saat itu ia juga jarang berhubungan dengan imam Projo, dan lebih banyak dengan imam Yesuit. Ketika itu, masih terdapat pembicaraan yang menganggap imam Projo ialah imam kelas dua dibandingkan dengan imam biarawan. Diakon Hadiwikarta akhirnya ditahbiskan menjadi imam pada tanggal 8 Desember 1970. Semangat cinta kegembalaan dalam diri Pastor Hadiwikarta telah terekam sejak masa-masa pendidikannya. Hal itu termasuk dalam skripsi kesarjanaan yang ditulis tahun 1971, berjudul "Gambaran Imamat Menurut Konsili Vatikan II" serta pada peringatan 25 tahun imamatnya, dengan buku "Tangan Tuhan Menuntunku". Ia mengungkapkan kecintaan akan imamatnya dengan bangga, termasuk membuat tujuh putra altar yang didampinginya ketika menjadi pastor di Magelang menjadi imam.[2] Sejak April 1971 – Agustus 1974, Pastor Hadiwikarta bertugas di Paroki Santo Ignatius, Magelang, lalu 1974 hingga 1976 ditugaskan belajar bahasa Arab dan Islamologi di Institut Kepausan, Roma. Sejak Juli 1976 hingga 3 bulan ke depan, ia membantu Paroki Staten Island, New York, Amerika Serikat. Pada Oktober 1977 selama 9 tahun, ia menjabat sebagai Pro-Sekertaris MAWI, kemudian tahun 1989–1990, bertugas di Paroki Kumetiran dan mengajar Islamologi di Seminari Tinggi Santo Paulus. Tahun 1990–1994, Mgr. Hadiwikarta menjabat sebagai Vikaris Jenderal di Keuskupan Agung Semarang.[2] Pengumuman pengangkatan Mgr. Hadiwikarta sebagai Uskup Surabaya dilakukan pada 24 April 1994. Sebelumnya ia telah mengetahui sejak diberitahukan oleh Pro-Nuncio pada 5 April 1994.[3] Moto yang dipilihnya terjadi ketika Pro-Nuncio Apostolik Mgr. Pietro Sambi menanyakan kepada Mgr. Hadiwikarta kapan pengangkatannya akan diumumkan secara resmi. Mgr. Hadiwikarta saat itu mengusulkan tanggal 23 April sore hari atau 24 April, yang bertepatan dengan Minggu Panggilan (Minggu Paskah Keempat). Dalam bacaan Injil hari tersebut, Yesus menyebut dirinya sebagai gembala yang baik.[2] Pada tanggal 25 Juli 1994 bertempat di Stadion Wijaya Kusuma, Bumi Moro Krembangan, ia ditahbiskan menjadi Uskup Surabaya. Pendahulunya, Mgr. Aloysius Josef G. Dibjokarjono menjadi penahbis utama, sementara Uskup Agung Semarang Mgr. Julius Darmaatmadja, S.J. dan Uskup Malang, Mgr. Herman Joseph Sahadat Pandoyoputro, O.Carm. menjadi Uskup ko-konsekrator. Sejak ditahbiskan menjadi Uskup, Mgr. Hadiwikarta dikenal memiliki komitmen untuk merawat dan membesarkan beberapa tempat peziarahan bagi umat di Jawa Timur dan juga instansi. Di Surabaya, Mgr. Hadiwikarta juga menjadi salah satu tokoh agama yang intensif ikut dalam dialog antaragama, serta menyerukan perdamaian dan anti kekerasan bagi masyarakat Jawa Timur. Sebagai seorang gembala, beberapa pernyataan menyatakan Mgr. Hadiwikarta sebagai imam yang cepat, gembira dan tegas.[2] Sebagai Uskup Surabaya, Mgr. Hadiwikarta pada tahun 1994–1997, merangkap menjabat sebagai Ketua Komisi Komunikasi Sosial KWI, tahun 1997–2000 menjabat sebagai Sekertaris Jenderal KWI, dan tahun 2000–2003 menjabat sebagai Ketua Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan KWI.[2] Dalam kepemimpinannya, Keuskupan Surabaya melaksanakan sinode pada 20–22 November 1996.[4] Ia menjabat sebagai Uskup Surabaya sampai wafat pada 13 Desember 2003. Setelah ia wafat, pimpinan Keuskupan Surabaya dilaksanakan oleh R.P. Julius Haryanto, C.M. hingga terpilih Uskup baru, Mgr. Vincentius Sutikno Wisaksono pada tahun 2007. Referensi
Pranala luar
|