Jayastamba Burung Nasar
Jayastamba Burung Nasar adalah prasasti dari babak Kulawangsa Perdana IIIb (tahun 2600–2350 SM) di Mesopotamia yang dibuat untuk memperingati kemenangan negara kota Lagasy atas tetangganya, Uma. Jayastamba ini diukiri bermacam-macam adegan pertempuran maupun peribadatan, dan dinamakan Burung Nasar karena ada ukiran burung-burung nasar pada salah satu adegan. Jayastamba Burung Nasar dipahat dari satu lempengan utuh batu gamping, tetapi hanya tujuh patahannya yang diketahui sintas hingga kini. Patahan-patahan tersebut ditemukan di Taluh (Girsu kuno), kawasan selatan Irak, pada dasawarsa 1880-an, dan kini terpajang di Musée du Louvre. Jayastamba ini ditegakkan sebagai tugu peringatan kemenangan Eanatum Raja Lagasy, atas Usy Raja Uma,[1][2] dan merupakan monumen peringatan perang tertua yang diketahui saat ini.[3] PenemuanJayastamba ini tidak lagi utuh; saat ini hanya tujuh patahannya yang diketahui sintas. Tiga patahan ditemukan dalam ekskavasi yang dilakukan arkeolog Prancis Ernest de Sarzec pada permulaan dasawarsa 1880-an di situs arkeologis Taluh, Girsu kuno, di kawasan selatan wilayah Irak saat ini. Tiga patahan lagi ditemukan dalam ekskavasi yang dilakukan dari tahun 1888 sampai 1889. Patahan ketujuh, yang baru belakangan dipastikan sebagai bagian dari Jayastamba Burung Nasar dan diduga berasal dari Taluh, didapatkan Museum Inggris dari pasar barang antik pada tahun 1898. Sesudah dua kali menolak permohonan untuk menyerahkan patahan tersebut kepada pihak Musée du Louvre, Museum Inggris akhirnya rela melepaskannya pada tahun 1932 supaya dapat disatukan dengan enam patahan lainnya pada rekonstruksi Jayastamba Burung Nasar.[4] Isi prasasti pertama kali diterjemahkan oleh F. Thureau-Dangin pada tahun 1907.[5] DeskripsiSeperti yang tampak pada rekonstruksinya di Museum Louvre, Jayastamba Burung Nasar dalam keadaan utuh berukuran tinggi 1,80 meter (5 ft 11 in), lebar 130 meter (430 ft), dan tebal 11 sentimeter (4,3 in), dengan sisi atas yang melengkung. Jayastamba dari selempeng utuh batu gamping yang dihiasi ukiran pada kedua sisinya ini[6] dapat ditempatkan di dalam tradisi kawasan selatan Mesopotamia pada pertengahan hingga akhir milenium ke-3 SM, yang merayakan kejayaan militer dengan monumen-monumen dari batu. Monumen lain dari Mesopotamia yang serupa dengan Jayastamba Burung Nasar adalah Jayastamba Naram-Sin, yang berasal dari babak Akad, yakni kurun waktu yang menyusul babak Kulawangsa Perdana III.[7] Sisi yang satu menampilkan adegan-adegan dengan ciri khas yang berlainan dari adegan-adegan pada sisi yang lain, dan oleh sebab itu telah ditafsirkan sebagai sisi mitologis dan sisi historis. Sisi mitologis dibagi menjadi dua rangkaian gambar. Rangkaian gambar atas yang lebih besar ukurannya menampilkan gambar sesosok pria tinggi besar dengan sebatang gada di tangan kanannya dan seekor anzû atau rajawali berkepala singa di tangan kirinya. Anzu menandakan bahwa sosok tersebut adalah Dewa Ningirsu. Di bawah anzu terdapat jaring yang sarat dengan jasad pria tanpa busana. Di belakang Ningirsu berdiri sesosok perempuan berukuran tubuh lebih kecil yang mengenakan bulang hulu bertanduk, dan dari balik punggungnya tampak menyembul beberapa batang gada. Semua ciri tersebut menandakan bahwa sosok yang digambarkan adalah Dewi Ninhursag. Rangkaian gambar bawah yang lebih kecil ukurannya tidak begitu baik terlestarikan, tetapi jika dibandingkan dengan gambar-gambar sezamannya, maka mungkin saja yang digambarkan adalah adegan Dewa Ningirsu yang sedang berdiri di atas sebuah kereta perang yang dihela satwa-satwa mitologis.[6] Berdasarkan analisis yang lebih mutakhir, diduga bahwa yang sesungguhnya digambarkan adalah sebuah kereta yang tengah melaju mendekati Ninhursag yang sedang berdiri di luar sebuah bangunan suci.[8] Sisi historis dibagi menjadi empat rangkaian gambar horisontal. Rangkaian gambar teratas menampilkan sosok Eanatum, ensi atau kepala negara kota Lagasy (namanya terukir di sekeliling kepalanya), yang sedang memimpin sepasukan prajurit memasuki kancah pertempuran dalam formasi falangs, sementara jasad musuh mereka terinjak-injak di bawah derap langkah kaki mereka. Di atas kepala mereka, burung-burung nasar yang mengilhami penamaan jayastamba ini terlihat beterbangan di angkasa membawa kepala musuh-musuh Lagasy pada paruhnya. Rangkaian gambar kedua menampilkan gambar sepasukan prajurit yang sedang berbaris memanggul tombak di belakang sang raja, yang mengendarai sebuah kereta perang dan menggenggam sebatang tombak. Rangkaian gambar ketiga menampilkan potongan kecil dari gambar yang kemungkinan besar adalah sosok seseorang yang tengah duduk di kursi. Di hadapannya ada seekor lembu tertambat sementara seorang pendeta tanpa busana sedang berdiri di atas seonggok bangkai hewan sembari menuangkan kurban curahan ke atas dua batang tanaman yang tumbuh di jambangan. Di sebelah kiri adegan tersebut tampak seonggok jenazah tanpa busana dikelilingi para buruh yang mengenakan rok dan menyunggi keranjang. Hanya sebagian kecil dari rangkaian gambar keempat yang terlestarikan, memperlihatkan gambar tangan yang menggenggam tombak yang menyentuh kepala musuh.[6] Beberapa Sumerolog memperkirakan bahwa kalimat yang tertera di dekat kepala musuh jika direkonstruksi akan berbunyi "Kalbum Raja Kisy".[9] Tulisan-tulisannya tidak terlestarikan dengan baik. Tulisan-tulisan tersebut mengisi bagian kosong di sela-sela gambar adegan, dan bersambung dari satu sisi ke sisi lain. dari kurang lebih 840 baris tulisan yang tertera pada Jayastamba Burung Nasar, tinggal 350 baris yang masih utuh dan 130 baris yang terlestarikan sebagian.[10] Tulisan pada prasasti menggunakan aksara baji Sumer. Dari tulisan-tulisan tersebut dapat diketahui bahwa jayastamba ini dibuat atas perintah Eanatum, ensi atau kepala negara kota Lagasy sekitar tahun 2460 SM. Pada prasasti ini Eanatum menjabarkan sengketa Lagasy dengan Uma terkait Gu-Edin, sebidang lahan garapan yang terletak di antara kedua negara kota itu.[6] Sengketa tersebut diselesaikan di medan pertempuran yang akhirnya dimenangkan Eanatum, insan kekasih Dewa Ningirsu. Seusai pertempuran, kepala negara kota Uma bersumpah rela diazab dewata jika lancang menyerobot tanah milik Lagasy.[11]
Rujukan
Bacaan lanjutan
Pranala luar
Wikimedia Commons memiliki media mengenai Stele of the Vultures. |