Jembatan Bantar
Jembatan Bantar (bahasa Jawa: ꧋ꦏꦿꦺꦠꦺꦒ꧀ꦧꦤ꧀ꦠꦂ, translit. Krétég Bantar) adalah jembatan yang berada di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Dengan jarak 15 km dari Kota Yogyakarta, jembatan ini menjadi penanda batas antara Kabupaten Kulon Progo dengan Kabupaten Bantul. SejarahPada awalnya, wilayah Kulon Progo dan Bantul hanya dihubungkan dengan jembatan kereta api, dan belum ada sarana penghubung bagi kendaraan darat untuk menyeberangi Sungai Progo. Pada akhirnya, dibangunlah jembatan darurat untuk kendaraan darat oleh kolonial Belanda pada tahun 1886.[1] Meningkatnya volume kendaraan yang melintas membuat pemerintah Hindia Belanda merencanakan perbaikan jembatan tersebut. Ir.Verhoog & Ir.Jurgensen West dari Burgerlijek Openbare Werken (sekarang Dinas Pekerjaan Umum) merancang sebuah jembatan gantung dengan teknologi paling modern saat itu. Jembatan gantung dipilih karena kawasan Sungai Progo yang lebar dan rawan banjir, sehingga tiang pancang jembatan cukup 2 pilar saja agar tidak bisa diterjang banjir. Pembangunan dimulai pada 1917, dan sempat terhenti karena naiknya harga baja untuk jembatan setelah Perang Dunia I. Pembangunan dilanjutkan pada tahun 1928 dan selesai 1929. Baja-Baja tersebut didatangkan langsung dari Belanda, dibuat di pabrik "Werkspoor", Utrech.[2] Jembatan Bantar baru diresmikan pada 17 Juni 1929 oleh Gubernur Yogyakarta, J.E. Jasper dan diberi nama Gouverneur Jasperbrug. Biaya total pembangunan jembatan disebutkan sebesar 455.000 Gulden, yang mana dibagi rata antara Pemerintah Kolonial Belanda dan Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat.[2] Jembatan Bantar juga menjadi medan pertempuran antara pihak Indonesia yang diwakili oleh pasukan gerilya Sub-Wehrkreise 106 Kulon Progo dengan pihak Belanda pada saat Agresi Militer II pada tahun 1948. Pasukan gerilya Sub-Wehrkreise 106 Kulon Progo membentuk kantong perlawanan untuk menyerang berbagai pos Belanda, dengan sasaran utama Jembatan Bantar yang digunakan Belanda sebagai markas komando. Pasukan gerilya memasang bom di sepanjang jembatan menuju arah Yogyakarta. Pertempuran di Jembatan Bantar tersebut terus berlangsung hingga tahun 1949, dengan akhir dimenangkan oleh pihak Indonesia karena berhasil mengikat pasukan Belanda yang bermarkas di Jembatan Bantar, sehingga tidak dapat membantu pasukan Belanda yang diserang di Kota Yogyakarta.[3] Jembatan ini juga pernah Dibangun ulang oleh Djawatan Kereta Api pada tahun 1957 dengan kontruksi baru[4]. Kini, jembatan asli yang dibangun oleh Hindia Belanda sudah tidak digunakan, dan sebagai gantinya dibangun jembatan baru di sisi selatan jembatan lama pada tahun 2006. PemanfaatanPemerintah Kabupaten Kulon Progo berencana untuk memanfaatkan keberadaan jembatan Bantar lama sebagai wisata sejarah. Sebelumnya, kawasan jembatan ini telah dimanfaatkan oleh masyarakat kalurahan Banguncipto, kapanewon Sentolo secara swadaya sebagai tempat wisata dengan nama "Towilfiest".[5] Jembatan Bantar juga dijadikan sebagai Monumen perjuangan pada tahun 1995 oleh Menko Polkam RI pada waktu itu, Jenderal (Purn) Soesilo Soedarman, selaku Ketua Umum Paguyuban Wehrekreise III. [5] Budaya PopulerSalah satu aparatur sipil pemerintahan Kabupaten Kulon Progo membuat lagu bertemakan jembatan ini, dengan judul "Jembatan Bantar". Lagu tersebut berisi tentang keindahan jembatan Bantar sekaligus menjadi ajakan untuk menjaga dan merawat keaslian jembatan Bantar agar tetap lestari.[6] Referensi
|