Japan Post Holdings
Japan Post Holdings Company, Ltd. (日本郵政株式会社 , Nippon Yū-sei kabushiki gaisha) adalah sebuah konglomerat yang berkantor pusat di Kasumigaseki, Chiyoda, Tokyo, Jepang. Perusahaan ini terutama berbisnis di bidang logistik, jasa keuangan, perbankan, dan asuransi jiwa. Perusahaan ini pun menyediakan layanan pengiriman surat dan barang, penjualan prangko, penyimpanan dan peminjaman uang, serta asuransi.[5][6] Pada tanggal 4 November 2015, Japan Post Holding (TYO: 6178) resmi melantai di Tokyo Stock Exchange bersamaan dengan Japan Post Bank (TYO: 7182) dan Japan Post Insurance (TYO: 7181).[7] Tiga perusahaan tersebut masing-masing memperdagangkan 10% sahamnya di Tokyo Stock Exchange.[7] Mulai bulan Oktober 2021, pemerintah Jepang tidak lagi menjadi pemegang mayoritas saham perusahaan ini, tetapi tetap menjadi pemegang saham terbesar di perusahaan ini.[8][9] Japan Post Holdings merupakan komponen dari indeks Nikkei 225 dan TOPIX Large70. SejarahPerusahaan ini didirikan pada tanggal 23 Januari 2006,[10] tetapi baru pada bulan Oktober 2007, perusahaan ini mengambil alih tugas dari Japan Post. Terdapat rencana untuk memprivatisasi perusahaan ini secara penuh, tetapi masih ditunda hingga saat ini.[5] Hingga 2013[update], perusahaan ini menempati peringkat ke-13 dalam daftar Fortune Global 500.[11] Pada tanggal 25 April 2017, Japan Post Holdings menyatakan bahwa mereka akan merugi sebesar ¥40 milyar ($360 juta) pada tahun fiskal penuh pertamanya sebagai sebuah perusahaan publik, karena adanya kerugian dari Toll Group yang mereka akuisisi secara kontroversial pada tahun 2015.[12] Pada bulan September 2017, pemerintah Jepang mengumumkan bahwa mereka akan menjual saham perusahaan ini senilai $12 milyar. Hasil dari penjualan tersebut rencananya akan digunakan untuk memperbaiki dan membangun kembali tempat-tempat yang hancur akibat gempa bumi dan tsunami pada tahun 2011.[13] Pada bulan Desember 2019, pimpinan Japan Post Holdings mengumumkan bahwa mereka akan mengundurkan diri karena adanya penjualan polis asuransi yang tidak benar, setelah regulator mengumumkan sanksi administratif bagi perusahaan ini. Perusahaan ini lalu menyatakan bahwa Hiroya Masuda, mantan Menteri Dalam Negeri dan Komunikasi Jepang, telah ditunjuk sebagai CEO baru.[14] Pada bulan Maret 2021, Japan Post Holdings mengumumkan bahwa mereka akan berinvestasi sebesar 150 milyar yen dan memegang 8% saham Rakuten.[15] KepemimpinanJapan Post Holdings dipimpin oleh Presiden dan CEO - kedua jabatan tersebut dipegang oleh orang yang sama sejak perusahaan didirikan di tahun 2006. Daftar presiden dan CEO
OperasionalPerusahaan ini beroperasi melalui empat divisi utama, yakni:[16]
PrivatisasiDiskusi awalPrivatisasi sistem pos di Jepang pertama kali dipertimbangkan pada dekade 1980-an di masa kepemimpinan Perdana Menteri Nakasone,[17] yang di tengah kekhawatiran mengenai defisit pemerintah, mengawasi privatisasi dari tiga perusahaan publik besar, yakni Japanese National Railways, Nippon Telegraph and Telephone (NTT), dan Japan Tobacco.[17][18] Diskusi mengenai privatisasi sistem pos lalu tidak dilanjutkan. Pada tahun 1997, ide untuk memprivatisasi Japan Post Bank kembali muncul di masa kepemimpinan Perdana Menteri Hashimoto. Tetapi ide tersebut mendapat penolakan dari partai oposisi dan partai pendukung pemerintah, sehingga hanya menghasilkan reformasi Japan Post Bank yang bertujuan untuk meningkatkan disiplin keuangannya.[17][19] Pelaksanaan privatisasiPada tahun 2001, selama kelesuan ekonomi di Jepang, politisi LDP, Junichiro Koizumi mulai menjabat, dan mendapat dukungan dari masyarakat untuk memprivatisasi sistem pos Jepang.[19][20] Keuntungan privatisasi yang digaungkan oleh masyarakat meliputi efisiensi sektor keuangan, mengurangi pengaruh politik dalam penggunaan tabungan pos, dan mengurangi potensi mismanajemen dana. Sementara itu, kerugian privatisasi yang juga digaungkan oleh masyarakat meliputi kekhawatiran pengurangan jangkauan layanan pos, pengurangan lapangan kerja, dan penutupan kantor pos di pedesaan.[17] Perdana Menteri Koizumi lalu membentuk sebuah komisi untuk menelaah kemungkinan privatisasi sistem pos. Pada tahun 2002, empat peraturan resmi diterbitkan untuk mendirikan Japan Post sebagai sebuah perusahaan publik. Setahun kemudian, Koizumi dipilih kembali sebagai perdana menteri dan menjanjikan privatisasi sistem pos. Pada tahun 2004, Koizumi mengumumkan rencana untuk memisahkan Japan Post menjadi sejumlah entitas paling lambat pada tahun 2017.[19] Pada tahun 2005, enam peraturan yang disusun untuk memisahkan Japan Post kalah di bagian atas dari Parlemen Jepang. Koizumi lalu mengadakan pemilihan umum yang fokus pada privatisasi pos.[17][19] Koizumi kemudian berhasil memenangkan pemilihan umum tersebut dengan mengalahkan partainya sendiri yang tidak setuju dengan pemisahan tersebut.[21] Enam peraturan tersebut lalu resmi diterbitkan beberapa minggu kemudian.[17] Rencana privatisasi tahun 2005Undang-Undang Privatisasi Pos yang diterbitkan pada tahun 2005 menjadi dasar untuk fase persiapan privatisasi yang dimulai pada tanggal 1 Oktober 2007 dan fase pasca privatisasi.[18] Kantor Pusat Privatisasi Pos setingkat kabinet lalu didirikan untuk mengembangkan dan mengimplementasikan rencana privatisasi dan membagi sumber daya dari Japan Post ke masing-masing perusahaan hasil pemisahan.[19] Japan Post Holdings awalnya akan menjadi induk bagi Japan Post Bank, Japan Post Insurance, Japan Post Network, dan Japan Post Service. Japan Post Holdings lalu akan menjual saham perusahaan-perusahaan tersebut secara bertahap hingga tahun 2017.[18] Awalnya, pemerintah berencana tetap memegang sekitar sepertiga saham Japan Post Holdings, dan Japan Post Holdings akan menjual semua saham Japan Post Bank dan Japan Post Insurance. Hasil dari penjualan tersebut rencananya akan digunakan oleh pemerintah untuk membayar utang.[19] Implementasi privatisasi dan status saat iniRencana privatisasi tidak berjalan lancar. Pada tahun 2009, Partai Demokrat Jepang mulai berkuasa dan menunda penawaran umum perdana dari anak-anak usaha Japan Post.[22] Pada tahun 2012, pemerintah memangkas sejumlah aspek dari privatisasi, sehingga memungkinkan pemerintah untuk tetap mengendalikan Japan Post Holdings dan menghapus target penjualan saham Japan Post Bank dan Japan Post Insurance.[18] Pada akhir tahun 2012, Perdana Menteri Shinzo Abe menekankan kembali privatisasi sebagai bagian dari rencana Abenomics untuk mereformasi dan menumbuhkan ekonomi. Privatisasi diharapkan dapat menghasilkan dana untuk pembangunan kembali pasca Gempa Bumi Besar Timur Jepang.[18][23] Salah satu hasil dari kebijakan Abenomics adalah percepatan proses penawaran umum perdana dari anak-anak usaha Japan Post.[18] Pada tahun 2015, Japan Post Holdings, Japan Post Bank, dan Japan Post Insurance masing-masing resmi memperdagangkan sekitar 10% sahamnya di Tokyo Stock Exchange.[24] Walaupun begitu, privatisasi masih berjalan lambat. Pada akhir tahun 2019, pemerintah masih memegang 57% saham Japan Post Holdings,[25] yang masih memegang 90% saham Japan Post Bank dan Japan Post Insurance.[26][27] Pada bulan April 2021, Japan Post Holdings setuju untuk menjual sebagian dari Toll Holdings asal Australia dengan harga hanya 7,8 juta dolar Australia.[28] Tawaran tersebut diterima walaupun Toll Holdings merugi sebesar 67,4 milyar yen (sekitar $624 juta) pada tahun fiskal yang berakhir pada bulan Maret 2021.[28] Pada tanggal 6 Oktober 2021, pemerintah Jepang resmi menjual 27% saham Japan Post Holdings dengan harga $9 milyar.[8][9] Walaupun begitu, pemerintah Jepang masih menjadi pemegang saham terbesar di Japan Post Holdings.[9] Referensi
Pranala luar
|